tag:blogger.com,1999:blog-21928276464841341492024-02-18T18:44:09.540-08:00CATATAN ANAK FIKOMNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.comBlogger30125tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-63124325081447806772010-10-19T08:58:00.000-07:002010-10-19T08:59:13.910-07:00IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI<h2 class="post-title"><br /></h2><span style="float: left;"> </span><span style="clear: both;"></span><img src="http://pixel.quantserve.com/pixel/p-ab3gTb8xb3dLg.gif" style="display: none;" alt="Quantcast" border="0" width="1" height="1" /> <p><script type="text/javascript" charset="utf-8"><!--//--><![CDATA[//><!-- PDRTJS_settings_2273334_post_1207={"id":2273334,"unique_id":"wp-post-1207","title":"IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI","permalink":"http:\/\/elqorni.wordpress.com\/2009\/04\/24\/iklim-komunikasi-organisasi\/","item_id":"_post_1207"} //--><!]]></script><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tsb thd komunikasi. Suatu iklim komunikasi berkembang dalam konteks organisasi.<br /></span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Unsur-unsur dasar yang membentuk suatu organisasi:</span></p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Anggota organisasi. Di pusat organisasi terdapat orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi. Mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku manusia yang bukan aspek intelektual.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Pekerjaan dalam organisasi. Pekerjaan yang dilakukan anggota org. Terdiri dari tugas-tugas formal dan informal.Tugas ini menghasilkan produk dan memberikan pelayanan organisasi.</span></li></ol> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br />Isi: terdiri dari apa yang dilakukan anggota organisasi dalam hub-nya dengan bahan, orang-orang dan tugas lainnya.</span></p> <p>Keperluan: merujuk kepada pengetahuan, ketrampilan dan sikap yg dianggap sesuai bagi sesorang agar mampu melaksanakan pekerjaan tsb.<br />Konteks: berkaitan dgn kebutuhan fisik dan kondisi-kondisi lokasi pekerjaan, jenis pertanggung jawabab dan tanggung jawab dlm kaitannya dgn pekerjaan, juml.pengawasan dan lingk.umum</p> <p><strong>Praktik-praktik pengelolaan</strong><br />Tujuan primer adalah menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lain. Manajer membuat keputusan mengenai bgmn orang-orang lainnya, menggunakan SD utk mencapai tujuan. Struktur organisasi: merujuk pada hubungan antar tugas-tugas yang dilaksanakan oleh anggota</p> <p>Kompleksitas:</p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> tingkat yang didalamya terdapat perbedaan antara unit-unit (diferensiasi horizontal sbg hasil-hasil spesialisasi yang ada di dalam organisasi)</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Jumlah tingkat otoritas</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Derajat ketersebaran lokasi fasilitas dan personel organisasi secara geografis.</span></li></ol> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Formalisasi: derajat standarisasi dan tugas-tugas.<br />Pedoman organisasi: pedoman organisasi adalah serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan memberi arahan bagi angg.org.</span></p> <p><strong>Pengaruh Komunikasi</strong><br />Iklim komunikasi Organisasi merupakan fungsi kegiatan yang :</p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> menunjukkan kepada anggota organisasi bhw org. tsb mempercayai mereka dan memberi kebebasan dlm mengambil resiko</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dlm mengerjakan tugas-tugas mereka</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> menyediakan informasi yang terbuka dan cukup ttg organisasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh infoyang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota org.</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br />Iklim komunikasi ttt memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu. Keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota organisasi. Untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, mengikatkan dirimereka dengan organisasi.</span></p> <p>Iklim komunikasi dapat menjadi salah satu pengaruh yang paling penting dalam produktivitas organisasi, karena iklim mempengaruhi usaha anggota Organisasi</p> <p>Usaha biasanya terdiri dari empat unsur:</p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> aktivitas (A) yang merupakan pekerjaan tsb.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Langkah-langkah (L) pelaksanaan kerja</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Kualitas (K) hasil</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Pola waktu (W) kerja</span></li></ol> <p><strong><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">KEPEMIMPINAN dalam komunikasi<br /></span></strong><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br />Pengaruh: kegiatan-kegiatan atau keteladanan yang baik secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau kelompok.</span></p> <p>Kekuasaan: Kemampuan untuk memiliki pengaruh. Mempunyai kekuasaan berarti mempunyai kemampuan untuk mengubah perilaku atau sikap individu2 lainnya.</p> <p><strong>Metode Mempengaruhi</strong></p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Sarana Fisik: bentuk pengaruh yang paling kasar, melibatkan ancaman</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Sanksi2 positif dan negatif: sarana-sarana untuk menghargai atau menghukum</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Pengetahuan: keahlian relevan atau ilmu pengetahuan khusus</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> </span><span style="font-family:Arial;">Daya tarik Pribadi</span></li></ol> <p><span style="font-family:Arial;"> <strong>LEADERSHIP STYLE:<br /></strong></span></p> <ol><li><span style="font-family:Arial;">The Autocratic Style: A Manager doesn’t share decision- making authority with subordinates</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> The participative Style: A managers shares decision- making authority with subordinates </span></li><li><span style="font-family:Arial;"> The Free Rein Style: A manager empower subordinates to function on their own, without direct involvement from managers to whom they report</span></li></ol> <p><span style="font-family:Arial;"><br /><strong>TASK ORIENTATION VERSUS EMPLOYEE ORIENTATION<br /></strong><br /><em>A TASK- ORIENTED MANAGER</em>: Menekankan pada teknologi, metode, perencanaan, program, deadline. Pendekatan berorientasi tugas bekerja baik pada kondisi krisis dan jadwal waktu yang ketat.</span></p> <p><em>A PEOPLE CENTERED MANAGER</em>: Menekankan pada kebutuhan employee</p> <p><strong>LEADERSHIP</strong><br />The process of influencing individual and groups to set and achieve goals.<br />Leadership involves three variables: The leader, those being led, and the circumstances in which leadership is exercised.</p> <p><strong>What qualities must leader have?<br /></strong></p> <ul><li><span style="font-family:Arial;"> High –impact players</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> change agent</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> drivers</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> winners- people who are extremely flexible, bright, tactical and strategic</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> who can handle a lot of information, make decisions quickly</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> motivate others</span></li></ul> <p><span style="font-family:Arial;"><strong>ALIRAN INFORMASI DALAM ORGANISASI</strong><br />Komunikasi dalam hampir semua org. secara jelas merupakan suatu proses dinamis. Penyampaian informasi yang akurat dan pemahaman atas informasi sari satu unit (pengirim) ke unit lain (penerima) vital dalam:<br /></span></p> <ul><li><span style="font-family:Arial;"> perumusan dan implementasi tujuan organisasional</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> peralatan dan sarana penting dimana keg.organisasional dilakukan.</span></li></ul> <p><span style="font-family:Arial;"> Komunikasi adalah usaha mendorong orang lain menginterpretasikan pendapat spt apa yg dikehendaki oleh orang yg mempunyai pendapat tersebut.</span></p> <p><strong><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">POLA DAN PROSES KOMUNIKASI</span></strong><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br />Organisasi jelas memerlukan informasi.<br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Fase ekstensif: terjadi perkembangan cepat informasi secara kuantitatif</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Fase intensif: perkembangan cepat secara kualitatif.</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>Proses komunikasi:</strong><br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Pengirim </span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Sarana Pengiriman Berita</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Penerima Berita.</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Dengan Komunikasi diharapkan agar orang lain melakukan kegiatan seperti apa yang dikehendaki. Dengan Komunikasi diharapkan pula segala ketidakpastian menjadi pasti</span></p> <p>Macam-macam tujuan komunikasi:</p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Komunikasi untuk kegiatan yang tak diprogram</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Komunikasi memulai dan menciptakan program; usaha menyesuaikan dan mengkoordinasikan program.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Komunikasi yg memberikan data penerapan strategi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Komunikasi untuk menimbulkan program dan komunikasi untuk memotivasi orang melaksanakan program</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Komunikasi yg memberikan info ttg hasil kegiatan dan informasi umpan balik utk pengawasan.</span></li></ol> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>SALURAN KOMUNIKASI FORMAL</strong></span></p> <p><strong></strong><strong>Aliran Vertikal</strong><br />Aliran komunikasi vertikal mencakup seluruh transaksi yg meliputi aliran informasi ke bawah maupun ke atas yg terjadi antara Atasan dan bawahan dlm organisasi.</p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Untuk memberikan pengarahan atau instruksi kerja ttt (spesifik)</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Untuk memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Untuk memberikan informasi ttg prosedur dan praktek-praktek organisasional</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Untuk menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dlm membantu org. menanamkan pengertian ttg tujuan-tujuan yg ingin dicapai.</span></li></ol> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>Bentuk:</strong><br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> rantai perintah</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> plakat dan papan pengumuman</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> majalah perusahaan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> surat pada karyawan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> buku petunjuk karyawan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> kotak informasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> sistem pengeras suara</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> secarik kertas tanda terima gaji</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> laporan tahunan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> pertemuan kelompok</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> serikat pekerja</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br />Gerakan informasi ke atas (upward) mell. tingkatan2 hirarki organisasional paling sering berbentuk umpan balik pelaksanaan kerja dan dihubungkan dengan fungsi pengawasan.</span></p> <p><strong>Bentuk:</strong></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> kontak tatap muka </span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> pertemuan kelompok</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> prosedur pengaduan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> surat usulan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> pemberian saran</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> wawancara</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> kebijaksanaan pintu terbuka</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> serikat sekerja</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br /><strong>Aliran horizontal<br /></strong>Mencakup seluruh penyampaian informasi yang mengalir secara lateral dlm suatu organisasi. Transmisi ini dapat dikelompokkan:<br />a. diantara para karyawan dalam kelompok kerja yang sama<br />b. diantara kelompok-kelompok yang mempunyai kedudukan (status) sederajat atau antar departemen<br /><strong></strong></span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><strong>Aliran diagonal</strong>:</span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">mencakup seluruh transmisi info yang memotong silang rantai perintah organisasi.</span></p> <p><strong>HAMBATAN- HAMBATAN KOMUNIKASI</strong></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Komunikasi tidak efektif disebabkan berbagai hambatan manusiawi dan teknis:<br /><strong>1. Faktor-faktor hambatan dalam diri pribadi</strong>.<br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> persepsi selektif: sso akan menolak atau salah mengartikan informasi yang tidak sesuai dengan anggapan-anggapan atau harapan-harapan yang secara emosional dibentuk sebelumnya.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> perbedaan individu dalam ketrampilan Komunikasi</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>2. Hambatan antar pribadi<br /></strong></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">kepercayaan:karakter pokok komunikasi adalah kepercayaan.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> kredibilitas; kejujuran, keahlian, kemampuan, dinamisme, antuasiame</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> kesamaan pengirim-penerima</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Hambatan organisasional<br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Status: </span><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <!--[endif]-->Pada umumnya orang-orang lebih senang mengarahkan komunikasinya mereka ke individu2 yg statusnya lebih tinggi.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Orang-orang dg status tinggi pada umumnya lebih banyak berkom. Satu dengan yg lain yang berstatus lebih rendah.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Orang dg status lebih tinggi pada umumnya lebih mendominasi pembicaraan dibanding orang-orang yang berstatus lebih rendah.</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>Transmisi hirarkis:</strong> </span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Hirarki dikembangkan tidak hanya untuk memudahkan pencapaian sasaran kegiatan tetapi juga karena sgt diperlukan untuk komunikasi<br />Proses-proses individual ttt juga mengubah transmisi hirarkis<br /></span></p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Penyingkatan (Condensation): para penerus berita sering cenderung mungubah isi berita dengan menyampaikan hanya pokok-pokok berita </span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Closure</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Pengaharapan ( Expectation): penerus info sering membelokkan komunikasi ke arah yg sesuai dg sikap-sikap dan pengharapan2 merek sendiri.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Asosiasi: Bila peristiwa atau akibat-akibat terjadi bersamaan di masa lalu, pristiwa tsb sering dihub. satu dgn yang lain</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Ukuran kelompok: Semakin besar kelompok akan semakin kecil kemungkinan tercapainya komunikasi yang memuaskan.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Kendala ruangan: karakter fisik ruangan akan mrmpengaruhi kuantitas dan kualitas komunikasi.</span></li></ol> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>Faktor hambatan teknologis</strong><br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Bahasa dan pengertian: Kata2 yang sama belum tentu punya pengertian yang sama.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Isyarat non verbal</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Efektivitas saluran</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>PENINGKATAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI<br /></strong></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Audit Komunikasi: memeriksa seluruh proses-proses komunikasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Teknik-teknik Peningkatan Efektivitas Komunikasi: penyelenggaraan pertemuan tahunan karyawan, penetapan saluran pribadi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Penggunaan umpan balik.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Pengembangan SIM (Sistem Informasi Manajemen): jaringan informasi yang diciptakan berdasarkan penelaahan situasi lingkungan</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><strong>Komunikasi</strong><br />ketika sso terlibat komunikasi ada 2 hal yang terjadi:<br /></span></p> <ol><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> penciptaan pesan atau, lebih tepatnya penciptaan pertunjukan (display)</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> penafsiran pesan atau penafsiran pertunjukan</span></li></ol> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>pertunjukan pesan</strong><br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> menunjukkan (to display) berarti bahwa anda membawa sesuatu untuk diperhatikan sso atau orang lain. “menunjukkan” menyatakan bahwa “to display” berarti menempatkan sst shg terpandang dg jelas dan berada dlm suatu posisi menyenangkan bagi pengamatan ttt</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> agar pertunjukan menjadi bentuk komunikasi : harus melambangkan sesuatu. Contoh: berpakaian pada pagi hari: menciptakan pertunjukan bagi diri anda sendiri </span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>Penafsiran pesan</strong></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Menguraikan atau memahami sst dengan cara tertentu. </span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Makna yang mempunyai pengaruh terhadap orang-orang</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Bagaimana orang lain menafsirkan apa yang anda katakan</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Kegagalan proses komunikasi: Pada saat kita menafsirkan pesan: perlu konteks. Komunikator dan komunikan berada pada konteks yang sama.I know the context and you know the context. </span></li></ul> <p><span style="font-family:Arial;"> Pada saat kita berkomunikasi dengan orang yang:<br /></span></p> <ul><li><span style="font-family:Arial;"> Berbeda status sosial ekonomi</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Berbeda pendidikan </span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Berbeda budaya: nilai-nilai kemandirian, ulet, working hard, prestasi, kemapanan, kepraktisan. Tidak sombong, kesopanan, menghargai sesama</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Berbeda referensi: kerangka acuan. </span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Berbeda persepsi</span></li></ul> <p><span style="font-family:Arial;"> Ada perbedaan cara pandang antara “wong cilik” dan pejabat.<br />• Aburizal mengatakan: kalo tidak bisa beli gas belilah minyak tanah<br />• Fahmi Idris : urusan TDL adl urusan pengusaha<br />• Banyak pengusaha bangkrut.: garmen, elektronika, tekstil, keramik, mebel, mainan anak2, transportasi<br />• 500 ribu: 90-100 rb. 20 rb-5500</span></p> <p><strong>KOMUNIKASI ORGANISASI<br /></strong>• PERTUNJUKAN dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu unit tertentu.</p> <p>• <strong>Seven S (Mckinsey):<br /></strong></p> <ol><li><span style="font-family:Arial;">Structure</span></li><li><span style="font-family:Arial;">Strategy</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> System</span></li><li><span style="font-family:Arial;">Style</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Skill</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Staff</span></li><li><span style="font-family:Arial;"> Shared value.</span></li></ol> <p><span style="font-family:Arial;"> <!--[endif]--></span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><strong>Definisi Interpretif</strong><br />• Proses penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan , memelihara dan mengubah organisasi. Komunikasi lebih dari sekedar alat, ia adalah cara berpikir.<br /><!--[endif]--></span></p> <p><strong><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">ORGANISASI</span></strong></p> <p><strong><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br /></span></strong><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">• <strong>ORGANISASI SOSIAL</strong><br />Merujuk pada pola-pola interaksi sosial (frekuensi dan lamanya kontak antara orang-orang); arah pengaruh antara orang-orang; derajat kerja sama<br />Contoh: Keaggotaan dalam satu komunitas etnis, klub pendukung sepak bola.</span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br /><strong>ORGANISASI FORMAL</strong><br />Organisasi yang didirikan untuk tujuan-tujuan ttt:<br />• Bisnis: dibentuk untuk menghasilkan barang yang dijual<br />• Serikat pekerja (union) diorganisasikan untuk memperkuat tawar menawar buruh/karyawan pada majikan<br /></span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><strong>Kondisi organisasi</strong><br /></span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Organisasi yang mampu bersaing secara global memiliki kondisi sbb (Tetenbaum, 1998):<br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Pengetahuan, yang ditandai dengan budaya berbagi informasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Kerjasama kelompok dengan tugas-tugas yang bersifat proyek.: team work organization, project organization </span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Keragaman, ditandai dengan budaya toleransi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Nilai utama yang kuat: yang ditandai dengan budaya fokus dalam tujuan dlm situasi kerja yang kelihatannya tdk teratur </span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><br />LATAR BELAKANG BUDAYA, CARA berpikir, persepsi, nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaan, status sosial eknomi, pendidika </span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Relativitas kebudayaan</span></p> <p><strong>Peran manajer/komunikator</strong></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Mengelola proses transisi dari era industri sederhana ke aera informasi yang jauh lebih kompleks.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Membangun keuletan SDM dan kemampuan organisasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Melakukan destabilisasi sistem: menjg adanya suasana stress namun tetap dlm batas kemampuan individu.</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> Menjaga keseimbangan antara dua kondisi yang saling berlawanan tetapi sama-sama dibutuhkan</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>Unsur-unsur dasar organisasi:</strong><br /></span></p> <ul><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> anggota organisasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> pekerjaan dlm organisasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> praktek-praktek pengelolaan</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> struktur organisasi</span></li><li><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> pedoman organisasi</span></li></ul> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"> <strong>Definisi fungsional komunikasi organisasi</strong><br />Komunikasi organisasi: didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari organisasi ttt.<br /></span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;">Komunikasi menjadi suatu fungsi pembentuk organisasi bukan hanya sebagai pemelihara organisasi.<br /></span></p> <p><span lang="NO-BOK" style="font-family:Arial;"><strong>Iklim komunikasi Organisasi</strong><br />• Iklim komunikasi<br />• Gabungan dari persepsi-persepsi mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respon pegawai thd pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik antar persona, dan kesempatan bg pertumbuhan dlm org. tsb.</span></p> <h2><span style="font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Iklim Komunikasi Organisasi</span><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > <p>Iklim Komunikasi Organisasi. Terdiri Dari Persepsi-Persepsi Atas Unsur-Unsur Organisasi Dan Pengaruh Unsur-Unsur Tsb Thd Komunikasi</p> </span><span style="font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Unsur-Unsur Dasar Organisasi<br /></span><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Suatu Iklim Komunikasi Berkembang Dlm Konteks Organisasi. Unsur-Unsur Dasar Yang Membentuk Suatu Organisasi. <p>Unsur-unsur dasar yang membentuk suatu organisasi: anggota organisasi. Di pusat organisasi terdapat orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi.<br />Mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku manusia yang bukan aspek intelektual.</p> </span><span style="font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Pekerjaan dalam organisasi.<br /></span><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Pekerjaan yang dilakukan anggota org. Terdiri dari tugas-tugas formal dan informal.Tugas ini menghasilkan produk dan memberikan pelayanan organisasi.</span></h2> <p><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Isi: terdiri dari apa yang dilakukan anggota organisasi dalam hub-nya dengan bahan, orang-orang dan tugas lainnya.<br /></span></p> <ul><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Keperluan: merujuk kepada pengetahuan, ketrampilan dan sikap yg dianggap sesuai bagi sesorang agar mampu melaksanakan pekerjaan tsb.</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Konteks: berkaitan dgn kebutuhan fisik dan kondisi-kondisi lokasi pekerjaan, jenis pertanggung jawabab dan tanggung jawab dlm kaitannya dgn pekerjaan, juml.pengawasan dan lingk.umum</span></li></ul> <p><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" ><br /></span><span style="font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Praktik-praktik pengelolaan<br /></span><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Tujuan primer adalah menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lain. Manajer membuat keputusan mengenai bagamana orang-orang lainnya, menggunakan Sumber Daya utk mencapai tujuan<br /></span></p> <ul><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Pedoman organisasi : serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan memberi arahan bg anggota organisasi dlm mengambil keputusan dan tindakan.</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Pedoman organisasi : serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan memberi arahan bg anggota organisasi dlm mengambil keputusan dan tindakan.</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Pemahaman unsur-unsur dasar org (anggota, pekerjaan dll) akan menciptakan evaluasi dan reaksi yang menunjukkan apakah yg dimaksud dg unsur dasar tsb dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bg anggota organisasi. Misalnya: kecukupan informasi</span></li></ul> <p><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" ><strong>Pengaruh Komunikasi</strong></span></p> <h2><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > <!--[if !supportLineBreakNewLine]--></span><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > <!--[endif]--></span></h2> <h2><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Iklim komunikasi Organisasi merupakan fungsi kegiatan yang :<br /></span></h2> <ul><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Menunjukkan kepada anggota organisasi bhw org. tsb mempercayai mereka dan memberi kebebasan dlm mengambil resiko</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas mereka</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Menyediakan informasi yang terbuka dan cukup ttg organisasi</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh infoyang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota org.</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Iklim komunikasi ttt memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu. Keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota org. Untuk melaksanakan pekerjaan mereka scr efektif, mengikatkan diri mereka dengan organisasi.</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Iklim komunikasi dpt menjadi salah satu pengaruh yang paling penting dalam produktivitas organisasi, karena iklim mempengaruhi usaha anggt. Organisasi</span></li></ul> <h2><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > <!--[endif]--></span></h2> <h2><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Usaha biasanya terdiri dari empat unsur:<br /></span></h2> <ul><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Aktivitas (A) yang merupakan pekerjaan tsb.</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Langkah-langkah (L) pelaksanaan kerja</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Kualitas (K) hasil</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Pola waktu (W) kerja</span></li></ul> <h2><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Hasil penelitian </span><span style="font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >R. Wayne Pce</span><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > dan </span><span style="font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" >Peterson</span><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > ttg Inventaris Iklim org:<br />Ada 6 faktor besar yang mempengaruhi iklim org:<br /></span></h2> <ol><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Kepercayaan</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Pembuatan Keputusan Bersama</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Kejujuran</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Mendengarkan dalam kom. Ke atas</span></li><li><span style="font-weight: normal; font-style: normal;font-size:12pt;" lang="NO-BOK" > Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi.</span><strong><span style="font-family:Arial;"><br /></span></strong></li></ol>NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-38148437468508410652010-10-19T08:33:00.000-07:002010-10-19T08:44:52.298-07:00Pengukuran Sikap Dalam Opini Publik<div style="text-align: justify;"><br /><div style="text-align: center;">BAB. I<br /><br />PENDAHULUAN<br /></div><br />Menurut Cultip dan Center dalam sastropoetro (1987), opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Dimana opini tersebut berasal dari opini-opini individual yang diungkapkan oleh para anggota sebuah kelompok yang pandangannya bergantung pada pengaruh-pengaruh yang dilancarkan kelompok itu.<br /><br />Opini-opini individual tersebut kemudian dikenal dengan istilah opini publik. Karena Opini Publik terbentuk dari intregasi “personal opinion” banyak orang, maka Opini Publik cenderung telah bermukim pada suatu masyarakat yang melembaga, yang telah lengkap dengan mekanisme kepemimpinan maupun pengawasan komunikasi. Dengan kata lain Opini dan Opini Publik dilihat oleh Bogardus secara lembaga sentries dan liberal.<br /><br />Auguste Comte, yang mendapat julukan sebagai bapak Sosiologi juga menaruh perhatian yang besar terhadap Opini Publik, kendati lebih memberikan arti dalam bentuk peranannya. Ia berpendapat, bahwa hari depan Negara dengan peningkatan pengaruh akan merupakan ajang dari Opini Publik. Dengan kata lain, bahwa tingkah laku kehidupan kenegaraan akan sangat dipengaruhi oleh tingkah laku Opini Publik. Hal yang dihubungkan dengan Albig, yang mengemukakan , bahwa opini adalah “tingkah laku”.<br /><br />Masih banyak ahli ilmu-ilmu sosial yang memberikan batasan pengertian terhadap Opini Publik. Beberapa ahli yang mengkhususkan studi dibidang tersebut antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:<br /><br />Leonard W. Doob yang sering dikutip oleh para ahli, mengemukakan :<br /><br />“..Publik opinion refrs to people’s attitudes on an issue when they are members of the same sosial group”.<br /><br />Doob disini memberi tekanan kepada sikap (“attitude”) sebagai sesuatu yang bernilai psikologis terhadap sesuatu isyu, manakala mereka (dalam arti “people”) menjadi anggota dari kelompok sosial yang sama. Lalu Doob mempertanyakan, kelompok mana yang terlibat, isyu yang mana yang terlibat dan mengapa masyarakat memberi respon terhadap isyu tersebut.<br /><br />Secara histories istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Dimasa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang ( Wrigtsman & Deaux, 1981, dalam azwar 1995 ). Sikap dapat diekspresikan dengan berbagai cara, dengan kata-kata yang berbeda. Sejak akhir tahun 1920 dan awal tahun 1930 metode-metode – pengukuran tingkah laku telah berkembang dan digunakan sampai sekarang, dan beberapa metode baru telah diciptakan.<br /><br />Sikap dapat didefinisikan dalam banyak versi. Menurut Azwar (1995) sikap dapat dikategorikan ke dalam tiga orientasi pemikiran, yaitu: yang berorientasi pada respon, yang berorientasi pada kesiapan respon, dan yang berorientasi pada skema triadic. (mengenai pembahasan sikap akan dibahas pada bagian selanjutnya).<br /><br />Sebagai landasan utama dari pengukuran sikap adalah pendefinisian sikap terhadap suatu objek. dimana sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap objek tersebut (Mar’at 1984). Menurut Azwar (1995) dalam penyusunan pengukuran sikap sebagai instrumen pengungkapan sikap individu maupun sikap kelompok ternyata bukanlah sesuatu hal yang mudah. Kendatipun sudah melalui prosedur dan langkah-langkah yang sesuai dengan kriteria, suatu pengukuran sikap ternyata masih tetap memiliki kelemahan, sehingga tujuan pengungkapan sikap yang diinginkan tidak seluruhnya dapat tercapai. Oleh karena itu dalam penyusunan pengukuran sikap beberapa hal yang perlu dikuasai sebelum sampai pada tabel spesifikasi adalah pengertian dan komponen sikap dan pengetahuan mengenai objek sikap yang hendak diukur.<br /><br /><div style="text-align: center;">BAB. II<br /><br />PENGUKURAN SIKAP OPINI PUBLIK<br /></div><br />DEFINISI DAN KOMPONEN SIKAP<br /><br />Pada bagian sebelumnya sedikit telah disinggung mengenai definisi sikap, yakni menurut “Spencer “sikap diartikan sebagai status mental seseorang. Dan Sikap dapat diekspresikan dengan berbagai cara, dengan kata-kata yang berbeda dan tingkat intensitas yang berbeda. Sementara menurut Azwar (1995) sikap dapat dikategorikan ke dalam tiga orientasi pemikiran, yaitu: yang berorientasi pada respon, yang berorientasi pada kesiapan respon, dan yang berorientasi pada skema triadik.<br /><br />Pertama, yang berorientasi pada respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood. Dalam pandangan mereka, sikap adalah suatu bentuk atau reaksi perasaan. Secara lebih operasional sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap objek tersebut (Berkowitz dalam Azwar 1995).<br /><br />Kedua, yang berorientasi pada kesiapan respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Allport. Konsepsi yang mereka ajukan ternyata lebih kompleks. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan ini berarti kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan kepada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Sikap oleh LaPierre (dalam Azwar 1995) dikatakan sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial; atau secara sederhana sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.<br /><br />Ketiga, yang berorientasi pada skema triadik. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord dan Backman (dalam Azwar 1995) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek lingkungan sekitarnya.<br /><br />Menurut Azwar, di kalangan ahli psikologi sosial dewasa ini terdapat dua pendekatan dalam mengklasifikasikan sikap. Yang pertama adalah yang memandang sikap sebagai kombinasi reaksi antara afektif, prilaku, dan kognitif terhadap suatu objek. Pendekatan pertama ini sama dengan pendekatan skema triadik, yang kemudian disebut juga dengan pendekatan tricomponent.<br /><br />Yang kedua adalah yang meragukan adanya konsistensi antara ketiga komponen sikap di dalam membentuk sikap. Oleh karena itu pendekatan ini hanya memandang perlu membatasi konsep dengan komponen afektif saja.<br /><br />Menurut Mar’at (1984) ketiga komponen dalam sikap masih dapat dijabarkan lagi sebagai berikut:<br /><br /> 1.Komponen kognitif, berhubungan dengan: belief (kepercayaan atau keyakinan), ide, dan konsep.<br /> 2.Komponen afektif, yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang<br /> 3.Komponen konatif, yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.Di lain pihak, Mann (dalam Azwar 1995) juga mencoba menjabarkan ketiga komponen sikap menjadi:<br /><br /> 1.Komponen kognitif berisikan persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.<br /> 2.Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Masalah emosional inilah yang biasanya berakar paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang<br /> 3.Komponen konatif berisikan kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.<br /><br /> 1.TIPE PERTANYAAN SIKAP (TYPE OF ATTITUDE QUESTION)<br /><br />Pertanyaan sikap (attitude qouestion) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap.<br /><br />Pertanyaan sikap apabila ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan yang benar, setelah melalui prosedur penskalaan (scaling) dan seleksi item, akan menjadi isi suatu skala.<br /><br />Suatu pertanyaan sikap dapat berisikan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pertanyaan seperti ini disebut sebagai pertanyaan yang favorable.<br /><br />Contoh pertanyaan favorable adalah “Merokok dalam bis merupakan hak azasi setiap orang”.<br /><br />Kalimat ini jelas mendukung atau memihak pada perilaku merokok di dalam bis karena bila dilihat dari sudut perilaku merokoknya sebagai objek sikap, pertanyaan ini mengatakan hal yang positif.<br /><br />Sebaliknya, pertanyaan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai objek sikap, yaitu yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap yang akan diungkap. Pertanyaan seperti ini disebut sebagai pertanyaan sikap yang bersifat unfavorable.<br /><br />Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pertanyaan favorable dan pertanyaan unfavorable dalam jumlah yang kurang lebih seimbang. Dengan demikian pertanyaan yang disajikan tidak semua positif atau semua negatif yang dapat mendatangkan kesan seakan-akan isi skala yang bersangkutan seluruhnya memihak atau sebaliknya seluruhnya tidak mendukung objek sikap. Variasi pertanyaan favorable dan unfavorable akan membuat responden memikirkan lebih hati-hati isi pertanyaannya sebelum memberikan respons sehingga stereotipe responden dalam menjawab dapat dihindari (Azwar 1995).<br /><br />Edwards (dalam Azwar 1995) telah meramu berbagai saran dan petunjuk dari para ahli menjadi semacam pedoman penulisan pertanyaan yang disebutnya sebagai kriteria informal penulisan pertanyaan sikap. Kriteria termaksud, antara lain adalah sebagai berikut : Jangan menulis pertanyaan yang membicarakan mengenai kejadian yang telah lewat kecuali kalau objek sikapnya berkaitan dengan masa lalu.<br /><br />Contoh : (objek sikap politik bebas aktif)<br /><br />“Pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia masa Presiden Sukarno merupakan tindakan yang tepat”.<br />Meminta responden menjawab mengenai masalah yang telah lama terjadi seringkali tidak ada relevansi dan kepentingannya dengan sikap masa kini. Apalagi bila disadari bahwa mengetahui sikap sekarang mengenai hal yang telah berlalu merupakan hal yang tidak banyak gunanya. Sikap bukan merupakan aspek psikologis yang stabil untuk waktu yang lama. Interaksi manusia dengan lingkungan dimana ia berada sekarang sangat potensial untuk mengubah sikapnya terhadap sesuatu. Karena itu, pengukuran sikap hampir selalu ditujukan untuk mengungkap sikap terhadap objek psikologis masa sekarang.<br />Selengkapnya kaidah penulisan pertanyaan dapat dilihat berikut ini,<br /><br />1. Jangan menulis pertanyaan yang berupa fakta atau dapat ditafsirkan sebagai fakta.<br /><br />Contoh: (objek sikap – program Keluarga Berencana)<br /><br />“Keluarga berencana adalah program pemerintah”<br /><br />Suatu pertanyaan seperti contoh di atas adalah pertanyaan yang berisi fakta atau kenyataan. Lepas dari setuju atau tidak setuju terhadap program keluarga berencana, setiap orang yang tahu tentu akan memberikan jawaban favorable terhadap pertanyaan seperti itu. Dengan demikian apa yang terungkap bukanlah sikap terhadap sesuatu objek melainkan pengetahuannya mengenai objek tersebut. Pertanyaan yang berisi fakta tidak akan dapat memberikan informasi kepada kita mengenai bagaimana sikap responden yang sebenarnya.<br /><br />2. Jangan menulis pertanyaan yang dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran.<br /><br />Contoh : (objek sikap – program keluarga berencana)<br /><br />“Hari libur keluarga berencana perlu diadakan”<br /><br />Pertanyaan seperti di atas akan menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi responden. Akibatnya dapat menimbulkan respon yang tidak sejalan dengan isi pertanyaan seperti dimaksudkan oleh penyusun skala. Apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan hari libur keluarga berencana? Apabila yang dimaksudkan adalah hari libur nasional untuk memperingati kelurga berencana, maka pertanyaan itu adalah favorable dan akan memancing jawaban “setuju” dari responden yang sikapnya positif terhadap keluarga berencana. Akan tetapi, apabila responden menafsirkan hari libur keluarga berencana sebagai hari libur dimana para peserta program keluarga berencana boleh melupakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi dan meliburkan cara-cara pengaturan kehamilan, maka pertanyaan itu menjadi yang unfavorable. Akibatnya, responden yang mempunyai sikap positif terhadap keluarga berencana tentu akan tidak setuju terhadap pertanyaan tersebut.<br /><br />3. Jangan menulis pertanyaan yang tidak relevan dengan objek psikologisnya.<br /><br />Contoh : (objek sikap – universitas terbuka)<br /><br />“Daya tampung universitas yang ada di Indonesia perlu segera ditingkatkan”<br /><br />Sekilas pertanyaan ini berkaitan dengan masalah tidak tertampungnya sebagian besar calon mahasiswa di perguruan tinggi yang ada, yang menjadi salah satu alasan dibukanya program universitas terbuka. Akan tetapi, karena berdiri sendiri pertanyaan itu tidak mempunyai kaitan apapun dengan universitas terbuka yang dijadikan objek sikap. Apakah responden menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap isi pertanyaan tersebut, tidaklah dapat dijadikan petunjuk mengenai sikapnya terhadap universitas terbuka. Responden yang menyatakan setuju bahwa daya tampung perguruan tinggi sangat rendah dan karenanya perlu ditingkatkan, belum tentu akan juga setuju terhadap keberadaan universitas terbuka.<br /><br />4. Jangan menulis pertanyaan yang sangat besar kemungkinannya akan disetujui oleh hampir semua orang atau bahkan hampir tak seorangpun yang akan menyetujuinya.<br /><br />Contoh :<br /><br />“Setiap orang harus memperoleh makanan yang layak”<br /><br />Pertanyaan ini akan hampir dapat dipastikan disetujui oleh semua orang. Apabila hampir ke semua orang setuju terhadap suatu pertanyaan, maka pertanyaan tersebut tidak ada artinya dalam mengungkap sikap.<br /><br />Contoh :<br /><br />“Segala bentuk pelanggaran lalu-lintas harus dikenai hukuman penjara”<br /><br />Pertanyaan seperti ini, yang dimaksudkan sebagai pengungkap sikap terhadap peraturan lalu-lintas, sangat boleh jadi tidak akan ada yang menyetujuinya. Sekalipun bagi mereka yang mempunyai sikap positif terhadap hukuman pelanggaran lalulintas, tetap akan mempertimbangkan bentuk pelanggarannya lebih dahulu baru dapat menyetujui atau tidak menyetujui diterapkannya hukuman penjara. Pertanyaan demikian ini juga tidak membantu pengukuran sikap manusia.<br /><br />5. Pilihlah pertanyaan-pertanyaan yang diperkirakan akan mencakup keseluruhan liputan skala afektif yang diinginkan.<br /><br />Masing-masing pertanyaan mempunyai derajat afektif yang berbeda-beda. Ada pertanyaan yang punya derajat afektif yang dalam sehingga dapat mengungkap intensitas sikap yang dalam pula, ada pertanyaan yang punya derajat afektif yang dangkal sehingga hanya dapat mengungkap intensitas yang tidak terlalu dalam. Umumnya hal ini dapat dilihat dari derajat favorablenya suatu pertanyaan.Untuk skala sikap secara keseluruhan hendaknya terdiri atas berbagai derajat afektif yang bertingkat sehigga ada pertanyaannya yang dapat mengungkap intensitas sikap yang dalam dan ada pertanyaannya yang dibuat hanya untuk mengungkap intensitas sikap yang sederhana. Dengan demikian akan diperoleh liputan derajat efektif dalam rentang yang luas.<br /><br />6. Usahakan agar setiap pertanyaan ditulis dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan langsung. Jangan menuliskan pertanyaan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang rumit.<br /><br />7sistem administrasi dan kebanggaan alumni, walaupun mungkin keduanya merupakan gagasan yang relevan guna mengungkap sikap terhadap sistem pendidikan di universitas A, akan tetapi dua gagasan yang dimasukkan ke dalam satu pertanyaan seperti itu mung. Setiap pertanyaan hendaknya ditulis ringkas dengan menghindari kata-kata yang tidak diperlukan dan yang tidak akan memperjelas isi pertanyaan.<br /><br />8. Setiap pertanyaan harus berisi hanya satu ide (gagasan) yang lengkap.<br /><br />Contoh :<br /><br />“Universitas A adalah universitas yang sistem administrasinya paling baik dan alumninya paling membanggakan”<br /><br />Pertanyaan ini merupakan satu contoh pertanyaan yang mengandung dua gagasan pikiran, yaitu kualitas kin punya derajat afeksi yang berbeda tingkatannya. Seseorang mungkin akan menyatakan sangat setuju mengenai segi kebaikan sistem administrasi universitas tersebut, namun akan menyatakan ragu-ragu mengenai segi kebanggaan alumninya. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah memisahkan kedua ide tersebut masing-masing ke dalam pertanyaan yang berbeda.<br /><br />9. Pertanyaan yang berisi unsur universal seperti “tidak pernah”, “semuanya”, “selalu”, “tak seorangpun”, dan semacamnya, seringkali menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan karenanya sedapat mungkin hendaklah dihindari.<br /><br />10. Kata-kata seperti “hanya”, “sekedar”, “semata-mata”, dan semacamnya harus digunakan seperlunya saja dan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran isi pertanyaan.<br /><br />11. Jangan menggunakan kata atau istilah yang mungkin tidak dapat dimengerti oleh para responden.<br /><br />Contoh :<br /><br />“Pemberian hadiah tidak akan mengubah motivasi siswa dalam belajar”<br /><br />Tampaknya tidak sukar untuk memahami kalimat dalam pertanyaan seperti ini. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah responden akan memahami kalimat tersebut sebagaimana yang diinginkan oleh penulis? Coba perhatikan kata motivasi dan hadiah di atas. Sebagian dari kalangan tertentu barangkali dapat memahami maksudnya, akan tetapi bagi banyak orang, motivasi tidak memberikan gambaran apapun juga karena mungkin memang mereka tidak mengenalnya dalam percakapan sehari-hari. Penggunaan kata hadiah sebagai pengganti reward juga tidak akan mudah dipahami oleh individu yang bukan berlatar belakang psikologi.<br /><br />12. Hindarilah pertanyaan yang berisi kata negatif ganda.<br /><br />Contoh :<br /><br />“Tidak merencakan jumlah anak dalam keluarga bukan tindakan yang terpuji”<br /><br />Kata “tidak”, dan “bukan”, dua-duanya adalah kata negatif, yang dalam banyak hal dapat membingungkan pembaca pertanyaan. kalau memang dimaksudkan untuk menulis pernya taan yang favorable bagi keluarga berencana kata tidak dan kata bukan dalam pertanyaan di atas dapat dihilangkan sama sekali tanpa merubah arti kalimatnya. Bila dirasa perlu dapat disisipkan kata “adalah” di antara kata keluarga dan kata tindakan.<br /><br />Demikianlah beberapa kriteria informal dalam penulisan pertanyaan sikap yang perlu diperhatikan. Satu hal yang juga sangat penting diperhatikan dalam penulisan pertanyaan sikap adalah masalah social desirability. Kadang-kadang pertanyaan sikap yang kita tulis mengandung social desirability yang tinggi, yaitu berisi hal-hal yang akan disetujui oleh responden semata-mata karena isinya menggambarkan sesuatu yang dianggap sudah semestinya berlaku dalam masyarakat sosial atau sesuatu yang baik, benar, dan diterima menurut norma masyarakat. Sebagai contoh adalah pertanyaan berikut ini:<br /><br />“Menjaga kebersihan lingkungan adalah kewajiban kita semua”<br /><br />Lepas dari pada apakah responden orang yang cinta kebersihan (bersikap positif) atau bukan, ia cenderung akan menyetujui pertanyaan seperti di atas karena norma sosial kita seakan telah mengatakan bahwa kebersihan itu baik dan orang yang baik adalah orang yang menjaga kebersihan. Dengan begitu, pertanyaan itu tidak akan berfungsi sebagaimana seharusnya dan tidak ada gunanya dalam pengukuran sikap.<br /><br />Para penulis pertanyaan, belajar dari pengalaman, menuliskan pertanyaan sikap dalam jumlah dan kemudian baru mengevaluasi satu persatu pertanyaan tersebut sesuai dengan kriteria yang baru dikemukakan di atas. Perbaikan dilakukan terhadap setiap pertanyaan yang perlu diperbaiki. Seringkali pula pemeriksaan kembali terhadap setiap pertanyaan itu menimbulkan ide atau gagasan baru sehingga dapat ditulis pertanyaan yang lebih baik.<br /><br />Mereka yang memahami dasar-dasar konstruksi skala sikap dan pernah banyak berpengalaman dalam penulisan pertanyaannya akan lebih peka dalam mengevaluasi setiap pertanyaan dan umumnya dapat langsung mengetahui adanya kejanggalan-kejanggalan bahasa yang dipergunakan.<br /><br />Setelah pertanyaan-pertanyaan sikap selesai ditulis, langkah berikutnya adalah melakukan penskalaan (scaling) terhadap pertanyaan tersebut dan memilih pertanyaan pertanyaan yang secara empirik memang berkualitas.<br /><br /> 1.<br /><br /> METODE – METODE PENGUKURAN SIKAP<br /><br />Suatu skala harus dirancang dengan hati-hati. Stimulusnya harus ditulis dan dipilih berdasarkan metode konstruksi yang benar. Skor terhadap respons seseorang harus diberikan dengan cara-cara yang tepat. Agar dapat memenuhi kualitas dasar alat ukur yang standar, maka skala harus mengembangkan terlebih dahulu apa yang disebut sebagai tabel spesifikasi. Dalam setiap perencanaan skala sikap, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penentuan tujuan ukur dan pembatasnya. Hal ini berarti bahwa:<br /><br /> 1.<br /><br /> ciri-ciri objek psikologis yang berupa aspek kepribadian manusia yang hendak diungkap harus diidentifikasikan dengan jelas lebih dahulu.<br /> 2.<br /><br /> konsep harus dibatasi konstruk (construct) atau konsepsi teoritisnya, lalu didefinisikan secara operasional dalam bentuk dimensi-dimensi atau indikator-indikator perilaku sehingga dapat diukur<br /><br />Pada perancangan skala terhadap konsep terdapat dua hal yang harus dijadikan perhatian, pertama adalah penentuan dan pembatasan konsep yang akan digunakan dan yang kedua adalah menentukan dimensi-dimensi atau indikator-indikator perilaku yang hendak diukur. Sedangkan pada perancangan skala sikap dua hal penting tersebut adalah: pertama adalah penentuan dan pembatasan konsepsi dari objek yang akan diukur dan yang kedua adalah penentuan batas objek yang hendak diukur.<br /><br />Berikut ini beberapa metode pengukuran skala sikap yang telah lama di perkenalkan dan digunakan hingga kini :<br /><br />1. Bogardus sosial distance scale<br /><br />Bogardus(1925) mengajukan pengukuran kesenjangan sosial yang dapat menentukan hubungan antara sikap diberbagai jenis ras atau kelompok sebuah bangsa. Berbagai jenis pengukuran dari tekhnik ini akan memeperlihatkan adanya hubungan antara sikap/tingkah laku terhadap berbagai jenis kelompok sosial. Triandis (1964) telah meluaskan arti pekerjaannya dalam bidang ini. Dengan menggunakan analisis factor dia telah menemukan lima dimensi tingkah laku (sikap) terhadap kelas-kelas sosial dalam masyarakat, diantaranya :<br /><br />1. Penghormatan<br /><br />Contoh : mengagumi ide/pandangan seseorang.<br /><br />2. Penerimaan perkawinan, misal : jatu cinta pada seseorang<br /><br />3. Penerimaan terhadap persahabatan, misal : makan bersama<br /><br />4. Kesenjangan sosial, misal : mengasingkan seseorang dari sekitarnya<br /><br />5. Superordinasi, misal : memerintah seseorang<br /><br />2. Thurstone Method Of Equal Appearing Interval<br /><br />Thurstone (1928) mengajukan metode pengukuran sikap ini berbeda dengan pengukuran Bogardus dimana poin-poin pengukuran tidak terlalu diperlukan. Thurstone mencoba untuk mengembangkan sebuah metode yang mana dapat menunjukan secara cepat jumlah perbedaan antara prilaku satu responden dengan responden lainnya. Metode Thurstone membuat sebuah perkiraan penting yaitu pendapat seorang yang pandai tidak akan mempengaruhi nilai-nilai pertanyaan dari pengukuran tersebut. Pendapat ini dapat dibenarkan bila penilai tidak memiliki pandangan yang sangat berbeda akan topic yang bersangkutan, namun bagaimanapun juga jika yang terjadi adalah sebaliknya maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terpengaruh.<br /><br />Jadi metode Thurstone ini berorientasi pada respon dari responden yang ditanyakan. Menurut pandangannya sikap merupakan suatu bentuk atau reaksi perasaan. Maka konsep Thrustone ini berlandaskan kepada perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unvorable) terhadap objek Yang diukur.<br /><br />Dimana Thurstone disini mencoba mengetengahkan skala pengukuran dengan menyatakan :<br /><br /> 1.kategori, peringkat dan jarak yang diukur<br /> 2.dinyatakan dengan angka 1 sampai dengan 5, atau 1 sampai dengan 7<br /> 3.menggunakan konsep jarak yang sama (equality interval) karena skala ini tidak menggunakan angka nol sebagai titik awal perhitungan<br /><br />Contoh :<br /><br />1.Pekerjaan yang saya lakukan mendorong saya untuk kreatif.<br /><br /><br />1<br /><br /><br />2<br /><br /><br />3<br /><br /><br />4<br /><br /><br />5<br /><br />1 = Sangat tidak setuju 2 = Tidak setuju 3 = Netral/Tidak memutuskan<br /><br />4 = Setuju 5 = Sangat setuju<br /><br />Metode Likert’s Of Summated Rating<br /><br />Metode likert dapat dikatakan sebagai yang pertama yang melakukan pendekatan dengan mengukur luas/dalamnya pendapat dari responden bukan hanya dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Dalam metode ini sebagian besar pertanyaan dikumpulkan, namun setiap pertanyaan disusun sedemikian rupa agar bisa dijawab dalam lima tingkatan jawaban pertanyaan/pertanyaan yang diajukan.<br /><br />Secara sederhananya konsep skala likert’s meliputi :<br /><br /> *<br /><br /> Skala likert adalah skala yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidak setujuan terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu.<br /> *<br /><br /> Urutan untuk skala ini umumnya menggunakan lima angka penilaian yaitu<br /><br />(1). Sangat menyetujui<br /><br />(2) setuju<br /><br />(3) Netral (tidak pasti)<br /><br />(4) Tidak setuju<br /><br />(5) Sangat Tidak Setuju.<br /><br /> *<br /><br /> Urutan itu bisa dibalik.<br /> *<br /><br /> Alternatif angka bisa bervariasi dari 3 sampai dengan 9<br /><br />Contoh skala Likert’s :<br /><br />DITEMPAT SAYA BEKERJA, KEPUTUSAN – KEPUTUSAN STRATEGIS SERING DIBUAT OLEH INDIVIDUAL DARIPADA KELOMPOK.<br /><br />(1). Sangat Setuju (SS)<br /><br />(2). Setuju (S)<br /><br />(3). Tidak pasti<br /><br />(4). Tidak Setuju (TS)<br /><br />(5). Sangat Tidak Setuju (STS)<br /><br />Osgood’s Semantic Differential (Skala perbedaan semantic Osgood’s)<br /><br />Dalam penyusunan skala ini, serangkaian kata sifat yang menunjukkan ciri atau karakteristik stimulus atau objek sikap telah dipilih dan ditentukan, maka objek sikap disajikan sebagai stimulus tunggal pada setiap rangkaian, dan diikuti oleh kontinum-kontinum psikologis yang kedua kutubnya berisi kata sifat yang berlawanan tadi (Azwar 1995). bahwa kontinum psikologis pada teknik beda semantik ini dibagi menjadi tujuh bagian yang diberi angka 1 sampai 7, mulai dari kutub unfavorable sampai dengan kutub favorable. Apabila peletakan kutub favorable dan unfavorable itu dibalik, maka peletakan angka skornya pun disesuaikan sehingga perlu dibalik juga.<br /><br />Contoh :<br /><br /> 1 2 3 4 5 6 7 <br /><br /><br /><br />Cara pemberian angka seperti ini adalah cara yang telah disederhanakan yaitu angka 1 berarti adanya arah sikap yang unfavorable dengan intensitas tinggi, sedangkan angka 7 menunjukkan adanya sikap yang favorable dengan intensitas yang tinggi pula. Makin mendekati ke tengah kontinum maka arah sikap makin menjadi kurang jelas dan intensitasnyapun berkurang. Suatu posisi respons yang diletakkan pada angka 4, yang berada di tengah-tengah berarti adanya sikap netral terhadap objek yang bersangkutan bila dikaitkan dengan kata sifat yang berada pada kedua kutub kontinum.<br /><br />Kesimpulan yang di dapat dari skala Osgood ini adalah sebagai berikut :<br /><br /> *Merupakan metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala penilaian tujuh butir yang menyatakan secara verbal dua kutub (bipolar) penilaian yang ekstrim.<br /> *Dua kutub ini bisa berupa baik-buruk, kuat lemah, modern-kuno dan sebagainya.<br /> *Responden diberi ruang semantis untuk merefleksikan seberapa dekat sikap responden terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu diantara dua kutub.<br /> *Metode ini umumnya digunakan untuk penilaian merek dagang, produk, pekerjaan, dan lain-lain.<br /><br />scaling method<br /><br />Salah satu kelemahan dari methode thurstone dan likert adalah perilaku responden yang diukur tidak memiliki arti yang khusus. Guttman mengajukan sebuah metode yang mana setiap nilai jawaban mempunyai arti yang unik. Guttman menggunakan indeks daftar kata-kata unutuk menentukan kesatuan ukuran, dan sebagai konsekuensinya pengukuran Guttman mungkin merupakan yang paling pendek (antara 4s/d10 max points) dan hanya dibatasi topik yang bersangkutan.<br /><br />Topik yang biasa diangkat untuk dijadikan objek sikap dalam pengukuran guttman ini adalah mengenai keadaan politik, aspek kepercayaan/keyakinan (religius), tingkat aktifitas keagamaan, atau derajat etika tingkah laku. Dan didalam prosedur semua item pertanyaan hanya dijawab dengan “ya” atau “tidak”, “setuju” atau “tidak setuju”. Kemudian jawaban yang sudah didapat dikelompokan kedalam sebuah indeks.<br /><br />Skala pengukuran sederhana<br /><br />Secara lebih sederhananya skala pengukuran sikap dapat lebih dimengerti lagi dengan skala-skala pengukuran sikap berikut ini :<br /><br />a. Skala sederhana<br /><br /> *Skala sederhana menggunakan skala nominal misalnya setuju atau tidak setuju, ya atau tidak.<br /> *Skala ini digunakan bila kuesionar penelitian berisi relatif banyak butir pertanyaan, tingkat pendidikan responden rendah atau alasan lain.<br /><br />c. Skala Numeris<br /><br /> *Skala numeris merupakan metode pengukuran yang teridiri dari 5 atau 7 alternatif nomor untuk mengukur sikap responden.<br /> *Skala ini pada prinsipnya sama dengan skala perbedaan semantis, hanya saja langsung diberikan angka.<br /><br />Skala Grafis<br /><br />Metode ini menyatakan penilaian responden terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu dengan titik atau angka tertentu yang terletak didalam gambar atau grafik penilaian.</div>NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-31106549659397946072010-10-19T08:22:00.000-07:002010-10-19T08:24:21.200-07:00Definisi Iklim Komunikasi OrganisasiDefinisi Iklim Komunikasi Organisasi<br />Iklim komunikasi organisasi telah melahirkan beberapa definisi, di antaranya: Menurut Tagiuri, Iklim Komunikasi Organisasi adalah kualitas yang relatif abadi dari lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi tingkah laku mereka serta dapat diuraikan dalam istilah nilai-nilai suatu set karakteristik tertentu dari lingkungan. (Soemirat,Ardianto, Suminar, 1999: p. 69).<br />Payne dan Pugh mendefinisikan organisasi sebagai suatu konsep yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan anggota terhadap suatu sistem sosial. (Soemirat, Ardianto, Suminar,1999: p. 69).<br />Hillreiger dan Slocum mengatakan Iklim Komunikasi Organisasi adalah suatu set atribut organisasi, yang menyebabkan bagaimana berjalannya subsistem organisasi terhadap anggota dan lingkungannya. (Soemirat, Ardianto, Suminar,1999: p. 69).<br />Redding mengatakan iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko; mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas mereka dan menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi; mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota organisasi; secara aktif memberi penyuluhan kepada pra anggota organisasi sehingga mereka dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi keputusan-keputusan dalam organisasi; dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan. (Pace dan Faules, 2002: p.148)<br />Pace and Faules mengatakan iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. (Pace dan Faules, 2002:p. 149). Dennis mendefinisikan iklim komunikasi organisasi sebagai kualitas pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi, yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi. (Soemirat, Ardianto, Suminar,1999:p.69)<br /><br />Untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko; mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas mereka dan menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi; mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota organisasi; secara aktif memberi penyuluhan kepada pra anggota organisasi sehingga mereka dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi keputusan-keputusan dalam organisasi; dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan. Iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi itu penting karena secara tidak langsung iklim komunikasi organisasi dapat mempengaruhi cara hidup orang-orang di dalam sebuah organisasi: kepada siapa orang-orang berbicara, siapa saja yang disukai, bagaimana perasaan masing-masing orang, bagaimana kegiatan kerja berlangsung dan bagaimana perkembangan orang-orang di dalam organisasi (Pace dan Faules, 2002: p. 148). Menurut Redding, yang dikutip oleh Pace dan Faules menyatakan bahwa ”iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif“. (Pace dan Faules, 2002:p.149)<br />Dari sini dapat dilihat bahwa iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi itu perlu untuk diperhatikan agar dapat menciptakan sebuah organisasi yang efektif. Di dalam buku komunikasi organisasi yang ditulis oleh Pace dan Faules menegaskan hal ini dengan mengemukakan bahwa iklim komunikasi tertentu<br /><br />memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu. Keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, untuk mengikatkan diri mereka dengan organisasi, untuk bersikap jujur dalam bekerja, untuk meraih kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, untuk mendukung para rekan dan anggota organisasi lainnya, untuk melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk menawarkan gagasan-gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasinya, semua ini dipengaruhi oleh iklim komunikasi. Iklim yang negatif dapat benar-benar merusak yang dibuat anggota organisasi mengenai bagaimana mereka akan bekerja dan berpartisipasi untuk organisasi. (Pace dan Faules, 2002: p. 155)<br />Iklim komunikasi yang penuh rasa persaudaraan mendorong para anggota organisasi untuk berkomunikasi sercara terbuka, rileks, ramah dengan anggota yang lain. Sedangkan iklim komunikasi yang negatif menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbuka dan penuh rasa persaudaraan. (Arni, 2004: p.84)<br />Jadi, iklim komunikasi memainkan peranan sentral dalam mendorong anggota organisasi untuk mencurahkan usaha kepada pekerjaan mereka dalam organisasi. (Pace dan Faules, 2002: p. 155)<br />Dari sini dapat dikatakan bahwa iklim komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang cukup penting bagi motivasi kerja dan masa kerja pegawai dalam organisasi. Iklim komunikasi yang positif cenderung meningkatkan dan mendukung komitmen pada organisasi dan iklim komunikasi yang kuat seringkali menghasilkan praktik-praktik pengelolaan dan pedoman organisasi yang lebih mendukung (Pace dan Faules, 2002: p. 156). Hal ini didukung pula Soemirat, Ardianto dan Suminar bahwa iklim komunikasi organisasi yang positif tidak hanya menguntungkan organisasi namun juga penting bagi kehidupan manusia-manusia di dalam organisasi tersebut. (Ardianto dan Suminar, 1999:p. 68)<br />Dari uraian di atas mengenai iklim komunikasi organisasi, kita dapat melihat pentingnya peran iklim komunikasi organisasi bagi kehidupan sebuah organisasi. Oleh karena itu iklim komunikasi organisasi merupakan hal penting yang tidak boleh diabaikan, tetapi harus diperhatikan oleh organisasi.<br /><br />2. Perkembangan Iklim Komunikasi di dalam Organisasi<br />Menurut Pace dan Faules, unsur-unsur dasar organisasi (anggota, pekerjaan, praktik-praktik yang berhubungan dengan pengelolaan, struktur dan pedomanan) dipahami secara selektif untuk menciptakan evaluasi dan reaksi yang menunjukkan apakah yang dimaksud oleh setiap unsur dasar tersebut dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bagi kebaikan anggota organisasi.<br />Misalnya, informasi yang cukup merupakan sebuah indikasi untuk para anggota organisasi mengenai seberapa baik unsur-unsur dasar organisasi itu berfungsi bersama-sama untuk menyediakan informasi bagi mereka. (Pace dan Faules, 2002: p. 153)<br />Menurut Pace dan Faules, pemahaman mengenai kecukupan informasi memberikan petunjuk kepada para anggota organisasi mengenai aspek-aspek organisasi yang merupakan salah satu bagian dari iklim komunikasi organisasi.<br />Persepsi atas kondisi-kondisi kerja, penyeliaan, upah, kenaikan pangkat, hubungan dengan rekan-rekan, hukum-hukum dan peraturan organisasi, praktik-praktik pengambilan keputusan, sumber daya yang tersedia dan cara-cara memotivasi kerja anggota organisasi semuanya membentuk suatu badan informasi yang membangun iklim komunikasi organisasi.<br />Unsur-unsur dalam organisasi tidak secara langsung menciptakan iklim komunikasi organisasi, tetapi pengaruhnya terhadap iklim komunikasi organisasi tergantung pada persepsi anggota organisasi mengenai nilai dan hukum dan peraturan tersebut, yaitu apakah hukum dan peraturan harus diabaikan?. Jadi dengan kata lain, unsur-unsur yang terdapat di dalam organisasi tidak secara otomatis menciptakan iklim komunikasi organisasi tetapi tergantung kepada persepsi anggota-anggota organisasi mengenai unsur-unsur organisasi tersebut.<br /><br />3. Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi<br />Adapun dimensi-dimensi iklim komunikasi organisasi menurut Pace dan Faules dalam bukunya Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. (2002: p. 159-160):<br />1. Kepercayaan<br />Personel di semua tingkat harus berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang di dalamnya terdapat kepercayaan, keyakinan dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan. Para pemimpin hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan yang diperlukan antara bawahan dan atasan. (Arni, 2004:p.112)<br />Haney(1973) menemukan bahwa makin tinggi kepercayaan cenderung motivasi kerja makin tinggi. (Arni, 2004:p.174)<br />2. Pembuatan keputusan bersama<br />Para karyawan di semua tingkatan dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi, yang relevan dengan kedudukan mereka. Para pegawai di semua tingkat harus diberi kesempatan<br />berkomunikasi dan berkonsultasi dengan manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.<br />Tetapi umumnya pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila merasa bahwa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas, pesan itu tetap dipegangnya. (Arni,2004:p.111)<br />3. Kejujuran<br />Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi, dan para pegawai mampu mengatakan ”apa yang ada dalam pikiran mereka“ tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat,<br />bawahan, atau atasan.<br />4. Keterbukaan terhadap komunikasi ke bawah<br />Komunikasi ke bawah menunjukan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pemimpin kepada bawahannya. Menurut Lewis(1987) komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.(Arni,2004:p.108)<br />Kecuali untuk keperluan informasi rahasia, anggota organisasi harus relatif mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagian-bagian lainnya, dan yang berhubungan luas dengan perusahaan,<br />organisasinya, para pemimpin dan rencana-rencana.<br />5. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas<br />Yang dimaksud dengan komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepeda tingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan<br />pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan(Arni,2004:p.117)<br />Hambatan dalam Komunikasi ke atas<br />° Kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya.<br />° Perasaan karyawan bahwa pimpinan dan supervisor tidak tertarik kepada masalah mereka.<br />° Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang berkomunikasi ke atas<br />° Perasaan karyawan bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat menerima dan berespon terhadap apa yang dikatakan oleh karyawan. (Arni,2004:p.119)<br />6. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi Personel di semua tingkat dalam organisasi harus menunjukkan suatu komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi-produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah-demikian pula menunjukkan perhatian<br />besar pada anggota organisasi lainnya. Jadi secara singkat, yang termasuk dalam dimensi iklim komunikasi organisasi itu adalah kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan, mendengarkan dalam komunikasi ke atas dan perhatian pada tujuan-tujuan kinerja tinggi.<br /><br />Labels: Komunikasi BisnisNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-43831675775760898312010-05-27T08:09:00.000-07:002010-05-27T08:10:41.061-07:00Pengertian & Teori Ilmu KomnikasikomunikasiDalam upaya memperoleh pemahaman mengenai ilmu dan teori komunikasi, maka di awal pembahasan yang perlu kita pahami bersama adalah pemahaman mengenai apa itu ilmu secara umum. Banyak sekali pengertian yang bisa dikemukakan mengenai ilmu. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pengertian yang mencerminkan indikasi sebuah ilmu.<br />1. ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum. (Nazir, 1988)<br />2. konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)<br />3. pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962)<br />4. ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi (Tan, 1954)<br /><br />Dari empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait.<br /><br />Pengertian ilmu identik dengan dunia ilmiah, karenanya ilmu mengindikasikan tiga ciri:<br />1. ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika.<br />2. ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.<br />3. ilmu harus berlaku umum.<br /><br />PENGERTIAN MENGENAI ILMU KOMUNIKASI<br />Pengertian mengenai ilmu komunikasi, pada dasarnya mempunyai ciri yang sama dengan pengertian ilmu secara umum. Yang membedakan adalah objek kajiannya, di mana perhatian dan telaah difokuskan pada peristiwa-peristiwa komunikasi antar manusia. Mengenai hal itu Berger & Chafee (1987) menyatakan bahwa Ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.<br />Pengertian di atas memberikan tiga pokok pikiran:<br />1. objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia.<br />2. ilmu komunikasi bersifat ilmiah empiris (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk teori-teori) harus berlaku umum.<br />3. ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang.<br />Sehingga secara umum ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang dapat dilakukan secara rasional dan sistematis, serta kebenarannya dapat diuji dan digeneralisasikan.<br /><br />PENGERTIAN MENGENAI TEORI KOMUNIKASI<br />Secara umum istilah teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:<br />- Teori adalah abstraksi dari realitas.<br />- Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan defenisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis.<br />- Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksioma-aksioma dasar yang saling berkaitan.<br />- Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi yang diterima/terbukti secara empiris.<br />Kesimpulan dari teori ilmu komunikasi:<br /><br />Bahwa teori pada dasarnya merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis dan empirik tentang suatu fenomena. Bentuknya merupakan pernyataan-pernyataan yang berupa kesimpulan tentang suatu fenomena.<br /><br />Teori memiliki dua ciri umum:<br />1. semua teori adalah abstraksi tentang sesuatu hal, yang berarti suatu teori bersifat terbatas.<br />2. Semua teori adalah konstruski ciptaan individual manusia. Oleh karena itu sifatnya relatif dalam arti tergantung pada cara pandang sipencipta teori, sifat dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat dan lingkungan sekitarnya.<br /><br />Jadi berdasarkan hal di atas teori komunikasi adalah konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia.<br /><br />PENJELASAN DALAM TEORI<br />Penjelasan dalam teori tidak hanya menyangkut penyebutan nama dan pendefenisian variable-variabel, tetapi juga mengidentifikasikan keberaturan hubungan diantara variable. Menurut Litlejohn (1987), penjelasan dalam teori berdasarkan pada prinsip keperluan (the principle of necessity) yakni suatu penjelasan yang menerangkan variable-variabel apa yang mungkin diperlukan untuk menjelaskan atau menghasilkan sesuatu. Misalnya untuk menghasilkan variable X, mungkin diperlukan variable Y dan Z. selanjutnya dijelaskan pula bahwa prinsip ini terdiri dari 3 macam, yaitu:<br />1. causal necessity (keperluan kausal). Berdasarkan pada azas sebab-akibat. Misalnya karena ada X dan Z maka ada Y.<br />2. practical necessity (keperluan praktis). Mengacu pada hubungan tindakan-konsekuensi. Menurut prinsip ini X dan Z memang bertujuan untuk, atau praktis untuk menghasilkan Y.<br />3. logical necessity (keperluan logis). Prinsip ini berdasarkan asas konsistensi logis. Artinya X dan Z secara konsisten dan logis akan selalu menghasilkan Y.<br /><br />SIFAT & TUJUAN TEORI<br />Menurut Abraham Kaplan (1964) sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melilhat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Karenanya teori yang baik adalah teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Bila sebaliknya, maka teori demikian tergolong teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhi kedua unsure tersebut:<br />1. teori yang sesuai dengan realitas kehidupan<br />2. teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan yang nyata.<br /><br />FUNGSI TEORI<br />Mengenai fungsi teori, secara rinci Littlejohn menyatakan 9 fungsi dari teori:<br />1. mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal. maksudnya bahwa dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukan secara sepotong-sepotong. Kita perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan nyata. Pola-pola dan hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan. Pengetahuan yang diperoleh dari pola atau hubungan itu kemudian disimpulkan. Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar bagi upaya-upaya studi berikutnya.<br />2. memfokuskan. Teori pada dasarnya menjelaskan tentang sesuatu hal, bukan banyak hal.<br />3. menjelaskan. Teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamatinya. Misalnya mampu menjelaskan pola-pola hubungan dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa tertentu.<br />4. pengamatan. Teori tidak sekedar memberi penjelasan, tapi juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengamatinya, berupa konsep-konsep operasional yang akan dijadikan patokan ketika mengamati hal-hal rinci yang berkaitan dengan elaborasi teori.<br />5. membuat predikasi. Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh teori juga tercermin dalam kehidupan di masa sekarang. Fungsi prediksi ini terutama sekali penting bagi bidang-bidang kajian komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.<br />6. fungsi heuristik atau heurisme. Artinya bahwa teori yang baik harus mampu merangsang penelitian selanjutnya. Hal ini dapat terjadi apabila konsep dan penjelasan teori cukup jelas dan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.<br />7. komunikasi. Teori tidak harus menjadi monopoli penciptanya. Teori harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritikan-kritikan, yang memungkinkan untuk menyempurnakan teori. Dengan cara ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan teori akan dapat dilakukan.<br />8. fungsi kontrol yang bersifat normatif. Asumsi-asumsi teori dapat berkembang menjadi nilai-nilai atau norma-norma yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi sebagai sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.<br />9. generatif. Fungsi ini terutama menonjol di kalangan pendukung aliran interpretif dan kritis. Menurut aliran ini, teori juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.<br /><br />PENGEMBANGAN TEORI<br />Proses pengembangan atau pembentukan teori umumnya mengikuti model pendekatan eksperimental yang lazim dipergunakan dalam ilmu pengetahuan alam. Menurut pendekatan ini, biasa disebut Hyphotetif-deductive method, proses pengembangan teori melibatkan empat tahap sebagai berikut:<br />1. developing questions (mengembangkan pertanyaan),<br />2. forming hyphotheses (membentuk hipotesis)<br />3. testing the hyphotheses (menguji hipotesis)<br />4. formulating theory (memformulasikan theory)<br />(lihat bagan siklus empirik )<br />Siklus empiris menunjukan bahwa:<br />1. asumsi-asumsi teori dideduksi menjadi hipotesis. Asumsi disusun berdasarkan suatu teori yang kemudian digunakan sebagai landasan pikir dalam menganalisa suatu fenomena yang menjadi objek pengamatan kita. Hipotesa merupakan asumsi atau dugaan sementara terhadap hal yang diamati yang berupa suatu pernyataan yang terdiri dari sejumlah konsep atau variabel.<br />2. hipotesis dirinci lagi ke dalam konsep-konsep operasional (variabel) yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk pengamatan/observasi. Berdasarkan itu dibuat parameter penelitian dan instrumen penelitian, contohnya quesioner.<br />3. hasil-hasil temuan dari pengamatan yang dilakukan melalui metode dan pengukuran tertentu kemudian dibuat generalisasi yang akhirnya diinduksi menjadi teori.<br />Ada beberapa patokan yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi kesahihan teori:<br />1. cakupan teoritis (theoritical scope). Teori yang dibangun harus memiliki keberlakuan umum. Artinya dapat dijadikan standar untuk mengamati fenomena yang berkaitan dengan teori tersebut.<br />2. kesesuaian (appropriatness). Apakah isi teori sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan teoritis yang diteliti. Artinya landasan pikirnya dapat memberikan cara yang sesuai dan benar untuk menjawab pertanyaan penelitian.<br />3. heuristic. Apakah suatu teori yang dibentuk punya potensi untuk menghasilkan penelitian atau teori-teori lainnya yang berkaitan. Sebagaimana telah dijelaskan diawal suatu teori merupakan hasil konstruksi atau ciptaan manusia, maka suatu teori sangat terbuka untuk diperbaiki.<br />4. validity. Konsistensi internal dan eksternal. Artinya memiliki nilai-nilai objektivitas yang akurat, karena teori merupakan suatu acuan berpikir. Konsistensi internal mempersoalkan apakah konsep dan penjelasan teori konsisten dengan pengamatan, sementara itu konsistensi eksternal mempertanyakan apakah teori yang dibentuk didukung oleh teori-teori lainnya yang telah ada.<br />5. parsimony. Kesederhanaan, artinya teori yang baik adalah teori yang berisikan penjelasan-penjelasan yang sederhana.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-50436572812200957782010-05-25T19:04:00.000-07:002010-05-25T19:05:27.453-07:00KAJIAN KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF MARXISMESalah satu perspektif yang momotret perkembangan masyarakat dan budaya modern secara kritis adalah kajian komunikasi yang bersumber dari ajaran Karl Marx (1818-1883), yang kemudian disebut Marxisme.Dalam perkembangannya, Marxisme diadopsi oleh beberapa kelompok intelektual untuk menganalis masyararakat kapitalis modern. Maka muncullah beberapa perspektif kritis dalam kajian komunikasi, diantaranya; teori ekonomi politik media, mazhab Frankfurt, hegemoni, dan cultural studies. Perspektif tersebut ada yang berada dalam tradisi marxis-materialis yang menekankan faktor ekonomi dan ada juga yang berusaha menjelaskan selubung ideologi (superstruktur) dalam komunikasi.Marxisme –kata ini dipopulerkan Friedrich Engels (1820-1895) rekan Karl Marx– sebenarnya mengandung interpretasi yang sangat luas. Hal ini disebabkan karena Marxisme selain merujuk langsung kepada pemikiran Karl Marx sendiri, juga karena Marxisme pada perkembangannya telah menjadi payung sekaligus identitas bagi sederet dinamika pemikiran kritis yang berada di bawah pengaruh Karl Marx. Menurut Franz Magnis Suseso Marxisme adalah ideologi atau teori tentang ekonomi dan masyarakat yang memuat apa yang dalam perlbagai aliran yang bernaung di bawahnya dianggap sebagai ajaran resmi dan definitif Marx. Maka Marxisme lebih sempit dari ajaran Marx. Dalam catatan Everet M. Rogers, sebagaimana dikutip Stephen W. Littlejohn dalam Theories of Human Communication, pada abad ke-20 ajaran Karl Marx telah memengaruhi hampir semua cabang ilmu sosial, meliputi sosiologi, pilitik, ekonomi, sejarah, filsafat dan termasuk di dalamnya ilmu komunikasi. Pengaruh Marx dalam kajian komunikasi terutama bersumber dari analisisnya mengenai industri kapitalis dimana terjadi pertentangan antara kaum proletar dan buruh. (Littlejohn, 2001:210)Secara teoritits salah satu ajaran Karl Marx menjelaskan relasi antara basis dan superstruktur (base-superstructure) dalam masyarakat. Basis material dari kegiatan manusia menurut Karl Marx yaitu ekonomi atau kerja. Sementara superstruktur kesadarannya berupa ideologi, ilmu, filsafat, hukum, filsafat, plitik, dan seni. Di antara dua entitas tersebut yang dominan dan menentukan adalah basisnya. Maka basislah yang menentukan superstruktur. Dalam bahasa lain, basis sebagai sebuah realitas menentukan kesadaran manusia. Dengan demikian perbedaan cara produksi niscaya menghasilkan perbedaan kesadaran. (Budi Hardiman, 2004: 241).Karl Marx melihat dalam masyarakat kapitalis dimana hak milik atas alat-alat produksi dikuasai oleh beberapa gelintir orang saja (kaum borjuis) terjadi dominasi kaum borjuis atas kaum proletar. Dalam kondisi inilah terjadi penghisapan manusia atas manusia lainnya. Individu-individu yang tertindas itu akhirnya merasakan keterasingan karena tidak memiliki hak milik atas barang. Bahkan menurut Marx individu bukan saja terasing dari lingkungannnya tapi juga dari barang yang diciptakannya. (McLelland, 1977: 78).Mengikuti alur pemikiran di atas, maka jika diandaikan dalam komunikasi dapat digambarkan bahwa media massa sebagai industri informasi yang hanya dikuasai oleh segelintir orang (pengusaha media massa) yang memiliki kepentingan ideologis, mengeksploitasi para pekerja media untuk menghasilkan informasi sesuai dengan ideologi pemiliknya. Maka para pekerja media kemudian akan terasing karena ia tidak memiliki atau hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari industri tersebut. Selanjutnya masyarakat atau komunikan mau tidak mau mengkonsumsi media massa dan mereka hanya menjadi pembaca, pendengar atau penonton yang pasif sehingga ideologi yang dibawa oleh media merasuki masyarakat, dan masyarakat bertindak sesuai dengan apa yang digambarkan atau dicontohkan oleh media massa. Pada titik ini media sebagai realitas menentukan kesadaran masyarakat. Dan kesadaran yang dihasilkan oleh media massa adalah kesadaran palsu (false conciousness).Terkait dengan kajian komunikasi, khususnya kajian media, secara historis, pada zamannya, sebenarnya Marx belum menyaksikan media massa yang pengaruh dan dominasinya begitu kuat seperti yang terjadi pada masyarakat modern. Meski demikian bukanlah mustahil jika melalui teorinya dapat dilakukan penelitian secara kritis terhadap media massa. Dalam perspektif Marxian media massa dipandang sebagai alat produksi yang disesuaikan dengan tipe umum industri kapitalis beserta faktor produksi dan hubungan produksinya. (McQuail, 1987: 63).Media sebagaimana telah dijelaskan di atas, cenderung dimonopoli oleh oleh kelas kapitalis untuk memenuhi kepentingan dan ideologi mereka. Mereka melakukan eksploitasi pekerja budaya dan konsumen secara material demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mempertahankan kedudukannya, mereka melarang adanya ideologi lain yang akan mengganggu kepentingannya. Contoh yang mudah adalah keluar/dikeluarkannya Sandrina Malakiano dari Metro TV karena mengenakan jilbab. Mobilisasi kesadaran semacam itu dihindari oleh kaum kapitalis, karena itu mereka menerapkan kebijakan yang ketat dan terorganisir secara rapi. Dalam kerangka pikir ini, media massa sebagai alat dari kelas yang dominan untuk mempertahankan status quo yang dipegangnya dan sebagai sarana kelas pemilik modal berusaha melipatgandakan modalnya. Media yang cenderung menyebarkan ideologi dari kelas yang berkuasa akan menekan kelas-kelas tertentu. Sebagaimana dikatakan oleh Marx dan Engels :The ideas of the ruling class are in every epoch the ruling ideas, i.e. the class which is the ruling material force of society, is at the same time its ruling intellectual force. The class which has the means of material production at its disposal, has control at the same time over the means of mental production, so that thereby, generally speaking, the ideas who lack the means of mental production aresubject of it (Marx and Engels dalam Storey [ed],1995 : 196).Pandangan yang dijelaskan di atas terkesan mereduksi segala sebab persoalan kepada masalah ekonomi. Pandangan ini sering disebut ekonomisme. Ekonomisme sendiri memang kata kunci yang penting untuk memahami Marxisme ortodoks. Dalam ekonomisme basis ekonomi masyarakatlah yang menentukan segala hal dalam superstruktur kesadaran masyarakat seperti sosial, politik dan kesadaran itelektual. Ekonomisme terkait dengan determinisme teknologi. Marx sering menginterpretasikan bahwa penguasaan terhadap teknologi berarti menguasai ekonomi dan karena itu bisa mendeterminasi kesadaran masyarakat.(DanielChandler, http://www.aber.ac.uk, 1994)Pada perkembangannya pandangan ini mendapat kritik dari Lois Althusser. Marxis Althusserian memandang praktek ideologi dalam media massa relatif otonom dari determinasi ekonomi (lih. Stevenson 1995: 15-16). Menurutnya yang lebih dominant adalah ideologi itu sendiri, bentuk ekspresi, cara penerapan dan mekanisme dijalankannya untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para korban dan membentuk alam pikiran mereka. (McQuail, 1987: 63).Tradisi pemikiran itulah yang akhirnya diambil oleh Struart Hall dan kawan-kawannya dalam kajian kultural studies. Mereka menolak formulasi basis dan superstruktur karena ada dialektika antara realitas sosial dengan kesadaran sosial. (DanielChandler, http://www.aber.ac.uk, 1994) Demikianlah segelintir gagasan tentang perspektif Marxisme dalam kajian komunikasi.<br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />Buku :Hardiman, Budi, Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Noetzsche, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004<br /><br />Hardiman, Budi, Menuju Masyarakat Komunikatif, Kanisius, Yogyakarta, 1993<br /><br />Magnis Suseno, Franz, Pemikiran Karl Marx; dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.McLelland,<br /><br />David, Karl Marx Selected Writings, Oxford University Press, Oxfrod, 1977.<br /><br />Yusuf Lubis, Akhyar, Dekonstruksi Epistemologi Modern; Dari Postmodernisme, Teori Kritis, Poskolonialisme hingga Cultural Studies, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2006.<br /><br />Adorno, T.W dan Max Hokheimer, Dialectic of Enlightment, Allen, Lane, London, 1973.<br /><br />Mc Quail, Dennis, Teori Komunikasi Massa (terj), Penerbit Airlangga, Jakarta, 1986<br /><br />Littlejohn, Stephen W, Theories of Human Communication, 7th Edition. Wadsworth Publising Company, Belmont, 2001.<br />Posted by adi sulhardi at 11:17<br />Senin, 19 Mei 2008<br />IKLAN POLITIK VS MONEY POLITIK<br /><br />indonesia telah berada di era pemilihan langsung yang sangat mengandalkan politik citra dari para kandidat. Pengalaman selama ini menunjukkan dalam arena pertarungan Pilkada ataupun pilpres kalah menangnya seorang kandidat semua bergantung pada pencitraan dirinya di mata publik. Hal serupa dtiunjukkan oleh para kandidat presiden pada Pemilu 2004 yang mana mereka menciptakan budaya politik baru di Indonesia yakni Budaya Politik Populis. Terlihat dari gencarnya iklan politik dari para kandidat di media cetak maupun elektronik. Sehingga jargon-jargon seperti “bersama kita bisa”, menjadi sesuatu yang lazim di tengah masyarakat. Pemasangan Iklan politik di media massa banyak memiliki kelemahan dan kekurangan. Selain tidak banyak mengandung unsur pendidikan politik bagi masyarakat, iklan politik kurang memperhatikan fungsi iklan dalam setiap kegiatan politik. Parahnya lagi Iklan politik kita mengalami consumerisme akibatnya politik citra dalam pemilu 2004 lebih ditentukan oleh (kombinasi, akumulatif): seberapa banyak dana kampanye yang dimiliki & seberapa hebat sebuah tim sukses menyusun pesan-pesan yang emosional yang menjadikannya sebagai selebritas politik (sementara kehebatan mesin-mesin politik/ political machine sudah diprediksi akan tergerus pesona citra individu) akibatnya iklan, poster, lagu dan lain-lain terpasang di mana mana dan relatif (baru) merupakan communication without substance or image over substance mereka lebih merupakan political marketing daripada political communication bahayanya: suka cita janji besar-besar tanpa detail, membuat semua perasaan bergejolak (semua ada, apa pun bisa), ekspektasi menjadi melambung jauh begitu tinggi di tengah politik citra, apalagi dengan jarak yang terasa begitu jauh antara janji-janji nan indah dengan kenyataan kerasnya kehidupan rakyat.<br />Nah jika dilihat dari segi etika komunikasi maka seharusnya sebuah Perhatian utama iklan politik adalah memberi pemilih suatu sudut pandang yang disampaikan oleh partai politik atau seorang kandidat. Namun yang sering terjadi adalah komersialisasi politik tanpa mengindahkan etika politik. Seperti pemanfaatan teknologi untuk memanipulasi diri demi tampilan palsu atau teknik editing (penyuntingan, berupa penambahan atau pengaturan naskah atau pengubahan dan penyusunan kembali suatu adegan untuk menciptakan impresi palsu, dramatisasi visual, penampilan, make-up, warna rambut, kilauan senyum manipulasi teknologis tersebut menghalangi kemampuan informed electorate untuk membuat pilihan rasional.<br /><br />Demokrasi sebagai The Market Places of Idea tereduksi oleh adanya komersialisasi politik berwujud iklan. Bagaimana tidak kesempatan untuk mengemukakan gagasan di dominasi oleh mereka yang memiliki dana yang cukup besar, tak heran pada Pemilu 2004 baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden, hanya mereka yang memiliki dana yang cukup besar untuk membeli durasi iklan di Tv yang dapat muncul sesering mungkin, Sementara mereka yang bermodal cekak hanya bisa gigit jari. Jika melihat penjabaran di atas pertanyaan yang kemudian muncul adalah : apa yang membedakan antara money Politik dan Iklan Politik ? tentu yang membedakannya adalah legalitas di bidang hukum, namun pada tingkat esensi Money politik dan Iklan politik sama saja, yakni penyampaian gagasan ditentukan oleh berapa banyak rupiah di dalam tas koper kita. Survei Nielsen Media Research seperti dikutip pada buku Iklan dan Politik (2008) menunjukkan, selama masa kampanye Pemilu 2004, PDI-P dan Partai Golkar paling banyak beriklan. PDI-P mengeluarkan dana Rp 39,25 miliar untuk satu bulan kampanye, sedangkan Partai Golkar membelanjakan Rp 21,75 miliar. belum lagi dana pembuatan iklan belum termasuk iklan di radio, pemasangan baliho, spanduk, poster dan lain lain. Maka bisa kita bayangkan berapa banyak dana yang harus disiapkan oleh kandidat atau parpol demi memenangkan Pemilu. kebutuhan akan biaya iklan politik yang tidak sedikit ini mau tidak mau memaksa bagi setiap parpol maupun kandidat untuk melakukan upaya ekstra keras untuk memenuhi pundi-pundi mereka demi mendapatkan durasi ataupun ruang pada media elektronik maupun cetak. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan mereka melakukan kolusi dengan para cukong. Maka dengan demikian amat sangat sulit bagi parpol maupun kandidat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang selalu didengungkannya pada saat berkampanye, melainkan yang paling utama adalah dia harus membela kepentingan para cukong tersebut.<br /><br />Pada pemilu 2009 yang tinggal beberapa saat lagi belanja untuk iklan politik diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan belanja iklan politik menjelang Pemilu 2004. Belanja iklan politik ini sudah mulai terlihat dengan munculnya para tokoh untuk memaparkan visi dan misinya, terlepas dari apa pesan yang disampaikannya, namun biaya yang harus dikeluarkannya untuk iklan tersebut tidaklah sedikit . taruhlah dana yang digunakan untuk beriklan tersebut dibelanjakan untuk memperbaiki bangunan sekolah SD, yang kini banyak yang rusak di seluruh Indonesia, dan menewaskan murid-muridnya akibat kejatuhan atap, atau dana tersebut digunakan untuk membeli susu bagi para Balita di Nusa Tenggara Timur maka tak akan ada cerita Balita yang mengalami gizi buruk, atau dana tersebut digunakan untuk memberi bea siswa kepada murid yang tidak mampu maka tak akan ada cerita di mana seorang murid sekolah dasar melakukan bunuh diri karena malu tidak mampu membayar biaya SPP.<br /><br />Sungguh ironis di tengah kondisi kesulitan ekonomi yang dialami oleh sebagian masyarakat kita, di satu sisi ada pihak yang mengatas namakan pembela rakyat miskin, pengayom rakyat miskin, menggunakan uangnya yang nota bene jika penghasilan seluruh orang miskin selama sebulan di Indonesia dikumpulkan, tak akan mampu menandingi biaya yang dikeluarkan untuk politik pencitraan tersebut, maka rakyat mana yang dibelanya ? Meski beriklan di televisi bukanlah sebuah tindakan kriminal. Apalagi uang yang dibelanjakan adalah dana yang legal, Bahkan bagi kalangan pelaku bisnis media akan menjadi rahmat menggembirakan, namun secara etika hal tersebut sangat sulit dibenarkan.<br /><br />penulis adalah :<br />Sekretaris BAPILU Partai Karya Perjuangan<br />Dan saat ini sedang menempuh pendidikan pasca Sarjana<br />di Program Magister Komunikasi Politik Universitas Indonesia<br /><br /><br /><br />Posted by adi sulhardi at 14:17<br />CHAPTER ३ Little John Edisi 8 TRADISI DALAM TEORI ILMU KOMUNIKASI<br /><br /><br />Sebagaimana yang telah dibahas pada chapter 1 little John Edisi 7 bahwa Craig telah membagi bidang kajian dalam tradisi Ilmu komunikasi menjadi tujuh bagian yaitu : (1) Tradisi Semiotika (2) Tradisi Fenomonologi (3) Cybernetic (4)sosialpsicholigical (5) Budaya Sosial (6) aliran kritis dan (7) retorika.<br /><br /><br />Dari semua bidang kajian dari ilmu komunikasi yang disebutkan di atas saling terpaut antara satu dengan yang lainnya । untuk itu ada baiknya penulis mebahas satu persatu dari 7 tradisi dalam bidang kajian ilmu komunikasi yang tersebut di atas :<br />1. TRADISI SEMIOTIKA<br />A. Apa Itu Semiotika<br />Semiotika adalah ilmu tentang tanda। Gambar atau simbol adalah bahasa<br />rupa yang bisa memiliki banyak makna. Suatu gambar bisa memiliki makna tertentu bagi sekelompok orang tertentu, namun bisa juga<br />tidak berarti apa-apa bagi kelompok yang lain. language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini “tanda” memegang peranan sangat penting dalam kehidupan umat manusia Tandatanda yang bersifat verbal adalah obyek-obyek yang dilukiskan, seperti obyek manusia binatang, alam, imajinasi atau hal-hal lain yang bersifat abstrak lainnya टांडा terdapat dimana-mana : ‘kata’ adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya। Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. Charles Sanders Peirce menegaskan bahwa manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda. Tanpa tanda manusia tidak dapat berkomunikasi.<br /><br />बीDasar Pemikiran Tradisi Semiotika<br />Jadi terdapat banyak teori komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi.Simbol merupakan produk budaya suatu masyarakat untuk mengungkapkan ide-ide, makna, dan nilai-nilai yang ada pada diri mereka. Mengkaji aspek ini merupakan aspek yang penting dalam memahami komunikasi.<br />Diantara sekian banyak pakar tentang semiotika ada dua orang yaitu Charles Sanders Peirce dan Ferdinand de Saussure yang dapat dianggap sebagai pemuka-pemuka semiotika modern Kedua tokoh inilah yang memunculkan dua aliran utama semiotika modern<br /><br />C.. Varian Dalam Tradisi Semiotika<br />Semiotika dapat dibagi menajdi 3 area kajian yaitu semantic (bahasa), Sintagmatic dan paradigmatic.<br />C.a. Semantic (bahasa) merujuk pada bagaimana hubungan antara tanda<br />dengan objeknya atau tentang keberadaan dari tanda itu sendiri. Semantic terbagi kepada dua hal yaitu hal tentang apa yang dipikirkan dan hal tentang tanda itu sendiri. Dan mengkorelasikan kedua hal tersebut. Kapan saja ketika muncul pertanyaan dari kita untuk apa tanda itu ada ? kita berada adalah bagian dari dunia kata . sebagai contoh dalam kamus dia menginformasikan kita tentang apa arti dari kata itu atau apa yang dimaksud. Teori ini merupakan pendekatan kaum semiotika ini hanya memperhatikan tanda-tanda yang disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh mereka yang mengirimkannya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima). Para ahli semiotika ini tidak berpegang pada makna primer (denotasi) tanda yang disampaikan, melainkan berusaha untuk mendapatkan makna sekunder (konotasi).<br />C.b. sintagmatic<br />atau kajian tentang hubungan antar tanda . tanda hampir tidak dapat berdiri sendiri. Dia selalu menjadi bagian dari system yang lebih besar. Tanda seperti itu biasanya lebih dikenal sebagai kode. Sebuah kode di organisir berdasarkan aturan , jadi tanda yang berbeda dapat menghasilkan pemikiran yang berbeda pula dan tanda bisa saja diletakkan hanya pada wilayah tertentu saja. Semiotika pada teori ini menganggap bahwa tanda akan dapat dipahami apabila ada hubungannya dengan tanda yang lain.<br /><br />C.c. Paradigmatic<br />pada teori ini tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. mengungkapkan bahwa sebuah komunikasi terjadi apabila terjadi kontak antara adresser (asal) dan adressee (tujuan).Makna yang disampaikan adresser harus berbentuk sebuah kode (code) sehingga adresser harus melakukan encode terhadap makna tersebut agar menjadi kode. Kemudian kode ini akan diterima adresse dengan melakukan decode. Proses coding Konteks budaya menjadi satu acuan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja . Pria berkuda yang memberikan memiliki konotasi kejantanan, kegagahan belum tentu sesuai dengan konteks budaya suatu kelompok masyarakat tertentu.<br /><br />2. TRADISI FENOMENOLOGI<br />A. Apa Itu Fenomenologi<br /><br />Inti tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan tentang khalayak dalam berinteraksi dengan media. Demikian pula bagaimana proses yang berlangsung dalam diri khalayak.. Kajian tentang proses resepti (reception studies) yang berlangsung dalam diri khalayak menjadi penting.Pendekatan etnografi komunikasi menjadi penting diterapkan dalam tradisi ini.<br /><br />B. Dasar Pemikiran Tradisi Fenomenologi<br />Ada tiga prisnsip dasar dari fenomenologi menurut Stanley Deetz yang pertama adalah pengetahuan adalah kesengajaan makasudnya pengetahuan bukanlah didapat dari pengalaman akan tetapi didapat dari bagaimana menjadikan pengalaman tersebut menjadi sebuah pelajaran. Yang kedua berisi potensi dari diri. Yang ketiga adalah bahasa adalah kendaraan dari pikirian.<br /><br />C. Varian dari Tradisi Fenomenologi<br />kajian fenomenologi terbagi menajdi tiga bagian yaitu : (1) fenomenologi Klasik (2) Fenomenologi Persepsi dan (3) Hermenetik fenomnelogi.<br /><br />C.a. Fenomonelogi Klasik<br />dipelopori oleh Edmund Husserl penemu Fenomenologi Modern Husserl percaya kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, tapi kita harus bagaimana pengalaman kita bekerja. Dengan kata lain kesadaran akan pengalaman dari setiap individu adalah jalur yang tepat untuk memahami realitas. Hanya melaui kesadaran dan perhatian maka kebenaran dapat diketahui. Bagaimanapun kita harus mengesampingkan penyimpangan kita. Kita harus mengesampingkan segala pemikiran dan kebiasaan untuk melihat pengalaman lain untuk dapat mengetahui sebuah kenyataan. Pada alur ini dunia hadir dengan sendirinya dalam alam sadar kita. Dalam artian menurut husser kita dapat memaknai suatu pengalaman secara objektif dengan tanpa membawa pemahaman kita sebelumnya terhadap pengalaman itu dalam artian kita harus objektif.<br /><br />C.b. Fenomenologi<br />Persepsi berlawanan dengan Husser yang membatasi fenomenologi pada objektivitas marleu ponty menjelaskan manusia adalah kesatuan dari mental dan fisik yang mengartikan atau mempersepsikan dunia. kita mengetahui berbagai hal hanya melalui hubungan kita ke berbagai hal tersebut. Sebagaimana pada umumnya manusia, kita dipengaruhi oleh dunia akan tetapi kita juga mempengaruhi dunia terhadap pengalaman tersebut.<br />berbagai hal tidak bertahan dan berdiri sendiri terlepas dari bagaimana mereka dikenal. melainkan orang-orang memberi arti kepada berbagai hal di dunia, dan pengalaman fenomenologi adalah suatun hal yang subjective.<br /><br />C.c. Fenomenologi<br />Hermeneutik aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan filosofis yang juga biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu “interpretasi untuk menjadi”. Yang paling utama bagi Heidegger adalah pengalaman tak dapat terjadi dengan memperhatikan dunia. Menurut Heidegger pengalaman sesuatu tak dapat diketahui melalui analisa yang mendalam melainkan pengalaman seseorang yang mana diciptakan dengan penggunaan bahasa dalam keseharian. Apa yang nyata dan apa yang yang sekedar pengalaman melalui penggunaan bahasa.<br /><br />3. TRADISI CYBERNETIC<br />A. Apa Itu Cybernetic<br />Tradisi cybernetic berangkat dari teori sistim yang memandang terdapatnya suatu hubungan yang saling menggantungkan dalam unsur atau komponen yang ada dalam sistim. Hal lain yang penting adalah sistim dipahami sebagai suatu sistim yang bersifat terbuka sehingga perkembangan dan dinamika yang terjadi dilingkungan akan diproses didalam internal sistim.<br />B। Dasar Pemikiran Tradisi Cybernetic<br /><br />Teori informasi berada dalam kontek ini. Demikian pula konsep feedback menjadi penting dalam hal ini. Perkembangannya dapat pula disebut teori-teori yang dikembangkan dari teori informasi .<br />teori ini mengagumkan sangat padu dan konsisten, dan mempunyai suatu dampak yang utama pada banyak bidang, yang mencakup tentang komunikasi. pada sistem banyak berkaitan dengan komputer dan mesin, pikiran manusia dan kehidupan sosial manusia dapat dipahami dengan penggunaan system ini secara baik. Seperti hasilnya Tradisi Cybernetic tidak hanya berimplikasi pada perkembangan teknolig informasi akan tetapi juga pada ilmu sosial dan ilmu komunikasi.<br /><br />C. Varian Tradisi Cybernetic<br />Kita mengenal ada tiga macam Teorin dalam Tradisi Cybernetic yaitu Basic System Theory, General System Theory dan second order Cybernetic.<br /><br />C.a. Basic System Theory : ini adalah fromat dasar , pendekatan ini melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Dengan kata lain kita dapat melihat bagian dari system dan bagaimana mereka saling berhubungan. Kita dapat mengamati secara obyektif mengukur antara bagian dari system dan kita dapat mendeteksi input maupun output dari system. Lebih lanjut mengoperasikan atau memanipulasi system dengan mengganti input dan tanpa keahlian karena semua diproses melalui mesin. sebagai alat bantu bagi bagi para professional seperti system analyst, konusltan manajemen, dan system designer telah membangun sebuah system analisa dan mengembangkannya.<br /><br />C.b. General System Theory teori ini diformulasikan oleh Ludwig Von Bertalanffy seorang biologist. Bertalanffy menggunakan GST sebagai sarana pendekatan multidisiplin kepada ilmu pengetahuan. System ini menggunakan prinsip untuk melihat bagaiaman sesuatu pada banyak bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain. Pembentukan sebuah kosa kata untuk mengkomunikasikan lintas disiplin ilmu.<br />C.c. Second Order Cybernetic dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak dapat melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya dikarenakan pengamat selalu ditautkann dengan system yang menjadi pengamatannya. Melalui perspektif ini kapanpun kita mengamati system ini maka kita akan saling mempengaruhi. Karena hal ini memperlihatkan bagaimana sebuah pengetahuan sebuah produk menjerat antara yang mengetahui dan yang diketahui.<br />4. TRADISI PSIKOLOGI SOSIAL<br />A. Apa Itu Psikologi Sosial<br />Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran behavioral. Psikologi Sosial memberi perhatian akan pentingnya interaksi yang mempengaruhi proses mental dalam diri individu. Aktivitas komunikasi merupakan salah satu fenomena psikologi sosial seperti pengaruh media massa, propaganda, atau komunikasi antar personal lain.<br />B. Dasar Pemikiran Tradisi Psikologi Sosial<br />Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek diri manusia. Proses komunikasi manusia merupakan proses yang berlangsung dalam diri manusia. Selanjutnya dalam komunikasi antar personal juga akan banyak dijelaskan dengan teori-teori dari tradisi psikologi sosial. Misalkan manusia dalam membuat suatu pesan dilatari faktor-faktor tertentu seperti motiv, kebutuhan, dan sebagainya. Demikian pula terlibatnya faktor prasangka, streotip, skema pemikiran, dan sebagainya yang mempengaruhi dalam komunikasi antar personal. Beberapa konsep penting disini dapat disebutkan seperti judgement, prejudice, anxienty, dan sebagainya.<br /><br />d. Varian Tradisi Psikologi Sosial<br />Tradisi Psikologi sosial dapat dibedakan menjadi tiga cabang yaitu : (1) Behavioral (2) Koginitif (3) Bilogikal<br />D.a. Behavioral<br />pada cabang ini kita dapat melihat bagaimana orang<br />bertindak dalam sebuah stuasi komunikasi. Tipikal dari teori ini adalah kepada hubungan apa yang kita katakana dan apa yang kita lakukan.<br /><br />d.b. Koginitif<br />cabang ini cukp banyak digunakan saat ini berpusat pada pola pemikiran cabang ini berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses informasi dengan cara yang arah tingkah laku yang keluar . dengan kata lain apa yang kamu lakukan dalam berkomunikasi tidak hanya tergantung pada stimulus response tapi juga proses mental untuk memaknai suatu informasi.<br /><br />C.c. kemudian biological<br />cabang ini berupaya mempelajari manusia dari sisi Biologikalnya<br /><br />5. TRADISI SOSIAL BUDAYA<br />A. Apa Itu Tradisi Sosial Budaya<br />Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi berlangsung dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan mempengaruhi kebudayaan suatu masyarakat. Konsep kebudayaan yang dirumuskan Clifford Geertz tentu saja menjadi penting. Media massa, atau individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor situasional tertentu.<br /><br />B. Dasar Pemikiran Tradisi Sosial Budaya<br />Pendekatan interaksi simbolik, konstruktivisme merupakan hal yang penting disini. Interaksi simbolik menekankan pada bagaimana manusia aktif melakukan terhadap realitas yang dihadapi. Hal ini dapat membantu menjelaskan dalam proses komunikasi antar personal. Sedangkan konstruktivisme menekankan pada proses pembentukan realitas secara simbolik. Maka komunikasi baik bermedia maupun antar pribadi sesungguhnya dapat dilihat sebagai proses pembentukan realitas.<br /><br />C. Varian Tradisi Sosial Budaya<br />Seperti halnya semua tradisi tradisi sosial budaya memiliki 3 varian yaitu Interaksi symbolic, kontruksionis, dan sosial lingustik.<br /><br />C.a. Interaksi symbolic<br />merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosiologi oleh George Herbert Mead dan ZHerbert Blumer yang menekankan pentingnya pengamatan dalam studi komunikasi sebagai cara untuk dari menyelidiki hubungan sosial. gagasan dasar dari teori ini diadopsi dan ditekuni oleh banyak ilmuwan social dan saat ini disatukan dalam bidang studi kelompok, emosi, diri, politik, dan struktur sosial<br /><br />C.b. Konstruksi Sosial<br />pada cabang ini menginvestigasi bagaimana pengetahuan manusia dikosntruksi melalui interaksi sosial. Identitas dari sesuatu dihasilkan dari bagaimana kita membicarakan suatu objek , bahasa yang digunakan untuk menampung konsep kita dengan cara di mana group sosial berorientasi pada pengalaman mereka.<br /><br />C.c. Sosial Linguistik<br />Ludwig Wittgenstein seorang filosof Jerman memulai perkerjaan ini dengan mengusulkan bahwa arti dari bahasa tergantung pada penggunaannya. bahasa, yang digunakan dalam hidup sehari hari., bahasa adalah suatu permainan sebab orang-orang mengikuti aturan untuk berbuat berbagai hal dengan bahasa.<br /><br />6. TRADISI KRITIS<br />A. Apa Itu Tradisi Kritis<br />Tradisi ini tampak kental dengan pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Komunikasi diharapkan berperan dalam proses transformasi masyarakat yang lemah.<br /><br />B. Dasar Pemikiran Tradisi Kritis<br />Tradisi ini berangkat dari asumi teori-teori kritis yang memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Proses komunikasi dilihat dari sudut kritis.Bahwa komunikasi disatu sisi telah ditandai dengan proses dominasi oleh kelompok yang kuat atas kelompok masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktifitas komunikasi mestinya menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok masyarakat yang lemah. Bahwa paradigma ini disatu sisi tergolong positivistik karena bersifat empiris mengenai realitas yang tersusun atas kelompok berkuasa dan kelompok yang dikuasai. Pada sisi lain, paradigma kritis tidak bersifat objektif sebagaimana prasyarat dalam paradigma positivistik. Paradigma kritis sedari awal melakukan keberpihakan terhadap kalangan yang dikuasai. Ini yang disebut ilmuwan tidak hanya menjadi pengamat tetapi juga terlibat dalam melakukan emansipasi terhadap kalangan yang lemah itu.<br /><br />C. Varian Tradisi Kritis<br />Tradisi Kritis diawali oleh friedich engels dan karl marx . marxisme merupakan peletak dasar dari tradisi kritis ini . Marx mengajarkan bahwa ekonomi merupakan dasar dari segala struktur sosial. Dan menganggap kapitalis merupakan penindasan terhadap buruh dan kelas pekerja. Maka dari itu theory marx disebut sebagai kritik dari politik dan ekonomi.<br /><br />C.a. Kritik Politik ekonomi pandangan ini merupakan revisi terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan realitas kedalam dua kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas berdasarkan kepentingan ekonomi. Sebaliknya, mereka yang mencoba tetap<br />menggunakan asumsi Marxist namun memandang bahwa dalam realitas sosial yang komplek sesungguhnya terjadi pertarungan ideologi.<br /><br />C.b. aliran Frankfurt mengarah kepada filosof jerman, sosiologis, dan pakar<br />ekonomi. Frankfurt school merupakan yang mulai memeprkenalkan tradisi kritis dalam ilmu sosial. Aliran ini memperkenalkan bahwa aliran kritis . dalam rangka mempromosikan suatu filosofi sosial teori kritis mampu menawarkan suatu interkoneksi dan pengujian yang menyeluruh perubahan bentuk dari masyarakat, kultur ekonomi, dan kesadaran.<br /><br />C.c. Posmodernisme merupakan masa setelah modernisme. Ditandai dengan<br />sifat relativitas, tidak ada standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral (grand narative). Menghargai hal-hal yang lokal, keunikan, dan semacamnya.<br /><br />C.d. Cultural studies suatu ideologi yang mendominasi suatu kultur tetapi<br />memusatkan pada perubahan sosial dari tempat yang menguntungkan dari kultur itu sendiri.<br /><br />C.e. Post strukturalis yakni pandangan yang memandang realitas merupakan sesuatu yang komplek dan selalu dalam proses sedang menjadi. Realitas tidak sebagaimana pandangan kalangan strukturalis yang melihat sudah bersifat teratur, tertata, dan terstruktur. Realitas merupakan suatu proses pembentukan yang berlangsung terus menerus dengan melibatkan banyak kalangan dengan identitas masing-masing. Yang menonjol adalah terdapatnya proses artikulasi dari masing-masing kalangan.<br /><br />C.f. Post Colonial mengacu pada semua kultur yang dipengaruhi oleh proses<br />imperial dari masa penjajahan sampai saat ini.<br /><br />7. Tradisi Retorika<br />A. Apa Itu Tradisi Retorika<br />Tradisi retorika memberi perhatian pada aspek proses pembuatan pesan atau simbol. Prinsip utama disini adalah bagaimana menggunakan simbol yang tepat dalam menyampaikan maksud.<br /><br />B। Dasar Pemikiran retorika<br /><br />Tradisi retorika berpusat pada lima pengaturan atau lebih dikenal dengan five canon of rhetoric yang mencakup Penemuan, pengaturan gaya, penyerahan dan memori.<br />Penemuan yang dimaksud di sini adalah mengacu pada konsepsi pada konsepsiluasisasi sebuah proses melalui pemaknaan pada data melalui interprestasi, pada sebuah pengakuan dari sebuah fakta yang tidak dapat dengan mudah kita hadirkan tapi kita menginterpretasikan sesuai khalayak yang kita hadapi dalam artian kita menyesuaikan apa yang kita bicarakan sesuai dengan khalayak yang kita hadapi.<br />Pengaturan adalah sebuah proses untuk mengatur symbol-symbol mengatur penyampaian dalam hubungannya dengan orang, dengan melibatkan konteks dan symbol. Gaya sangat diutamakan dalam teori ini.<br />Penyerahan Tradisi menjadikan symbol sebagai sarana untuk mempengaruhi mencakup pemilihan bahasa nonverbal dalam berbicara, menulis, atau menyampaikan suatu pesan.<br />Pengingatan tidak lagi pada pengingatan yang sederhana dalam berbicara tetapi pengingatan keseluruhan merupakan cara jitu dalam mempengaruhi dan memproses suatau informasi.<br /><br />C. Varian Tradisi Semiotika<br />Retorika diartikan berbeda pada setiap zaman kita mengenal ada tujuh masa perkembangan dari retorika yaitu, klasik, abad pertengahan, masa renaissance, penerangan , kontemporer dan post modern.<br /><br />C.a. Era Klasik didominasi oleh aliran seni dalam berbicara kaum sophist<br />sebagai pelopor aliran ini berkeliling mengajarkan retorika tentang bagaimana berargumen dan memenangkan sebuah kasus pada masa awal di mana retorika baru diperkenalkan. Plato sangat tidak menyukai aliran sophist ini dan menjuluki kaum sophis ini karena mereka berorientasi bagaimana menang dalam berdebat karena menurut plato yang nota bene beraliran filosof bahwa retorika digunakan untuk alat berdialog untuk mencapai kebenaran yang absolute.<br /><br />C.b. Abad Pertengahan study tentang retorika berfokus pada pengaturan<br />gaya . namun retorika pada abad pertengahan dicela sebab dianggap sebagai ilmu kaum penyembah berhala dan tidak perlu dipelajari sebab agama Kristen dapat memperlihatkan kebenarannya dengan sendiri. Pada abad ini bisa dikata sebagai the end of retorika. Sebelum agustine seorang guru retorika mengatakan dalam buku doktrin Kristen bahwa retorika dibutuhkan bagi seorang pendeta untuk dapat menerangkan retorika dan menyenangkan umatnya.<br /><br />C.c. Renaissance masa ini dianggap sebagai kelahiran kembali retorika<br />sebagai suatu seni. Para sarjana humanis member perhatian dan concern pada semua aspek untuk kemanusiaan, penelitian kembali text-text retorika klasik dalam rangka memahami manusia.<br /><br />C.d. Abad Pencerahan selama masa ini para pemikir seperti Rene Descartes<br />dalam rangka menentukan apa yang bisa disebut sebagai suatu yang absolute dan objective pada pikiran manusia। Francis Bacon mengatakan retorika menggerakkan imajinasi pada pergerakan yang lebih baik. Logika atau pengetahuan merupakan bagian dari bahasa , dan retorika menjadi sarana untuk mengetahui suatu atau menyampaikan suatu kebenaran. Hal ini menjadikan retorika kembali menjadi citra yang baik seperti saat ini.<br /><br /><br />C।c. Pada masa Retorika kontemporer diringi dengan tumbuhnya minat retorika seperti jumlah dan macam symbol meningkat. Apalagi dengan kehadiran media massa maka penyampaian pesan disampaiakn secara visual dan verbal.<br /><br />C.e. Retorika Postmodern tidak lagi berpaku pada gaya retorika yang dikembangkan oleh barat dia menyesuaikan retorika sesuai dengan budaya tempat di mana pesan disampaikan. Aliran ini merupakan alternative yang dimulai dari asumsi yang berbeda, nilai nilai acuan yang berbeda, untuk menghasilkan suatu retorika yang berbeda pula.<br />Posted by adi sulhardi at 08:32<br />Jumat, 16 Mei 2008<br />KERANGKA AKUNTABILITAS MEDIA<br /><br />Kerangka Akuntabilitas Media merupakan tindakan menangani dugaan-dugaan, mengemukakan tanggung-jawab dan bagaimana tuntutan-tuntutan diekspresikan. Kerangka juga memberikan indikasi untuk menyeleksi klaim-klaim yang layak diselesaikan / ditangani. Banyaknya jenis klaim yang potensial terjadi terhadap publikasi media kemudian mengkondisikan sejumlah alternatif pendekatan dalam menerapkan kerangka akuntabilitas media menurut Dennis Mc. Quail’s:<br /><br />Law & Regulation<br /><br />Regulasi formal membangun dan menentukan struktur perusahaan media (elektronik & cetak) yang jelas agar efektif menjalankan fungsinya dengan baik. Keunggulan menggunakan alternatif ini adalah ; Pertama, media mempunyai kekuatan hukum yang jelas dalam menghadapi klaim, karena di ‘back up‘ oleh regulasi, hukum, dan kebijakan yang kuat. Kedua, juga terdapat kontrol yang demokratis melalui sistem politik, yang menyudahi dan menjadi alat memeriksa penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, kejelasan ruang lingkup regulasi yang membatasi dan menghindari penyimpangan kebebasan.<br /><br />Kendala dari menggunakan alternatif pendekatan Law & Regulation; Pertama, rentan konflik, terutama antara itikad menjaga kebebasan berekspresi dan membuat akuntabilitas media. Kekuatiran terhadap sanksi hukum/regulasi berjalan seiring sensor internal meskipun hal ini tidak dibenarkan. Kedua, lebih mudah diterapkan dalam struktur daripada dalam conten ketika definisi sulit dibentuk dan munculnya kebebasan berekspresi. Ketiga, umumnya menguntungkan pihak berkuasa dan pemodal. Keempat, hukum dan regulasi selalu sulit untuk ditegakkan, sulit memprediksi efek jangka panjangnya serta sulit dirubah jika sudah ‘out of the<br /><br />The Market Frame<br /><br />Adalah penjelasan singkat dari sistem Suply dan Demand. Media memberikan publikasi berdasarkan apa yang sedang diminati oleh publik. Publik bebas memilih dan pilihan mereka memberikan ‘sign’ atau pertimbangan-pertimbangan bagi media dengan tujuan efisiensi. Keunggulan dari market frame, Media dituntut untuk kreatif dan peka terhadap kepentingan publik. Kendala dari menggunakan alternatif market frame ; Pertama, media mempunyai otoritas melakukan sistem regulasi sendiri, yang sangat memungkinkan komersialisasi media. Kedua, sangat potensial memunculkan monopoli media, golongan dengan power/finansial yang kuat akan semakin berpeluang menguasai pasar.<br /><br />The Frame of Public Responsibility<br /><br />Karena media merupakan sebuah intitusi sosial maka media seharusnya bertugas menjaga hubungan langsung dengan publik. Dalam hal ini media berperan sebagai wadah penyaluran aspirasi masyarakat. Selain itu, Organisasi media juga merupakan intitusi sosial tempat bertemunya banyak komitmen profesional (baik secara sukarela maupun sebaliknya) yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama perusahaan, memperoleh keuntungan dalam bisnis media. Keunggulan dari alternatif ini; Pertama, memberi kesempatan kepada publik untuk menyuarakan aspirasi secara langsung sehingga publikasi akan lebih demokratis dan objektif. Kedua, membuka peluang kerja. Kendalanya adalah, banyak media yang menolak statusnya sebagai ‘wakil’ masyarakat dengan mengatasnamakan kebebasan media.<br /><br />The Frame of Profesional Responsibility<br /><br />Akuntabilitas yang muncul dari kebutuhan adanya ‘self-respect’ dan kode etik dikalangan professional media. Yang kemudian kebutuhan pembuatan standar kinerja yang baik diantara kalangan professional tersebut. Standar tersebut termasuk prosedur untuk mendengarkan dan menilai sebuah tuntutan dan keluhan terhadap suatu kegiatan/publikasi media. Umumnya berurusan dengan potensi kerugian/bahaya yang muncul dari aktifitas media terhadap individu/kelompok masyarakat tertentu. Profesionalisme dalam media seringkali didukung oleh pemerintah, lembaga publik lainnya serta pengembangan pendidikan/pelatihan media.<br /><br />Keunggulannya, akuntabilitas media dapat bekerja dengan baik menginggat pekerja media akan dipandu dan dapat bekerja dengan tanggung-jawab professional. Pendekatan ini mengakomidir unsur kerelaan kaum professional maupun unsur kepentingan perusahaan media. Sehingga tidak bersifat koersif dan menyemangati pengembangan kompetensi / kepribadian individu professional. Kendalanya, profesionalisme sulit berkembang karena pada umumnya pekerja media mempunyai sedikit otonomi dalam manajemen media. Pengambilan kebijakan publikasi media secara signifikan masih belum bisa dipengaruhi oleh profesionalisme, tetapi lebih didominasi oleh pemilik media.<br />Posted by adi sulhardi at 11:43<br />JURGEN HABERMAS DAN FRANKFURT SCHOLL<br /><br /><br />Kemunculan mazhab Frankfurt bisa diteropong dari realitas masa ketika sains mulai menakutkan dalam kehidupan manusia. Bagi mazhab Frankfurt, logos telah mengubah wataknya dari protagonis ke antagonis. Senjata nuklir menjadi mitos baru yang menakutkan. Dengan teori kritiknya, mazhab Frankfurt, melakukan pertautan teori dengan praksis sosial manusia. Pengetahuan manusia dan ekistensinya merupakan hal yang tak terpisah pada realitas eksistensi eksternal. Antara pengetahuan manusia dengan segala motif yang menyertainya merupakan konsekuensi logis yang mustahil terberi. Problem motivasi apa yang ada pada pengetahuan setiap manusia, itulah yang mestinya dicurigai, sebab perdebatan apakah pengetahuan itu bebas nilai atau tidak, merupakan perdebatan yang menghabiskan waktu.<br /><br />Adalah Jurgen Habermas, salah seorang tokoh terkemuka Mazhab Frankfurt, yang kemudian mencoba meretas kebuntuan teori kritis pendahulunya. Dari sejumlah penelitian dan perhatiannya terhadap komunikasi, ia kemudian menemukan solusi atas kesalahan pendahulunya dalam menggagas teori kritik masyarakat. Karenanya, ia dikenal sebagai pembaharu teori kritis. Sebab ia tidak sekedar merefleksikan kesalahan epistemologis pendahulunya yang mengantarkan mereka ke jalan buntu dalam bentuk penilaian. Malah Habermas, menyuburkan kembali khasanah teori kritis dengan sebuah paradigma baru. Rasio instrumental yang menjadi bagian dari teori kritis mashab Frankfurt, digesernya ke dalam apa yang ia sebut sebagai rasio komunikatif.<br /><br />Habermas, memusatkan diri pada pengembangan piranti teori komunikasi dengan mengintegrasikan linguistic-analysis dalam teori kritisnya. Teori kritis Habermas kemudian diperkenalkan dengan nama The Theory of Communicative Action. Teori Tindakan Komunikatif yang di gagasnya, menandai usaha brilian untuk mendialogkan teori kritisnya dengan tradisi-tradisi besar ilmu-ilmu sosial modern.Dasarnya adalah distingsi tentang praksis. Praksis tidak hanya dipahami sebagai arbeit melainkan juga sebagai komunikasi. Praksis, dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukkan alam dengan kerja, melainkan juga dalam interaksi intersubjektif dengan bahasa keseharian. Praksis merupakan konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis. Praksis bukanlah tingkah-laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Praksis merupakan hal yang tak terpisahkan dengan teori. Sehingga pembahasan praksis dalam teori Habermas, merupakan upaya untuk mempertautkan teori dengan praktik yang telah dipisahkan oleh bangunan positivistik atas nama pemurnian pengetahuan, paham kebebasan nilai ilmu-ilmu sosial, sebagai efek dari duel peradaban anatar logos dan mitos. Ruh dari teori tindakan komunikatif Habermas, merupakan cita suci pencapaian konsesnsus melalui komunikasi bebas dominatif, di mana pelaku komunikasi berada pada ruang subyek dan memposisikan apa yang dikomunikasikan sebagai obyek. Pelaku komunikasi mesti berada pada titik kesetaraan sebagai hal yang niscaya, sebab makna sebuah teks mesti dipahami tanpa paksaan.<br /><br />Bagi Habermas, teori Kritis merupakan suatu metodologi yang berdiri pada ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Teori Kritis hendak menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi yang bersifat transendental yang melampaui data empiris. Dengan demikian, Teori Kritis merupakan dialektika antara pengetahuan yang bersifat transendental dan yang bersifat empiris. Ini sekaligus sebagai penegasan tentang negasi ahistoritas ilmu pengetahuan yang dilancarkan saintisme atau positivisme sebagai serangan terhadap teori kritis. Sebab ilmu pengetahuan yang dipahaminya tidak menafikkan data pengalaman empiris. Teori kritis bermaksud membebaskan pengetahuan manuisa, bila terjatuh dan membeku pada salah satu ranah, entah transendental ataukah empirisme. Sebuah refleksi diri, ideologiekritik. Sebuah kritik ideologi.<br /><br />Meskipun istilah wacana (discourse) sering dianggap sebagai sesuatu yang sederhana namun pada kenyataannya istilah ini cukup kompleks. Wacana (diskursus) merupakan wilayah kajian bahasa namun ia juga berkaitan langsung dengan praktek sosial dan kehidupan sehari-hari. Dalam konteks bahasa, wacana didefenisikan sebagai cara tertentu dalam berbicara, menulis dan berpikir. Wacana adalah cara tertentu dalam menggunakan bahasa. Akan tetapi, wacana tidak hanya merupakan cara berbahasa, namun lebih penting lagi, ia berkaitan secara langsung dengan praktek berbahasa tersebut, dan relasi sosial dibelakang praktek tersebut. Sebagai satu bentuk praktek, wacana berkaitan dengan ‘sejarah’ dan ‘waktu’. Wacana berkaitan dengan penggunaan bahasa di dalam zaman, waktu dan tempat tertentu. Sebagai salah satu konsep penting dalam filsafat ‘post-strukturalisme’, wacana melihat pentingnya kajian tentang ‘sejarah’ dan ‘waktu’ di dalam perbincangan tentang bahasa prakteknya. Ini bertentangan dengan pandangan strukturalisme yang justru menolaknya karena mementingkan ‘struktur’ yang melampaui kawasan sejarah.<br />Posted by adi sulhardi at 11:32<br />Jumat, 09 Mei 2008<br />TRADISI KRITIS DALAM COMMUNICATOR<br />Review Liitle John Edisi 8<br /><br />Teori politik identitas memiliki kesamaan dengan cara pandang kritikal tentang identitas dan memiliki implikasi penting bagi komunikator. Teori identitas berawal dari berbagai gerakan sosial yang berkembang di amerika serikat pada tahun 1960-an, seperti, hak-hak sipil, black power/ hak-hak kulit hitam, gerakan perempuan dan gerakan gay dan lebian.<br /><br />Secara umum gerakan-gerakan ini memiliki beberapa kategori identitas :<br /><br />1. Para anggota dari kategori identitas membagi analisa yang sama terhadap<br /><br />tekanan bersama mereka<br /><br />2. Tekanan bersama menggantikan semua kategori identitas yang lain<br /><br />3. Anggota-anggota kelompok identitas selalu saling bersekutu.<br /><br />Hal ini menimbulkan asumsi tentang bagaimana individu-individu yang terlibat dalam gerakan-gerakan ini melakukannya berdasar atas bagaimana mereka membangun identitas mereka. Inti dari asumsi ini adalah konsep identitas itu stabil, utuh, kategori kejelasan diri yang luas berbasis pada penanda seperti : sex, ras dan kelas – dimensi-dimensi tersebut bersifat individual.<br /><br />Dugaan bahwa identitas itu tetap dan stabil telah membawa teori-teori ini untuk menekankan pada keberbedaan. Tidak ada karakter yang esensial untuk mendefinisikan semua wanita atau semua pria atau semua orang asia atau semua orang latin. Ide tentang keberbedaan baru muncul ketika penanda-penanda identitas dapat mengkarakterisasikan ciri apa yang dibawa oleh seseorang tersebut. Terdapat tiga teori yang memudahkan kita dalam melihat tradisi ini.<br /><br />Teori Sudut Pandang<br /><br />Sandra Harding dan Patricia Hill Collins yang merumuskan teori ini dalam ilmu sosial. Julia Wood dan Marsha Stanback Houston yang memasukan teori ini ke dalam disiplin ilmu komunikasi. Teori ini fokus pada bagaimana keadaan kehidupan pribadi seseorang dapat mempengaruhi orang tersebut dalam memahami dan membangun dunia kemasyarakatannya.<br /><br />Untuk memahami pengalaman-pengaman tersebut bukan dimulai dari kondisi sosial, harapan peran, atau definisi gender tetapi dari perbedaan cara masing-masing orang membangun kondisi-kondisi tersebut dan pengalaman-pengalaman mereka dengan kesemuanya itu.<br /><br />Yang juga penting dalam teori ini adalah the notion of layered understanding / dugaan terhadap pemahaman berlapis. Maksudnya adalah kita memiliki identitas beragam yang tumpang tindih pada cara pandang kita yang unik, termasuk didalamnya interaksi ras, kelas, gender dan seksualitas dalam berbagai segi identitas. Pakar feminisme, Gloria Anzaldua memberikan contoh tentang identitas berlapis dirinya sendiri : feminis lesbian dunia ketiga dengan kecenderungan marksis dan mistis.<br /><br />Teori ini juga memperkenalkan tentang element of power to the issue of identity. Keterpinggiran atau keterkuasaan seseorang dilihat dari sudut pandang kekuasaan. Novel dari Nadine Gordimer, July’s People, adalah contoh yang baik menggambarkan keadaan ini. Juli seorang pembantu dari keluarga kulit putih di afrika selatan membawa keluarga majikannya ke kampung halamannya ketika revolusi meletus. Untuk pertama kalinya keluarga itu baru memahami tentang siapa pembantu mereka itu dan bagaimana mereka sangat tergantung kepadanya pada saat-saat seperti itu.<br /><br />Marsha Houston, mengembangkan sudut pandang epistemology dari perspektif feminis afro-amerika. Dia mengartikulasikan kesulitan-kesulitan dalam dialog diantara wanita kulit hitam dan putih, memberikan perbedaan-perbedaan epistemology dalam pengalaman hidup masing-masing. Dia juga menjelaskan budaya resisten adalah ciri dari kehidupan wanita kulit hitam.<br /><br />Identitas sesuatu yang terbangun dan tertampilkan<br /><br />Untuk memahami identitas sebagai sebuah kategori yang berisi identitas-identitas yang berhubungan, teori harus berada dibawah label politik identitas hari ini yang memiliki perhatian pada konstruksi dan tampilan dari kategori identitas.<br /><br />Berdasar itu tidak ada identitas yang eksis diluar dari konstruksi sosial dari kebudayaan yang lebih besar. Kita mendapatkan identitas kita dalam bagian besar dari konstuksi yang mencakup bentuk identitas dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagiannya, seperti : keluarga, komunitas, kelompok kebudayaan, dan ideologi dominan yang ada.<br /><br />Jadi isu-isu : gender, kelas, ras dan seksualitas selalu terwujudkan dalam perlawanan mereka terhadap identitas-identias tersebut. Identitas kita selalu dalam proses menjadi, tidak pernah selesai, sebagai tanggapan kita pada konteks dan situasi disekitar kita.<br /><br />Contohnya Barbara Ponse menjelaskan, tahap-tahap dalam perkembangan identitas lesbian sebagai kerja identitas. Shan Phelan, sebuah proyek bukan sekedar peristiwa. Gender Trouble dari Judith Butler, sebuah contoh yang yang bagus dalam kajian identitas dan sangat berpengaruh.<br /><br />Teori Queer<br /><br />Karya Butler tidak hanya berpengaruh pada teori identitas tetapi juga pada teori queer. Teori ini tidak hanya menyangkut gender (maskulin / feminin) tetapi juga sex (male / female). Menurut Butler : Gender ought not to be construed as a stable identity or locus of agency from wich various acts follow. Rather, gender is an identity tenuously constituted in time, instituted in an exterior space through a stylized repetition of acts.<br /><br />Teori queer tertarik mengkaji kombinasi dari berbagai kemungkinan dari tampilan gender. Kajian Queer adalah tentang proses, yang berfokus pada gerakan yang melampaui ide, ekspresi, hubungan, tempat dan keinginan yang menginovasi berbagai perbedaan cara penjelmaan di dunia. Para pakar Queer melihat implikasi kekuatan sosial dari mengadopsi model queer sebagai kerangka kerja dalam mempelajari isu-isu gender, seksualitas dan politik identitas. Michael Jackson, menjadi ikon menarik untuk dikaji.<br /><br />Mereka bertujuan merubah cara pandang masyarakat terhadapisu-isu tersebut. Teori Queer selalu memiliki agenda politik untuk melakukan perubahan sosial. Point of resistance menjadi problematika terus menerus yang timbul. Bagi banyak aktivis, istilah Queer adalah label yang dilekatkan bersama untuk lesbian, gay, bisexual dan transgender, dalam politik misalnya penyatuan isu-isu tersebut menjadi penting. Queers menjunjung segala cara yang digunakan dalam mengekspresikan sex dari semua kemungkinan, jarak, tumpang tindih, perselisihan dan resonansi, kehilangan dan kelebihan dari makna itu sendiri. Teori Queer merupakan contoh terbaik dari postmodernisme.<br />Posted by adi sulhardi at 09:03 Links to this post<br />7 TRADISI DALAM TEORI ILMU KOMUNIKASI<br />Robert Craig mencoba menyebut adanya tujuh tradisi dalam kajian komunikasi<br /><br />yaitu semiotik, fenomenologi cybernetik, psikologi sosial, , sosial budaya, kritis,dan retorika<br /><br />1. Tradisi Semiotik<br /><br />Dalam Littlejohn disebut secara lebih rinci landasan teoritis dari kalangan ahli linguistik seperti Ferdinand de Saussure, Charles S. Pearce, Noam Chomsky, Benjamin Whorlf, Roland Barthes, dan lainnya. Mencoba membahas tentang hakekat simbol. Jadi terdapat banyak teori komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi.Simbol merupakan produk budaya suatu masyarakat untuk mengungkapkan ide-ide, makna, dan nilai-nilai yang ada pada diri mereka. Mengkaji aspek ini merupakan aspek yang penting dalam memahami komunikasi.Teori-teori komunikasi yang berangkat dari tradisi semiotik menjadi bagian yang penting untuk menjadi perhatian. Analisis-analisis tentang iklan, novel, sinetron, film, lirik lagu, video klip, fotografi, dan semacamnya menjadi penting.<br /><br />Tradisi Semiotika itu sendiri terbagi atas tiga Varian yaitu Semantic (bahasa) merujuk pada bagaimana hubungan antara tanda dengan objeknya atau tentang keberadaan dari tanda itu sendiri. sintagmatic atau kajian tentang hubungan antar tanda . tanda hampir tidak dapat berdiri sendiri. Dan yang terakhir paradigmatic yang melihat bagaiman sebuah tanda membedakan antara satu manusia dengan yang lain atau sebuah tanda bisa saja dimaknai berbeda oleh masing masing orang sesuai dengan latar belakang budayanya.<br /><br />2. Tradisi Fenomenologi<br /><br />Inti tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan tentang khalayak dalam berinteraksi dengan media. Demikian pula bagaimana proses yang berlangsung dalam diri khalayak. Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Ien Ang, dan sebagainya. Kajian tentang proses resepti (reception studies) yang berlangsung dalam diri<br /><br />khalayak menjadi penting. Maka proses resepsi sangat ditentukan oleh factor nilai-nilai yang hidup dalam diri khalayak tersebut. Pendekatan etnografi komunikasi menjadi penting diterapkan dalam tradisi ini.<br /><br />Adapun Varian dari tradisi Fenomonologi ini adalah Fenomonelogi Klasik dipelopori oleh Edmund Husserl penemu Fenomenologi Modern Husserl percaya kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, tapi kita harus bagaimana pengalaman kita bekerja. Dengan kata lain kesadaran akan pengalaman dari setiap individu. kemudian Fenomenologi Persepsi berlawanan dengan Husser yang membatasi fenomenologi pada objektivitas dan yang terakhir adalah Fenomenologi Hermeneutik aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan filosofis yang juga biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu “interpretasi untuk menjadi”.<br /><br />3. Tradisi Cybernetik<br /><br />Tradisi ini berkaitan dengan proses pembuatan keputusan. Tradisi cybernetik<br /><br />berangkat dari teori sistim yang memandang terdapatnya suatu hubungan yang saling menggantungkan dalam unsur atau komponen yang ada dalam sistim. Hal lain yang penting adalah sistim dipahami sebagai suatu sistim yang bersifat terbuka sehingga perkembangan dan dinamika yang terjadi dilingkungan akan diproses didalam internal sistim. proses resepsi terhadap pesan yang berlangsung dalam diri khalayak. Beberapa figur penting disini adalah Wiener, Shannon-Weaver, Charles Berger, Guddykunts, Karl Deutch, dan sebagainya.<br /><br />Adapun varian dari Tradisi Cybernetic ini adalah : Basic System Theory, ini adalah fromat dasar , pendekatan ini melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Yang kedua adalah General System Theory System ini menggunakan prinsip untuk melihat bagaiaman sesuatu pada banyak bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain. Dan yang ketiga adalah Second Order Cybernetic dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak dapat melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya.<br /><br />4. Psikologi Sosial<br /><br />Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran behavioral. perhatian pada perubahan sikap (attitude). Hubungan media dan khalayak tentunya akan<br /><br />menyebabkan terjadinya perubahan sikap. Media menjadi stimulus dari luar diri khalayak yang akan menyebabkan terjadinya perubahan sikap.<br /><br />Kasus lain seperti komunikasi persuasi. Pengaruh komunikator terhadap perubahan sikap khalayak.<br /><br />Teori-teori yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat menjelaskan<br /><br />tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan. Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan proses yang berlangsung secara internal dalam diri manusia seperti proses berfikir, pembuatan keputusan, sampai dengan proses menggunakan simbol. Demikian pula dalam proses memahami pesan yang diterima, manusia juga menggunakan proses psikologis seperti berfikir, memahami, menggunakan<br /><br />ingatan jangka pendek dan panjang hingga membuat suatu pemaknaan. Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek diri manusia.<br /><br />Proses komunikasi manusia merupakan proses yang berlangsung dalam diri manusia. Beberapa konsep penting disini dapat disebutkan seperti judgement, prejudice, anxienty, dan sebagainya.<br /><br />Adapun Varian dari Tradisi ini adalah : Behavioral Tipikal dari teori ini adalah kepada hubungan apa yang kita katakana dan apa yang kita lakukan. Kemudian Koginitif cabang ini cukp banyak digunakan saat ini berpusat pada<br /><br />pola pemikiran cabang ini berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses informasi dengan cara yang arah tingkah laku yang keluar . kemudian biological cabang ini berupaya mempelajari manusia dari sisi biologikalnya<br /><br />5. Tradisi Sosial Budaya<br /><br />Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi<br /><br />berlangsung dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan kebudayaan suatu masyarakat. Konsep kebudayaan yang dirumuskan Clifford Geertz tentu saja menjadi penting. Media massa, atau individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor situasional tertentu. Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Geertz, Erving Goffman, George H. Mead, dan sebagainya.<br /><br />Adapun varian dari Tradisi ini adalah : Interaksi symbolic merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosiologi oleh George Herbert Mead dan ZHerbert Blumer yang menekankan pentingnya pengamatan dalam studi komunikasi sebagai cara untuk dari menyelidiki hubungan sosial. Konstruksi Sosial pada cabang ini menginvestigasi bagaimana<br /><br />pengetahuan manusia dikosntruksi melalui interaksi sosial. Dan yang terakhir Sosial Linguistik Ludwig Wittgenstein seorang filosof Jerman bahwa arti dari bahasa tergantung pada penggunaannya.<br /><br />6. Tradisi Kritis<br /><br />Tradisi ini berangkat dari asumi teori-teori kritis yang memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Proses komunikasi dilihat dari sudut kritis. Bahwa komunikasi disatu sisi telah ditandai dengan proses dominasi oleh kelompok yang kuat atas kelompok masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktifitas komunikasi mestinya menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok masyarakat yang lemah. Tradisi ini dapat menjelaskan baik lingkup komunikasi antar personal maupun komunikasi bermedia. Tradisi ini tampak kental dengan pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Komunikasi diharapkan berperan dalam proses transformasi masyarakat yang lemah.<br /><br />Beberapa figur penting dapat disebut seperti Noam Chomsky, Herbert Schiller, Ben Bagdikian, C. Wright Mills, dan sebagainya yang pemikiran<br /><br />mereka menyoroti tentang media sementara Stanley Deetz diantaranya pada komunikasi<br /><br />adapun Varian dari Tradisi ini adalah : marxisme merupakan peletak dasar dari tradisi kritis ini . Marx mengajarkan bahwa ekonomi merupakan dasar dari segala struktur sosial. Kemudian Kritik Politik ekonomi pandangan ini merupakan revisi terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan realitas kedalam dua kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas berdasarkan kepentingan ekonomi. aliran Frankfurt Aliran ini memperkenalkan bahwa aliran kritis . dalam rangka mempromosikan suatu filosofi sosial teori kritis mampu menawarkan suatu interkoneksi dan pengujian yang menyeluruh perubahan bentuk dari masyarakat, kultur ekonomi, dan kesadaran. Posmodernisme Ditandai dengan sifat relativitas, tidak ada standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral . Cultural studies memusatkan pada perubahan sosial dari tempat yang menguntungkan dari kultur itu sendiri. Post strukturalis yakni pandangan yang memandang realitas merupakan<br /><br />sesuatu yang komplek dan selalu dalam proses sedang menjadi. Post Colonial mengacu pada semua kultur yang dipengaruhi oleh proses<br /><br />imperial dari masa penjajahan sampai saat ini.<br /><br />7. Tradisi Retorika<br /><br />Tradisi retorika memberi perhatian pada aspek proses pembuatan pesan atau simbol. Prinsip utama disini adalah bagaimana menggunakan simbol yang tepat dalam menyampaikan maksud. yang berkaitan dengan proses pembuatan pesan (message production) Tradisi retorika dapat menjelaskan baik dalam kontek komunikasi antar personal maupun komunikasi massa. Sepanjang memberi perhatian terhadap bagaimana prosesproses merancang isi pesan yang memadai sehingga proses komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Faktor-faktor nilai, ideologi, budaya, dan sebagainya yang hidup dalam suatu organisasi media atau dalam diri individu merupakan faktor yang menentukan dalam proses pembuatan pesan. Bahwa pesan dihasilkan melalui proses yang melibatkan nilai nilai, kepentingan, pandangan hidup tertentu dari manusia yang menghasilkan pesan.<br /><br />Adapun varian dari tradisi ini dapat dibagi menajdi beberapa era yaitu Era Klasik, Abad Pertengahan, Renaissance, Pencerahan , kontemporer dan postmodernesme: era klasik di mana terjadi pertarungan antara dua aliran yaitu sophis dan filosof yang mana aliran sophis beranggapan bagaimana kita dapat berargumen untuk memenangkan suatu perkara melalui retorika tidak peduli apakh itu benar atau tidak dan berlawanan dengan aliran filosif yang menganggap bahwa Retorika hanya digunakan untuk berdialog untuk mendapatkan kebenran yang absolute. Era Abad pertengahan Abad Pertengahan study tentang retorika berfokus pada pengaturan<br /><br />gaya . namun retorika pada abad pertengahan dicela sebab dianggap sebagai ilmu kaum penyembah berhala dan tidak perlu dipelajari sebab agama Kristen dapat memperlihatkan kebenarannya dengan sendiri. Era Renaissance Renaissance masa ini dianggap sebagai kelahiran kembali retorika sebagai suatu seni. Masa Pencerahan retorika menjadi sarana untuk mengetahui suatu atau menyampaikan suatu kebenaran. Hal ini menjadikan retorika kembali menjadi citra yang baik seperti saat ini. Era Kontemporer era ini ditandai dengan pemanfaatn media massa untuk menyampaikan suau pesan baik secara verbal maupun visual pada media massa. Postmodernisme Aliran ini merupakan alternative yang dimulai dari asumsi yang berbeda, nilai nilai acuan yang berbeda, untuk menghasilkan suatu retorika yang berbeda pula.<br /><br />Posted by adi sulhardi at 08:56 Links to this post<br />THE CONVERSATION CHAPTER 6 Little John Eight Edition<br />Tradisi Psikologi Sosial<br />Teori psikologi sosial mengkonsterasikan diri pada hal hal yang mempengaruhi kebiasaan kita dalam berinteraksi. Dua tema besar yang dimunculkan dalam tradisi ini pada literature ini. Litertaruture yang pertama berfokus pada kondisi di mana suatu individu mengatur ketidak tahuan atau ketidakpastiannya pada orang lain yang terdiri atas bagaiamana ia mendapatkan informasi tentang orang lain, bagaimana ketidakpastian dan kecemasan berhubungan antara satu dengan yang lain, dan bagaimana ketidakpastian mengurangi proses hal hal yang berhubungan dengan kebudayaan.<br /><br />Tema yang kedua adalah kelaziman pada psikologi sosial bekerja pada pembahasan yang melibatkan pengorganisasian, kordinasi dan hal hal yang berhubungan dengan kebiasaan dalam berinteraksi.<br /><br />Memanajemen Ketidak-pastian dan Kecemasan<br />Charles berger dan William Gudykunst menjelaskan bahwa pada bagian ini merupakan garis penyambung kita dalam hal memndapatkan informasi tentang orang lain, kenapa kita melakukan hal tersebut , dan hasil apa yang akan kita dapatkan ketika melakukan hal tersebut. Dengan kata lain pada teori ini berfokus pada cara manusia untuk memonitoring lingkungannya dan untuk mengetahui lebih jauh tentang dirinya dan orang lain melalui interaksi. Teory berger ini disebut sebagai Uncertainty Reduction Teory (URT) (teori untuk mengurangi ketidak pastian) dan yang kedua dirumuskan oleh Gudykunst kawan kerja Berger yaitu Anxiety Uncertainty managemen (AUM) ( teori managemen kecemasan dan ketidak-pastian).<br />URT teori ini lebih banyak membahas tentang proses dasar mengenai bagaimana kita menambah pengetahuan kita tentang rang lain ketiak kita bertemu dengan orang asing, kita mungkin memiliki keinginan yang kuat untuk mengurangi ketidak tahuan kita tentang orang tersebut, seperti pada situasi di mana kita cenderung tidak tahu tentang kemampuan yang dimiliki orang lain dalam mengkomunikasikan target-targetnya , rencananya, bagaimana dia merasakan saat-saat itu, dan apa yang digemarinya.<br />Berger memberi Tips tentang bagaimana cara mendapatkan informasi dari orang lain. Dengan beberapa strategi di antaranya yaitu : Passive Strategies (Strategi Pasif) adalah pengamatan di area mana suatu kebutuhan dari pengamat untuk melakukan sesuatu dalam rangka mendapatkan informasi. Interactive strategy menisbahkan secara langsung proses komunikasi kepada orang lain.<br />Baiklah untuk lebih jelasnya saya akan membahsa satu persatu unsure dari Paasive strategy yang pertama kita mengenal adanya reactivity searching di sini individu telah melakukan pengamatan dan benar benar melakukan sesuatu reaksi pada suatu situasi yang sama.<br />Kemudian ada yang dikenal sebagai Disinhibition Searching ini adalah passive strategy yang lain di mana orang melakukan pengamatan pada situasi informal di mana mereka kurang dapat melakukan self monitoring dan bersikap alami atau tidak dibuat buat.<br />Sedangkan interaktiv strategi itu sendiri adalah hal yang memuat pemeriksaan dan pembukaan diri. Yang penting dari strategi ini adalah bagi kita bisa menambahkan informasi karena jika kita membuka sesuatu dari diri kita maka orang lain juga akan membuka dirinya juga.<br /><br /><br />Manajemen Kecemasan Dan Ketidak-Pastian<br />William Gudykunst menambahkan hasil kerja Berger dalam hal manajemen kecemasan dan ketidak pastian, hal yang terpenting dari teori ini , terutama dalam hal melihat kecemasan dan ketidak-pastian pada situasi komunikasi antar budaya, di telah menemukan bahwa semua kebudayaan mencari cara untuk mengurangi ketidak pastian dalam hal melakukan sebuah hubungan, akan tetapi mereka merupakan suatu entitas yang amat berbeda. Perbedaannya dapat diterangkan dari perbedaan budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah. Budaya konteks tinggi adalah suatu pemahaman yang langsung menginterpretasikan suatu kejadian. Sementara budaya konteks rendah adalah suatu pemahaman yang memandang pada isi pesan verbal secara eksplisit. Budaya yang termasuk konteks tinggi seperti jepang yang menyadarkan diri pada isyarat non verbal dan informasi untuk mengetahuilatar belakang seseorang dalam rangka mengurangi ketidak-pastian atau kesimpang siuran . berbeda dengan Negara inggris yang merupakan termasuk Negara yang memiliki budaya konteks rendah yang mana orang-orangnya mencoba melakukan pertnyaan mendasar seperti pengalaman, kebiasaan, dan kepercayaan.<br />Proses dari pengurangan ketidak-pastian antara satu orang dengan orang lainnya dari dua kebudayaan yang berbeda beperpengaruh pada masuknya banyak variable dalam teori ini. Ketika kita terkoptasi dengan kebudayaan kita sendiri dan kita berpikir orang lain berasal dari group lain, kita mungkin saja merasakan banyak atau sedikit kekhawatiran dan ketidak-pastian kita akan bertambah.<br /><br />Accomodation Theory<br />Teori ini merupakan satu dari teori yang paling berpengaruh darin teori ilmu komunikasi. Dikembangkan oleh Howard Giles. Accommodation theory menjelaskan bagaimana dan kenapa mengatur kebiasaan kita dalam berkomunikasi yang mengacu pada aksi yang dilakukan oleh lawan bicara kita. Giles menjelaskan lebih lanjut biasanya para pelaku komunikasi sering memperhatikan mimic, atau kebiasaan lainnya . ini dinamakan convergance atau hadir secara bersamaan lawannya adalah Divergance atau hadir secara satu persatu atau perbagian. Hal ini terjadi ketika seorang pembicara membesar-besarkan perbedaan mereka.<br /><br />Interaction Adaption Theory<br />Pada teori akomodasi menempatkan dasar-dasar teorinya untuk mengidentifikasi varian typedari akomodasi dan yang ada korelasi dengan itu. Tapi pada kejadian in I terdiri dari bagian-bagian yang lebih kompleks lagi dari sebuah proses adaptasi di dalam melakukan interaksi. Topic dari teori adaptasi ini yang dikemukakan oleh Judee Burgoon mencatat bahwa para komunkator memiliki sebuah jenis dari Interaksional sinkroni .<br />Seperti yang dikatakan Burggon ketika kita mulai melakukan komunikasi dengan orang yang lain, kita memiliki sebuah pemikiran kasar tentang apa yang akan terjadi. Ini disebut sebagai Interaction position tempat di mana kita memulainya. Hal ini ditentukan oleh beberapa factor yang mana teori ini disebut sebagai RED yang merupakan singkatan dari Requirements (kebutuhan) Expectations (pengharapan) dan Desires (hasrat). Requirement (kebutuhan) adalah sesuatu yang membuat kita ingin berinteraksi, dia ibarat system tubuh yang membutuhkan asupan makanan , atau ia seperti terminology sosial dari pemenuhan kebutuhan untuk berafiliasi, menjalin persahabatan, atau sampaim pada hal hal yang lebih menarik dalam sebuah interaksi.<br />Expectations merupakan acuan kita untuk memprediksikan apa yang bakalan akan terjadi. Seperti contoh jika kita tidak mengenal seseorang dengan begitu baik, maka kita akan memberlakukan norma-norma sosial, aturan aturan umum dalam berinteraksi akan tetapi jika kita telah mengnalnya dengan baik maka apa yang kita lakukan terhadapnya berdasarkan hubungan pengalaman kikta dengannya meski harus melanggar norma –norma sosial yang bersofat normative dalam kasus ini tidak ada masalah selama kita tidak menyenggol persaannya. Sementara Desire adalah terjadinya sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan.<br /><br />Expetancy Violations Theory<br />Seperti pada teori adaptasinya Burgoon dan kawan kawan telah menjelajahi jalan di mana orang bereaksi ketika pengharapan kita dihalangi. Melihat dari teori Burgoon ini ketika kita melakukan hubungan dengan orang lain kita memilki pengharapan tentang sifat atau kebiasaan orang dalam berinteraksi didasarkan pada norma sosial. Pengarapan itu bisa saja kebiasaan non verbal yang dapat terlihat seperti , kontak mata, jarak dan posisi tubuh.<br />Asumsi yang umum adalah ketika pengharapan itu kita dapatkan pada orang lain kebisaan dari orang lain itu akan kita nilai sebagai suatu yang positif , akan tetapi jika tidak sesuai dengan pengharapan kita maka kita menilai sifatnya sebagai seuatu yang negative. Namun menurut Burgoon pernyataan bahwa asumsi di atas tidak selamanya benar, bisa saja hal – hal yang melanggar justru menjadi sesuatu yang disukai, ini dikarenakan kadang kadang suatu pelanggaran memberi gambaran pada perhatian kita tentang sifat orang lain, dan kita dapat mempelajari sesuatu yang positive dari situ.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-77372451636508535932010-05-25T18:47:00.000-07:002010-05-25T18:48:11.582-07:00TEORI-TEORI PRODUKSI PESANA. PENDAHULUAN<br />Dalam proses komunikasi, pesan merupakan sekumpulan lambang komunikasi yang memiliki makna dan kegunaan dalam menyampaikan suatu ide gagasan kepada manusia lain. Pesan dirancang oleh komunikator untuk disampaikan kepada komunikan melalui saluran komunikasi tertentu. Penyandian pesan (encoding) akan disesuaikan dengan karakteristik saluran pesan yang dipilih untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Karena saluran komunikasi menentukan bagaimana suatu pesan dikemas. Pesan yang sampai kepada komunikan akan diterima melalui proses pemaknaan pesan (decoding).<br />Menurut Ritonga, (2005:20) pesan yang disampaikan kepada komunikan pada dasarnya merupakan refleksi dari persepsi atau perilaku komunikan sendiri. Komunikator dalam merancang pesan berorientasi (berpedoman) pada komunikan agar ditafsirkan sama dan diharapkan dapat mempengaruhi komunikan untuk bersikap dan berperilaku sesuai yang diharapkan komunikator.<br />Pesan menurut Vardiansyah, (2004:60) adalah segala sesuatu yang disampaikan komunikator pada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. untuk membuatnya konkret manusia dengan akal budinya menciptakan lambang komunikasi: mimik, gerak gerik, suara, bahasa lisan dan bahasa tulisan. Karena itu, lambang komunikasi adalah bentuk atau wujud konkret dari pesan.<br />Lambang komunikasi diartikan sebagai kode atau simbol, atau tanda yang digunakan komunikator untuk mengubah pesan yang abstrak menjadi konkret. Komunikan tidak akan tahu apa yang kita pikirkan dan rasakan sampai kita mewujudkan pesan dalam salah satu bentuk lambang komunikasi; mimik, gerak-gerik, suara, bahasa lisan, dan atau bahasa tulisan. (Vardiansyah, 2004:61) Sebuah pesan tidak lahir begitu saja, tapi melewati suatu proses tertentu yang -disadari atau tidak disadari oleh pembuatnya—memengaruhi corak pesan tersebut.<br />Pada pembahasan kali ini kami membahas mengenai teori-teori produksi pesan yang dibahas oleh Stephen W Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication dan Kathrine Miller dalam bukunya ”Communication Theories : Perspectives, Processes, and Contexts” edisi kedua pada bab 7, serta referensi-referensi terkait lainnya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai teori-teori produksi pesan dengan menggunakan tiga tipe penjelasan psikologis: penjelasan sifat, penjelasan keadaan, dan penjelasan proses yang didalamnya terdapat teori-teori berikut ini :<br />1. Teori Akomodasi<br />2. Teori Konstruktivis<br />3. Teori Message Design Logis<br />4. Teori Action Assembly (Kumpulan Aksi)<br />5. Teori Perencanaan Dan Tujuan (Plain And Goal)<br /><br />B. PEMBAHASAN<br />Komunikasi adalah proses yang berpusat pada pesan bersandar pada informasi. Teori-teori yang dikemukakan pada pembahasan kali ini berpusat pada individual. Teori-teori produksi pesan oleh Littlejohn (2002 : 176) menggunakan tiga tipe penjelasan psikologis: penjelasan sifat, penjelasan keadaan, dan penjelasan proses. Yang secara jelas akan diuraikan berikut ini :<br />1. Penjelasan sifat<br />Penjelasan sifat berfokus pada karakteristik individual yang relatif statis dan cara karakteristik ini berasosiasi dengan sifat-sifat dan variabel lain-hubungan antara tipe personalitas tertentu dan jenis-jenis pesan tertentu. Teori-teori ini memprediksikan bahwa ketika anda memiliki sifat personalitas tertentu, anda akan cenderung berkomunikasi dengan cara-cara tertentu. Contohnya, orang dengan personalitas argumentatif menyukai berdebat. dalam bagian ini littlejohn (2005: 177) berkonsentrasi pada beberapa hal yang menonjol.<br />Ketakutan berkomunikasi<br />Ketakutan akan komunikasi adalah problema praktis serius bagi banyak orang. Ketakutan komunikasi (Communication Appherension/CA) dapat merupakan sifat atau keadaan. Dalam hal ini terdapat tiga jenis CA. Pertama, Traitlike CA adalah tendensi yang abadi menjadi prihatin mengenai komunikasi dalam berbagai setting, dan individu yang menderita ketakutan jenis ini mungkin menghindari seluruh jenis komunikasi oral. Kedua, generalized-context CA, ketakutan seseorang terhadap beberapa jenis komunikasi tertentu seperti berbicara di depan publik, namun mungkin menampilkan sedikit ketakutan pada jenis komunikasi lainnya. Ketiga, Person-Group CA, takut akan komunikasi dengan orang spesifik atau kelompok tertentu seperti gelandangan.<br />Sensitivitas retoris<br />Sensitivitas retoris merupakan -tendensi untuk mengadaptasikan pesan ke audiens- ditemukan oleh Roderick Hart dan kolega-koleganya. Para ahli teori ini menemukan bahwa komunikasi efektif muncul dari sensitivitas dan perduli dalam menyesuaikan apa yang anda katakan terhadap pendengar.<br />Sensitif retoris mewujudkan kepentingannya sendiri, kepentingan orang lain, dan sikap situasional. Orang-orang yang sensitif retoris menerima kompleksitas personal, memahami bahwa individu merupakan komposit dari banyak diri. Orang harus berhubungan dengan ”diri” yang beroperasi dalam situasi yang ada. Individu adaptis retoris menghindari kekakuan dalam berkomunikasi dengan yang lain, dan mereka berupaya menyeimbangkan kepentingan sendiri denngan kepentingan orang lain. Orang ini mencoba menyesuaikan apa yang mereka katakan pada level, mood, dan keyakinan orang lain.<br />Idea usulan sensitifitas retoris adalah individu memiliki sifat atau gaya yang menonjol saat mereka berkomunikasi. Gaya komunikasi, diteliti oleh Robert Norton dan kolega-koleganya, berdasarkan pada ide bahwa kita berkomunikasi pada dua level. Kita bukan hanya memberi informasi, namun kita juga menyajikan bahwa inormasi dalam bentuk tertentu yang menyampaikan pada orang lain bagaimana memahami dan menanggapi suatu pesan.<br /><br />2, Penjelasan situasi<br />Keadaan pikiran dan perilaku manusia sangat banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, peristiwa persepsi terhadap situasi. Dalam bagian ini terdapat dua teori; teori umum dan teori khusus.<br />2.a. suatu pendekatan umum<br />Michael Jody, Margaret Mclaughilin, dan koleganya telah melakukan riset yang sungguh-sungguh untuk mengetahui faktor-faktor situasional umum yang mempengaruhi pilihan pesan.<br />Suatu situasi komunkasi merupakan peristiwa komunikasi yang menyeluruh termasuk partisipan (siapa), setting (dimana), dan aktivitas yang dilakukan (apa). Individu-individu menggunakan pengetahuan mereka mengenai situasi dengan sejumlah cara, salah satuya adalah mengevaluasi orang lain.<br />Orang juga menggunakan situasional untuk menetapkan tujuan-tujuan komunikasi mereka. Pengetahuan situasional membantu kita menentukan mengapa kita ada di sana dan apa yang ingin kita selesaikan. Jadi jelaslah, bahwa cara orang berkomunikasi tergantung pada setidaknya tujuan-tujuan yang didefinisikan dalam situasi. Dan perilaku seseorang sering dipengaruhi oleh pengetahuan situasional.<br />Akhirnya, dan yang mungkin paling penting orang menggunakan pengetahuannya terhadap situasi untuk memandu perilakunya. Bagaimana saya mencoba untuk membujuk orang lain untuk berubah? Bagaimana saya akan melakukannya? Bagaimana saya bicara? Akankah saya tinggal diam? Akankah saya menjadi jenaka dan luwes atau keras dan formal? Anda akan menjawab definisi ini berdasarkan definisi anda terhadap situasi itu.<br />2.b. suatu pendekatan khusus<br />Janet Beavin Bavelas dan koleganya telah membatasi penelitiannya khususnya pada komunikasi equivokal atau pesan-pesan dengan sengaja tidak jelas. Pesan-pesan tersebut tidak langsung atau berterus terang dan pendengar harus menduga artinya daripada menangkapnya secara langsung. Kebanyakan orang menggunakan komunikasi equivokal dari waktu ke waktu untuk melindungi perasaan-perasaan orang lain dan lari dari akibat yang tidak menyenangkan dari kejelasan. Contoh, apa yang akan anda katakan bila seorang teman bertanya tentang pendapat anda mengenai pakaiannya yang seram? Anda berbohong dengan sengaja : ”buatannya menarik, saya tak pernah melihatnya sebelumnya”. Menurut ahli teori ini, seluruh komunikasi terdiri dari empat bagian proses yang sederhana :( 1) saya, (2) mengatakan sesuatu, (3) kepada anda, (4) dalam situasi ini.<br />kerja ini menunjukkan bahwa situasi dapat memiliki efek yang kuat pada perilaku komunikasi, terlepas dari tendensi individual.<br />3. Penjelasan Proses<br />Teori proses berupaya menjelaskan mekanisme membuat pesan komunikasi. Dalam hal ini Litllejohn ( 2005: 169) mengemukakan beberapa teori yang drumuskan oleh beberapa ahli komunikasi diantaranya:<br />3.1 Teori Akomodasi<br />Teori ini dikemukakan oleh Howard Giles dan koleganya, teori ini berkaitan dengan penyesuaian interpersonal dalam interaksi komunikasi. Hal ini didasarkan pada observasi bahwa komunikator sering kelihatan menirukan perilaku satu sama lain.<br />Teori akomodasi komunikasi berawal pada tahun 1973, ketika Giles pertama kali memperkenalkan pemikiran mengenai model ”mobilitas aksen” Yang didasarkan pada berbagai aksen yang dapat didengar dalam situaisi wawancara. Teori akomodasi didapatkan dari sebuah penelitian yang awalnya dilakukan dalam bidang ilmu lain, dalam hal ini psikologi sosial. (West dan Lynn Turner, 2007: 217)<br />Akomodasi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan, memodifikasi atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Kita cenderung memiliki naskah kognitif internal yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain. (West dan Lynn Turner, 2007: 217)<br />Teori akomodasi menyatakan bahwa dalam percakapan orang memiliki pilihan. Mereka mungkin menciptakan komunitas percakapan yang melibatkan penggunaan bahasa atau sistem nonverbal yang sama, mereka mungkin akan membedakan diri mereka dari orang lain, dan mereka akan berusaha terlalu keras untuk beradaptasi. Pilihan-pilihan ini akan diberi label konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan.<br />Proses pertama yang dhubungkan dengan teori akomodasi adalah konvergensi. Jesse Delia, Nikolas Coupland, dan Justin Coupland dalam West dan Lynn Turner (2007:222) mendefinisikan konvergensi sebagai ”strategi dimana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”. Orang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku verbal dan nonverbal lainnya. Ketika orang melakukan konvergensi, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai tuturan atau perilaku orang lainnya. Selain persepsi mengenai komunikasi orang lain, konvergensi juga didasarkan pada ketertarikan. Biasanya, ketika para komunikator saling tertarik, mereka akan melakukan konvergensi dalam percakapan.<br />Proses kedua yang dihubungkan dengan teori akomodasi adalah divergensi yaitu strategi yang digunakan untuk menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal di antara para komunikator. Divergensi terjadi ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan antara para pembicara.<br />Terdapat beberapa alasan mengapa orang melakukan divergensi, pertama untuk mempertahankan identitas sosial. Contoh, individu mungkin tidak ingin melakukan konvergensi dalam rangka mempertahankan warisan budaya mereka. Contoh, ketika kita sedang bepergian ke Paris, kita tidak mungkin mengharapkan orang Prancis agar melakukan konvergensi terhadap bahasa kita. Alasan kedua mengapa orang lain melakukan divergensi adalah berkaitan dengan kekuasaan dan perbedaan peranan dalam percakapan. Divergensi seringkali terjadi dalam percakapan ketika terdapat perbedaan peranan yang jelas dalam percakapan (dokter-pasien, orangtua-anak, pewawancara-terwawancara, dan seterusnya. Terakhir, divergensi cenderung terjadi karena lawan bicara dalam percakapan dipandang sebagai anggota dari kelompok yang tidak diinginkan, dianggap memiliki sikap-sikap yang tidak menyenangkan, atau menunjukkan penampilan yang jelek.<br />Proses ketiga yang dapat dihubungkan dengan teori akomodasi adalah Akomodasi Berlebihan : Miskomunikasi dengan tujuan. Jane Zuengler (1991) dan West dan Lynn Turner (2007: 227) mengamati bahwa akomodasi berlebihan adalah ”label yang diberikan kepada pembicara yang dianggap pendengar terlalu berlebihan.” istilah ini diberikan kepada orang yang walaupun bertindak berdasarkan pada niat baik, malah dianggap merendahkan.<br /><br />3.2. Action Assembly Theory / Teori Kumpulan Aksi (John Greene : 1984)<br />John Greene dalam teorinya Action Assembly Theory menjelaskan tentang cara seseorang mengorganisasikan pengetahuan dengan pikiran dan menggunakannya untuk membentuk pesan. Teori ini menjelaskan struktur dan proses yang tersebut dalam aksi komunikatif. Teori ini menguji cara pengetahuan diurutkan dan digunakan dalam komunikasi.<br />Greene menyebut dua komponen pengetahuan yakni pengetahuan isi (content knowledge) dan pengetahuan prosedural (procedural knowledge). You know about things, and you know how to do things (Terjemahan: Anda tahu tentang sesuatu, dan Anda tahu bagaimana melakukan sesuatu itu).<br />Pengetahuan procedural terdiri dari suatu kesadaran akan konsekuensi dari berbagai aksi dalam situasi-situasi yang berbeda. Seluruh pengetahuan procedural kita terdiri dari sejumlah besar “catatan prosedural”, masing-masing disusun dari pengetahuan mengenai suatu aksi, hasilnya, dan situasi dimana ia sesuai. Karena orang ingat dari hasil aksi, mereka dapat berperilaku dengan efektif pada kesempatan mendatang.<br />Sebagai contoh, bagaimana kita tahu cara-cara memeperkenalkan diri kepada orang lain pada suatu pesta? Dari pengalaman dan pegamatan terhadap orang lain yang melakukan hal itu, kita memiliki pengetahuan berbagai macam cara.<br />Dalam Action Assembly Theory, procedural knowledge menjadi pusat perhatian utama. Greene menggambarkan cara kerja procedural knowledge seperti titik-titik (node) yang saling terhubung satu sama lain bagaikan website di internet. Node pengetahuan tersebut terutama yang berkaitan dengan perilaku, konsekuensi dan situasi.<br /><br />Ket. Gambar: Cara kerja procedural knowledge dengan node pengetahuan yang saling terhubung membentuk jejaring yang akhirnya menghasilkan sebuah pesan<br />Sumber: http//bambangsukmawijaya.files.wordpress.com/2009/09/john-greene-theory/.jpg<br /><br />Greene memberi contoh ketika kita berjumpa seseorang, biasanya kita akan tersenyum dan mengucapkan, “Hai, apa kabar?” dan kemudian orang tersebut akan membalasnya dengan berkata, “Baik, bagaimana kabar Anda juga?”. Kita menyimpan ini dalam memori sebagai suatu pengetahuan yang saling berhubungan antara situasi menyapa seseorang, tindakan tersenyum, menggunakan kata-kata tertentu, dan mendapatkan hasil berupa balasan sapaan dari orang lain.<br />Pada kasus yang lebih kompleks, hal-hal yang saling berkaitan semacam itu, di mana pada prosedur tertentu terdapat hubungan yang paling sering digunakan atau yang terakhir digunakan –sehingga menjadi semakin kuat, maka node pengetahuan itu akan membentuk modul-modul atau pola. Greene menyebut modul-modu tersebut sebagai procedural record, yaitu sekumpulan hubungan yang terbentuk oleh node dalam kegiatan jaringan yang cenderung menguat.<br />Lebih lanjut, Greene juga menjelaskan bahwa jika hubungan pengetahuan tersebut menjelma menjadi beberapa himpunan kegiatan dalam urutan tindakan tertentu yang secara kuat saling berkelompok dan sering digunakan, maka akan menjadi tindakan yang terprogram. Greene mengistilahkan tindakan terprogram ini sebagai “unitilized assemblies”. Ritual memberikan salam seperti yang dipaparkan di atas merupakan contoh yang bagus mengenai “unitilized assemblies”.<br />Menurut Greene, tidak ada tindakan tunggal yang dapat berdiri sendiri. Setiap tindakan memengaruhi tindakan yang lain dengan suatu cara tertentu. Untuk memperkenalkan diri misalnya, kita harus menggunakan berbagai tindakan mulai dari tekanan suara dengan kata-kata dan gerakan. Untuk menuliskan paragraf, kita harus menggabungkan berbagai aksi dari pengetahuan yang terkordinasi dalam bahasa untuk menulis atau mengetik.<br />Tindakan tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam jaringan pengetahuan. Setiap bagian pengetahuan merepresentasikan sesuatu untuk melakukannya. Tujuan yang lebih tinggi (seperti melakukan perkenalan) dan yang lebih rendah (seperti tersenyum) digabungkan dalam sebuah hasil representasi yang mengantarkan kita ke suatu tindakan komunikasi. (Littlejohn, 2005: 193-195).<br /><br />3.3. Teori Konstruktivist<br />Teori konstruktivis atau konstruktivisme (Miller, 2005 : 105) adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan–rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Konstruktivist melakukan pendekatan pemahaman produksi pesan dimulai dari system kognitif individu.<br />George Keely dalam Ardianto (2007 : 158) menegaskan cara pandang pemahaman pribadi seseorang dilakukan dengan pengelompokan peristiwa menurut persamaan dan perbedaannya. Perbedaan ini menjadi dasar penilaian ihwal sistem kognitif individual yang besifat pribadi dan karenanya berbeda dengan konstruksi sosial. Aliran ini meyakini bahwa sistem kognitif individu berkembang kompleks. Individu yang cerdas secara kognitif dapat membuat banyak perbedaan dalam satu situasi dibanding orang yang secara kognitif lemah. Inilah yang disebut differensiasi kognitif. Differensiasi ini mempengaruhi bagaimana pesan menjadi kompleks.<br />Delia dan koleganya kemudian menegaskan hubungan antara kompleksitas kognitif dengan tujuan dari pesan. Pesan sederhana hanya memiliki satu tujuan sementara pesan kompleks memiliki banyak tujuan. Dalam komunikasi antarpersona pesan-pesan sederhana berupaya mencapai keinginan satu pihak saja tanpa mempertimbangkan keinginan orang lain. Sementara pesan kompleks dirancang memenuhi kebutuhan orang lain. Pada pesan kompleks inilah komunikasi antarpersona dapat tercipta. Konstruksionisme dengan demikian dapat dikategorikan komunikasi yang berpusat pada orang (komunikasi berbasis diri) dan differensiasi kognitif menunjukkan adanya desain pesan.<br /><br />Komunikasi berbasis ”diri”<br />Selain kompleksitas kognitif, komponen utama yang lain dari teori constructivist melibatkan pesan yang dihasilkan. Sekali lagi, beberapa teori dasar constructivis propositions menginformasikan tentang fitur komunikasi. Teori Bernstein (1975) menyatakan bahwa individu dalam melakukan sesuatu dikonstruksi oleh orientasi kehidupannya sendiri dan oleh orientasi posisi subjek itu dalam hidupnya. Individu yang berbasis subjek akan menggunakan elaborasi kode yang menghargai kecenderungan, perasaan, dari sudut pandang orang lain. Sebaliknya, individu berbasis posisi akan menggunakan kode-kode terbatas yang mengikuti aturan dan norma-norma situasi kutural tertentu. (MiIler, 2005: 107)<br />Komunikasi berbasis diri adalah model komunikasi yang memeriksa proses lahirnya pesan berdasarkan orientasi diri. Menurut teori kalangan konstruktivits, pesan- pesan berbasis diri merefleksikan kewaspadaan dan adaptasi subjektif, afektif serta aspek relasional dalam konteks komunikasi. Sebuah pesan berbasis ”diri” merupakan suatu gagasan yang menyokong kebutuhan pendengarnya, perhatian atas situasi yang mungkin dan mengarah pada tujuan yang beragam.<br />Selanjutnya kaum konstruktivis merumuskan tingkatan bagaimana sebuah pesan bisa berbasis ”diri” melalui pengkodean respons buka-tutup. Dalam menganalisis pesan ini, para peneliti akan menanyakan produksi pesan berbasiskan situasi tertentu (misalnya, bagaimana membuat nyaman seorang teman yang baru mengalami keretakan hubungan dengan kekasihnya, berbicara dengan orang tua hingga terlelap). Pesan-pesan ini kemudian dikodekan dengan menggunakan sistem pengkodean tertentu secara hierarkis yang kemudian dikembangkan untuk pesan dalam situasi spesifik. (Ardianto, 2007: 160)<br />Asumsi dasar teori ini adalah hubungan yang terbentuk dalam sebuah kelompok sosial akan mempengaruhi jenis pembicaraan yang digunakan oleh kelompok itu. Prinsip dasar konstruktivisme adalah tindakan ditentukan oleh konstruk diri juga sekaligus konstruk lingkungan luar diri. Komunikasi pun demikian, ditentukan oleh diri di tengah pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini dikemukakan teori Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Person adalah diri yang terlibat dalam lingkup publik, pada dirinya terdapat atribut sosial budaya masyarakatnya. Self adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran khasnya di tengah pengaruh sosial budaya masyarakatnya (Ardianto, 2007: 160). Sementara itu Mead (2008:106) mendefinisikan ”diri” /self sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Bagi Mead, diri berkembang dari sebuah jenis pengambilan peran yang khusus- maksudya membayangkan bagaimana kita dilihat orang lain. Dan Mead menyebut hal tersebut sebagai cermin diri atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam pantulan dari pandangan orang lain.<br />Pembagian konsep diri ini diperlukan untuk memahami konteks komunikasi interaksi. Konsep diri menurut West & lynn H. Turner (2008:101) seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri.<br />Prinsip konstruksivisme menyatakan bahwa situasi emosi atau alasan merupakan konstruksi dari situasi yang mempengaruhi individu. Misalnya emosi bukanlah reaksi yang muncul begitu saja. Emosi dimaknai dan dikemukakan sesuai dengan aturan yang sudah dipelajari dalam interaksi sosial dengan orang lain. Faktor lain yang mempengaruhi proses komunikasi berbasis diri adalah konsep tentang tujuan. Setiap individu dalam interaksinya selalu berusaha untuk memanajemen tujuan. Tujuan itu bisa bersifat instrumental (seperti mengajak atau memberitahukan seseorang) dan relasional (mendukung penampilan seseorang, menunjukkan pesona diri).<br />3.4. Model Logika Disain Pesan (B.J.O’Keefe)<br />Desain pesan didasarkan pada kecenderungan seseorang dalam memanajemen tujuannya untuk kepentingan sampainya tujuan melalui pesan yang dipilihnya. B.J. O’Keefe dan Delia menyatakan bahwa pesan berbasis diri lebih kompleks dalam tindakannya karena mereka menentukan tujuan yang beragam. O’Keefe menggunakan term kompleksitas tindakan untuk merujuk pada bagaimana kebutuhan yang kompleks ini diatur dalam suatu interaksi. Logika Desain Pesan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai alur pikiran berbeda yang digunakan dalam mengurus tujuan-tujuan yang saling bertentangan. O’Keefe menyimpulkan, variasi strategi manajemen tujuan yang diamati merupakan hasil dari variasi dalam sebuah sistem prinsip yang digunakan untuk mendasari makna komunikatif, yang berbeda dalam definisi komunikasi yang dibentuk dan diusahakan seseorang.<br />Barbara O’Keefe menunjukkan tiga logika dasar desain pesan, yaitu ekspresif, konvensional, dan retoris. Logika ekspresif memperlakukan komunikasi sebagai suatu model ekspresi diri, sifat pesannya terbuka dan reaktif secara alami, sedikit memperhatikan keinginan orang lain. Logika ekspresif misalnya bisa ditemukan pada saat kita sedang marah. Logika konvensional memandang komunikasi sebagai permainan yang dilakukan secara teratur. Komunikasi dilakukan sebagai proses ekspresi berdasarkan aturan dan norma yang diterima bersama, maka komuikasi berlangsung sopan dan tertib. Logika retoris memandang komunkasi sebagai suatu cara mengubah aturan melalui negosiasi. Pesan dirancang cenderung fleksibel, penuh wawasan dan berpusat pada orang. (Ardianto & Bambang Q-Anees, 2007 : 164)<br /><br />3 Logika Desain Pesan Barbara J. O’keefe<br /><br />Logika Desain<br />ekspresif Logika Desain Konvensional Logika Desain<br />Retoris<br /><br />Premis Dasar<br />Bahasa merupakan media<br />untuk mengekspresikan<br />pikiran dan perasaan<br /><br />Komunikasi adalah permainan yang<br />dilakoni secara kooperatif<br />oleh aturan sosial<br /><br />Komunikasi adalah<br />kreasi negosiasi situasi dan diri sosial<br /><br />Fungsi utama<br />pesan<br /><br />Ekspresi diri<br />Pengendalian respon keinginan<br />Negosiasi konsensus<br />Sosial<br /><br />Hubungan antara pesan/konteks<br /><br />Perhatian yang<br />kecil terhadap konteks<br /><br />Tindakan dan<br />makna yng ditentukan<br />oleh konteks<br />Proses komunikasi<br />menciptakan konteks<br /><br />Metode penanganan<br />masalah<br /><br />Editing<br />Bentuk-bentuk kesopanan<br />Redefinisi konteks<br /><br />Evaluasi komunikasi<br /><br />Penjelasan ekspresif,<br />terbuka dan jujur, pensinyalan<br />yang tak terintangi<br /><br />Aprosiasi (ketepatan), kontrol,<br />sumber daya, kooperatifitas<br />Fleksibilitas, sofistikasi<br />simbolik, kedalaman interpretasi<br /><br />Sumber : Miller, (2005 : 110)<br /><br />Dari bagan ini dapat dikemukakan bahwa :<br />1) logika desain ekspresif merefleksikan pandangan bahwa komunikasi adalah keterusterangan proses pengkodean pikiran dan perasaan. Logika pesan ekspresif bersifat literal dan langsung.<br />2) logika desain konvensional merefleksikan pandangan bahwa interaksi adalah permainan kooperatif yang dimainkan berdasarkan aturan, kesepakatan, dan prosedur-prosedur tertentu. Tujuan-tujuan yang bertentangan dalam situasi tertentu kadang dibagi dalam logika konvensional namun secara khusus melalui tambahan-tambahan dalam interaksi atau melewati bentuk-bentuk jebakan kesopanan seperti ”tolong, silahkan (please)”.<br />3) logika desain retoris merefleksikan pandangan bahwa komunikasi mengabdi pada struktur dan membentuk realitas. Dengan demikian, pelaku interaksi retoris menggunakan komunikasi untuk menetapkan situasi dalam cara yang akan memfasilitasi pertemuan beragam instrumen dan tujuan yang dihadapi. (Ardianto & Bambang Q-Anees, 2007:165)<br />3.5. Plain And Goals Theory<br />Yang terakhir dari pengembangan teori produksi pesan ini adalah mempertimbangkan perencanaan dan tujuan. teori ini memberikan kerangka pemahaman tentang struktur kognitif dan bagaimana mereka mempengaruhi struktur verbal dan perilaku nonverbal.<br />Menurut Berger (1995) dalam Miller (2005:116) konsepsi mengenai ”tujuan dan rencana” sering dilakukan untuk menjelaskan bagaimana memahami perilaku orang lain dan tindakan simbolisnya dalam teks naratif.<br />Dalam hal ini terdapat tiga aspek tentang konsep tujuan terkait area kerja teori ini, yaitu : pertama, individu akan mempunyai beraneka ragam tujuan dalam berbagai interaksi. Dalam hal ini Dillard dkk (1990) memberikan pertimbangan beberapa tujuan dengan membedakannya antara tujuan primer dan tujuan sekunder. Tujuan Pimer ditetapkan pada situasi yang komunikatif untuk menyempurnakan interaksi. Contoh : seseorang yang mungkin mempunyai tujuan untuk mengubah sikap, menghibur, mendapatkan kepatuhan. Tujuan primer ini memberikan dorongan/ motivasi dalam berinteraksi. Sebaliknya tujuan sekunder sering menyediakan kekuatan pada tujuan primer dan biasanya bersangkutan dengan isu terkait. Yang kedua, tujuan meliputi tujuan yang belum jelas yang mempengaruhi interaksi. Dan yang terakhir , menurut Wilson (1990,1995) menyangkut cara dimana tujuan itu dibentuk dan diaktifkan dalam sistem kognitif.<br />Theori perencanaan Bergers<br />Teori ini memberikan penjelasan tentang bagaimana rencana dibuat dan dirumuskan. Teori perencanaan dalam bidang komunikasi dibuat oleh Charles Berger untuk menjelaskan proses individu melakukan perencanaan dalam prilaku komunikasi mereka ( Littlejohn, 2008:126)<br />Perencanaan adalah proses berfikir atas rencana aksi. Karena komunikasi sangat penting untuk mencapai tujuan. Teori yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat menjelaskan tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan. Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan proses yang berlangsung secara internal dalam diri manusia seperti proses berfikir, pembuatan keputusan, sampai dengan proses menggunakan simbol. Demikian pula dalam proses memahami pesan yang diterima, manusia juga menggunakan proses psikologis seperti berfikir, memahami, menggunakan ingatan jangka pendek dan panjang hingga membuat suatu pemaknaan. Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek diri manusia. Proses komunikasi manusia merupakan proses yang berlangsung dalam diri manusia.<br /><br />C. IMPLIKASI TEORI-TEORI PRODUKSI PESAN TERHADAP ILMU KOMUNIKASI<br />Implikasi teori produksi pesan -logika desain pesan (B.J. O’keefe)- dapat ditinjau pada teori manajemen makna terkoordinasi (berdasarkan penelitian W. Barnett Pearce dan Vernon Cronen). Teori ini menyatakan bahwa individu membuat interpretasi berdasarkan aturan-aturan sosialnya. Individu dalam situasi sosial pertama-tama didorong oleh keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan-aturan untuk mengetahui segala sesuatu. Pada tahap lanjutan individu bertindak atas dasar pemahaman mereka, dengan menggunakan aturan-aturan untuk memutuskan jenis tindakan yang sesuai. Pada titik inilah desain pesan dioperasikan oleh individu dalam tindak komunikasinya, desain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat menciptakan komunikasi yang interaktif. (Ardianto dan Bambang Q. Anees, 2007:166)<br /><br />E. KRITIK TERHADAP TEORI-TEORI PRODUKSI PESAN<br />Kritik kami pada teori-teori ini adalah dimana ruang lingkup dari teori-teori ini hanya berfokus pada sisi psikologis dan sifat individual serta pendekatannya yang hanya pada komunikasi interpersonal. Padahal, unsur pendefinisian komunikasi terjadi di antara manusia sehingga produksi pesan tidak bisa dijelaskan semata-mata dari perspektif pikiran individual serta harus melihat juga mengenai kognisi di luar individu. Selain itu, menurut kami, proses produksi suatu pesan tidak hanya melihat individu sebagai ”person” dalam komunikasi, tetapi juga individu sebagai ”team” dalam proses produksi pesan dalam komunikasi yang menggunakan media massa (komunikasi massa) dimana komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah lembaga/institusi yang terdiri dari beberapa individu yang menyatu dalam sebuah team.<br />F. PENUTUP<br />Komunikasi adalah proses yang berpusat pada pesan bersandar pada informasi. Teori yang dibahas dalam makalah ini berpusat pada individual. Kebanyakan dari teori ini menyatakan sifat sosial komunikasi, tetapi tidak menggunakan penjelasan sosial, melainkan hanya melihat produksi pesan sebagai persoalan psikologis, memfokuskan pada sifat-sifat, keadaan –keadaan, dan proses-proses individual.<br />Akhirnya, kami sebagai penulis menyadari sekali akan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Makalah ini kami sajikan untuk didiskusikan sehingga dapat memberikan masukan-masukan maupun kritikan yang berarti sehingga kami dapat menyempurnakannya dikemudian hariNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-66293257223980255412010-05-25T18:24:00.001-07:002010-05-25T18:24:50.262-07:00Komponen Konseptual dan Jenis-jenis Teori KomunikasiSebagaimana telah disinggung dalam modul sebelumnya bahwa ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, maka defenisi-defenisi mengenai komunikasi menjadi sangat beragam. Setiap defenisi memiliki penekanan arti, cakupan dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.<br />Terdapat 126 defenisi komunikasi yang dapat dikumpulkan oleh Frank E.X. Dance. semuanya setelah dirangkum dapat dikategorikan manjadi 15 komponen konseptual. Yaitu:<br />1. Simbol/verbal/ujaran, komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal. (Hoben, 1954)<br />2. Pengertian/pemahaman, proses di mana kita memahami dan dipahami orang lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. (Anderson, 1959)<br />3. Interaksi/hubungan/proses sosial. Interaksi adalah perwujudan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi. (Mead, 1963)<br />4. Pengurangan rasa ketidakpastian. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. (Burnland, 1964)<br />5. Proses, komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dll. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dll.<br />6. Pengalihan/penyampaian/pertukaran. Penggunaan kata komunikasi menunjuk pada pengalihan dari suatu benda atau orang ke benda atau orang lainnya menjadi bermakna. Misal kata “pohon†mewakili objek pohon.<br />7. Menghubungkan/menggabungkan. Komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian kehidupan dengan bagian lainnya.<br />8. Kebersamaan. Komunikasi adalah proses yang membuat sesuatu yang semula dimiliki seseorang menjadi milik dua orang atau lebih.<br />9. Saluran/jalur/alat. Komunikasi adalah alat pengirim pesan. Misalnya telegraph, telepon, radio, kurir, dll.<br />10. Replikasi memori. Komunikasi adalah proses mengarahkan perhatian dengan menggugah ingatan.<br />11. Tanggapan Diskriminatif, komunikasi adalah tanggapan pilihan atau terarah pada suatu stimulus.<br />12. Stimuli, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian informasi yang berisikan stimuli diskriminatif, dari suatu sumber terhadap penerima.<br />13. Tujuan/kesengajaan, komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan yang disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak penerima.<br />14. Waktu/situasi, komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu struktur keseluruhan situasi atau waktu sesuai pola yang diinginkan.<br />15. Kekuasaan/kekuatan, komunikasi adalah suatu mekanisme yang memimbulkan kekuatan atau kekuasaan.<br /><br />Kelima belas komponen konseptual tersebut di atas merupakan kerangka acuan yang dapat dijadikan dasar dalam menganalisis fenomena peristiwa komunikasi. Komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri, secara gabungan atau secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai fokus perhatian dalam penelitian.<br /><br />JENIS-JENIS TEORI KOMUNIKASI<br />Menurut Littlejohn (1989) berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dua kelompok:<br />1. Teori-teori Umum (general theories), teori ini merupakan teori yang mengarah pada bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi (metode penjelasannya). Karenanya teori ini memberi analisa piker suatu teori, terdiri dari:<br />2. Teori-teori fungsional dan struktural. Ciri dan pokok pikiran dari teori ini adalah: Individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau sistem sosial dan individu bagian dari struktur. Sehingga cara pandangnya dipengaruhi struktur yang berada di luar dirinya. Pendekatan ini menekankan tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi. Karakteristik dari pendekatan ini adalah:<br />a. Mementingkan sinkroni (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) daripada diacrony (perubahan dalam kurun waktu tertentu). Misalnya dalam mengamati suatu fenomena menggunakan dalil-dalil yang jelas dari suatu kaidah. Perubahan terjadi melalui tahapan metodologis yang telah baku.<br />b. Cenderung memusatkan perhatiannya pada â€akibat-akibat yang tidak diinginkan†(unintended consequences) daripada hasil yang sesuai tujuan. Pendekatan ini tidak mempercayai konsep subjektivitas dan kesadaran. Fokus mereka pada faktor-faktor yang berada di luar kontrol kesadaran manusia.<br />c. Memandang realitas sebagai sesuatu yang objektif dan independent. Oleh karena itu, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode empiris yang cermat.<br />d. Memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran dan objek yanng disimbolkan dalam komunikasi. Bahasa hanyalah alat untuk merepresentasikan apa yang telah ada.<br />e. Menganut prinsip the correspondence theory of truth. Menurut teori ini bahasa harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus merepresentasikan ssuatu secara akurat.<br /><br />3. Teori-teori Behavioral dan kognitif.<br />Teori ini berkembang dari ilmu psikologi yang memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara individual. Beberapa pokok pikirannya:<br /> Salah satu konsep pemikirannya adalah model stimulus-respon (S-R) yang menggambarkan proses informasi antara stimulus dan respon.<br /> Mengutamakan analisa variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasi variabel-variabel kognitif yang dianggap penting serta mencari hubungan antar variabel.<br /> Menurut pandangan ini komunikasi dipandang sebagai manifestasi dari proses berfikir, tingkah laku dan sikap seseorang. Oleh karenanya variabel-variabel penentu memegang peranan penting terhadap kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada di luar kontrol individu.<br />Contoh lain teori atau model yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah Model Psikologi Comstock tentang efek televisi terhadap individu. Tujuan model ini adalah untuk memperhitungkan dan membantu memperkirakan terjadinya efek terhadap tingkah laku orang perorang dalam suatu kasus tertentu, dengan jalan menggabungkan penemuan-penemuan atau teori-teori tentang kondisi umum dimana efek selama ini dapat ditemukan. Model ini dinamakan model psikologi karena melibatkan masalah-masalah keadaan mental dan tingkah laku orang perorangan.<br />Moel ini berpendapat , televisi hendaknya dianggap sederajat dengan setiap pengalaman, tindakan atau observasi personal yang dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pemahaman (learning) maupun tindakan (acting). Jadi model ini mencakup kasus dimana televisi tidak hanya mengajarkan tingkah laku yang dipelajari dari sumber-sumber lain.<br /><br />4. Teori-teori Konvesional dan Interaksional.<br />Teori ini beranggapan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung, individu-individu yang berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambang-lambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga harus sepakat dalam giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa dan sebagainya. Teori ini berkembang dari aliran interactionisme simbolik yang menunjukan arti penting dari interaksi dan makna. Pokok pikiran teori ini adalah:<br /> kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara, serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society).<br /> Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi.<br /> Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannnya. Sehingga focus pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa membentuk struktur social, serta bagaimana bahasa direproduksi, dipelihara, serta diubah penggunaannya.<br /> Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke konteks. Sifat objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu makna dapat berubah dari waktu ke waktu, konteks ke konteks, serta dari kelompok social ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah relative dan temporer.<br /><br />5. Teori-Teori Kritis dan Interpretif<br />Jenis teori ini berkembang dari tradisi sosiologi interpretift, yang dikembangkan oleh Alfred Schulzt, Paul Ricour et al. sementara teori kritis berkembang dari pemikiran Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School.<br />Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna idak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif.<br />Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna.<br />Implikasi social kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik, tetapi banyak diantaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan tatanan komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian teoritisi kritis biasanya enggan memisahkan komunikasi dan elemen lainnya dari keseluruhan system. Jadi, suatu teori kritis mengenai komunikasi perlu melibatkan kritik mengenai masyarakat secara keseluruhan.<br />Pendekatan kelompok ini terutama sekali popular di Negara-negara Eropa.Karakteristik umum yang mencirikan teori ini adalah:<br /> Penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada pengalaman individual.<br /> Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai meaning centered.<br /> Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia.<br />Di samping karakteristik di atas yang menunjukan kesamaan, terdapat juga perbedaan mendasar antara teori-teori interpretif dan teori-teori kritis dalam pendekatannya. Pendekatan teori interpretif cenderung menghndarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relative. Sementara teori-teori kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya.<br />Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia.<br /><br />A. Jenis Teori-teori Kontekstual<br />Berdasarkan konteks dan tingkatan analisisnya, teori komunikasi dapat dibagi menjadi lima :<br />1. intra personal communication, yaitu proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Fokusnya adalah pada bagaimana jalannya proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan inderanya. Umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang ditangkap melalui pancainderanya.<br />2. interpersonal communication, yaitu komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (non-media) atau tidak langsung (media). Fokus teori ini adalah pada bentukbentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik komunikator.<br />3. komunikasi kelompok. Fokus pada interaksi diantara orang-orang dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi, namun pembahasannya berkaitan dengan dinamika kelompok, efisiensi dan efektifitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi serta pembuatan keputusan.<br />4. komunikasi Organisasi. Mengarah pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal. Pembahasan teori ini menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses pengorganisasiannya serta budaya organisasi.<br />5. komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan pada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi melibatkan keempat teori sebelumnya. Teori ini secara umum memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antara media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak komunikasi massa terhadap individu.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-79729621986619088232010-05-25T18:22:00.001-07:002010-05-25T18:22:52.380-07:00TEORI MEDIA DAN MASYARAKAT (Katherine Miller. Communications Theories; Perspectives, Processes, and Contexts)Dalam bab ini ada tiga teori pendekatan kepada media dan masyarakat. Teori agenda setting, mempertimbangkan cara-cara di mana sumber-sumber media mempengaruhi persepsi tentang apa yang merupakan isu-isu penting yang diterima setiap harinya. Teori spiral of silence, upaya untuk menjelaskan bagaimana komunikasi interpersonal yang dimediasi dan bekerja sama untuk membungkam suara-suara buku tebal dalam perdebatan publik dan mempengaruhi pasang surut dan arus opini publik. Akhirnya, teori kultivasi melihat bagaimana televisi membentuk pandangan kita dari apa yang diinginkan dunia sosial.<br /><br />TEORI AGENDA SETTING<br />Rogers dan Dearing (1988) menemukan bahwa kekuatan opini public telah dicatat selama berabad-abad. Konsep modern penetapan agenda, Namun, sering dikaitkan dengan Walter Lippmann (1922) dalam bukunya Public Opinion, bahwa media massa membuat gambar peristiwa dalam pikiran kita dan pembuat kebijakan yang harus sadar itu "gambar di kepala orang". Pertengahan abad ke-20, perhatian para cendekiawan media berpaling dari efek yang agak buram dan tampak justru cara-cara di mana media yang kuat dan efek langsung pada individu dan masyarakat.<br /><br />Media tidak langsung membentuk opini tentang suatu topik, tetapi malah justru topik yang dipandang sebagai cukup penting untuk mempunyai tentang pendapat. Sebagai contoh, berikut penelitian hipotesis ini akan memprediksi bahwa setiap orang menonton berita di televisi atau membaca koran akan setuju bahwa aborsi, pajak dan pertahanan nasional adalah isu-isu penting hari itu. Namun, media tidak akan mempengaruhi pendapat tertentu tentang topik ini.<br /><br />Lingkup yang luas definisi agenda setting melibatkan pertimbangan tiga agenda terkait : agenda media, agenda publik, dan agenda kebijakan. Agenda media adalah himpunan topik yang ditujukan oleh sumber media (misalnya, koran, televisi, radio). Agenda publik itu serangkaian topik yang anggota masyarakat percaya bahwa ini penting. Akhirnya, agenda kebijakan isu-isu yang mewakili pembuat keputusan (misalnya, legislator dan mereka yang mempengaruhi proses legislatif) percaya sangat menonjol.<br /><br />TEORI SPIRAL OF SILENCE<br />Teori spiral keheningan mengusulkan bahwa orang akan enggan untuk mengungkapkan pendapat jika mereka menjadi percaya saat ini bertentangan dengan pendapat mereka sendiri atau jika mereka percaya bahwa pendapat sudah berubah ke arah yang bertentangan dengan pendapat mereka sendiri. Noelle-Neumann percaya bahwa efek ini akan sangat tegas sehubungan dengan prediksi dinamis opini publik tentang suatu masalah dan akan tergantung pada penilaian masa depan pendapat ketika saat ini dan masa yang akan datang penilaian tidak setuju. Noelle-Neumann melihat teori spiral keheningan sebagai mencakup semua teori opini publik yang menghubungkan proses psikologi social yang berbeda, interper sonal komunikasi, dan media massa.<br /><br />Noelle-Neumann juga melihat spiral keheningan sebagai sebuah proses dinamis. Noelle-Neumann percaya bahwa keengganan untuk berbicara pada suatu isu tertentu akan lebih meningkatkan penggambaran media dan pribadi menilai bahwa pendapat yang berlaku terhadap beberapa pendapat. Sebagai gambaran dan penilaian ini menjadi lebih dimodifikasi, beberapa individu akan cacat dengan pendapat yang tampaknya berlaku atau setidaknya akan gagal untuk merekrut orang baru yang kurang dominan. Sebagai Akibatnya, opini yang sebenarnya prediksi akan mengikuti pendapat dan spiral ke bawah.<br /><br />Noelle-Neumann tidak mengusulkan bahwa spiral keheningan adalah proses menyeluruh,, namun la menunjuk tiga peringatan yang membatasi penerapan teori untuk spesifik isu dan orang-orang. Pertama, teori akan terbuka hanya ketika masalah yang dihadapi adalah masalah moral baik dan buruk, bukan faktual terbitan yang dapat berdebat dan diselesaikan melalui interaksi rasional dan logis. Kedua, mencatat bahwa keengganan untuk berbicara keluar akan kurang diucapkan dalam berpendidikan tinggi dan lebih kaya bagian dari populasi. Ketiga, untuk setiap topik yang keras pendukung inti akan selalu bersedia untuk berbicara dalam suatu masalah, menganggap persepsi yang kurang dari pendapat yang berlaku dalam arah yang berlawanan.<br /><br />Teori kebisuan spiral adalah model relatif mudah pembentukan opini publik dan perubahan. Namun, dalam beberapa hal yang cukup rumit, jauh melibatkan fenomena di berbagai tingkat analisis (yaitu psikologis, interpersonal, dan media) dan berpendapat rumit selama-waktu perubahan. Beberapa variabel tambahan telah diidentifikasi sebagai faktor-faktor yang memprediksi kesediaan untuk berbicara di hadapan sebaliknya sentimen publik. Ini termasuk kekuatan dan kepastian pendapat, kepentingan kaki dan tangan politik, dan individu tingkat efektivitas diri.<br /><br />TEORI KULTIVASI<br />Teori kultivasi didasarkan pada beberapa asumsi -asumsi mengenai televisi dan cara kita melihatnya. Asumsi-asumsi ini tidak mendahului program penelitian tetapi telah berkembang sebagai teori dalam penelitian ini tradisi mengakumulasi lebih banyak dan lebih banyak bukti tentang bagaimana kita menonton televisi dan efek televisi pada kehidupan sehari-hari dan pandangan dunia. Asumsi-asumsi ini summa-rized oleh Gerbner (1990).<br /><br />Televisi telah jelas berubah pada berbagai tingkatan. Tapi perubahan ini dangkal. Nilai-nilai yang mendasarinya, demografi, ideologi, dan hubungan kekuasaan telah terwujud hanya sedikit fluktuasi dengan hampir tidak ada yang penyimpangan signifikan instalasi dari waktu ke waktu, meskipun sebenarnya perubahan-perubahan sosial yang telah terjadi. Teori kultivasi juga telah mengembangkan ide-ide tentang bagaimana kita melihat televisi. Secara khusus, mereka berpendapat bahwa "pemirsa menonton oleh jam" (Gerbner, 1990, 54). Teori kultivasi bersikukuh dengan berpendapat bahwa budaya bukan rangsangan atau model respons sederhana, model perubahan satu arah, atau model penguatan (Morgan cocok Signorielli, 1990).<br /><br />Teori kultivasi paling sering diuji melalui perbandingan isi televisi dan kepercayaan orang-orang tentang sifat dari dunia. Pada awal dan mendefinisikan pekerjaan Gerbner dan rekan-rekannya, kedua potongan teka-teki yang disebut sebagai analisis isi dan analisis indikator budaya. Langkah pertama untuk menguji teori budidaya adalah penentuan konten televisi melalui conten analisis. Kedua, pengujian proses kultivasi melibatkan individu menilai keyakinan tentang dunia seperti apa dunia. Kemudian analisis kultivasi diuji hipotesis yang terdiri dari perbandingan antara keterangan penonton televisi dan pemirsa televisi berat. Jika pemirsa televisi berat 80 cenderung memberikan jawaban yang lebih sesuai dengan tanggapan televisi, peneliti akan memiliki dukungan untuk hipotesis kultivasi. Beberapa yang paling awal dari kritik teori kultivasi dicatat efek yang relatif kecil yang ditemukan untuk proses kultivasi dan fakta bahwa efek itu lebih jauh berkurang ketika mengendalikan jumlah variabel demografis yang relevan (misalnya, umur, jenis kelamin, pendidikan). Potter (1991a, 1993) berpendapat bahwa hubungan antara menonton televisi dan pandangan dunia mungkin bukan linear dan simetris yang diduga oleh satu teori kultivasi.<br /><br />PEMBAHASAN<br />Dalam buku teori komunikasi Katherine Miller bab 15 mengenai teori media dan masyarakat menjelaskan mengenai beberapa teori yang berkaitan dengan sistem penyampaian informasi oleh media terhadap opini public dan perubahan masyarakat. Mulai dari teori agenda setting, teori spiral of silence dan teori mengenai kultivasi. Selain menjelaskan mengenai proses pengembangan tiap-tiap teori serta pembagian proses teori, dalam buku ini juga membahas kritikan dan sejumlah masukan mengenai pengembangan teori yang disesuaikan dengan pengembangan komunikasi.<br /><br />Teori Agenda Setting<br />Teori ini mengambarkan mengenai bagaimana media massa mengatur dan mempengaruhi masyarakat dalam menentukan informasi. Media massa dapat membuat suatu agenda informasi yang nantinya akan dianggap penting oleh masyarakat. Begitu juga sebaliknya pemberitaan yang dianggap tidak penting oleh media akan menjadi tidak penting juga dalam masyarakat. Dalam agenda setting opini tentang suatu topik tertentu media massa dapat mempengaruhi oponi publik serta cara pandang masyarakat terhadap suatu hal. Salah satunya dapat dicontohkan, pemberitaan media massa mengenai pengambilan atau klaim dari Negara Malaysia terhadap beberapa kebudayaan Indonesia yang akhirnya menyebabkan suatu opini public yang negatif terhadap Negara Malayasia yang dianggap sebagai pencuri kepemilikan orang lain. Contoh lainnya saat media massa memberitakan suatu keburukan dari suatu perusahaan yang dianggap telah merugikan masyarakat, maka saat itu pula tanggapan masyarakat terhadap perusahaan tersebut akan menjadi buruk.<br /><br />Teori ini banyak digunakan dalam mengakampanyekan calon dalam suatu pemilihan, baik itu pemilihan gubernur maupun presiden. Pemberitaan mengenai baik dan buruknya seorang calon akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap calon yang akan diplihnya.<br /><br />Teori Spiral Of Silence<br />Teori spiral keheningan menjelaskan menegenai seseorang akan mempunyai kemungkinan untuk tidak akan mengungkapkan pendapatnya saat dia merasa bahwa apa yang terjadi pendapat yang berkembang telah tidak sesuai lagi dengan apa yang dinggap benar oleh orang tersebut. Hal ini menyengkut dengan opini publik mengenai suatu hal tertentu.<br /><br />Dalam buku ini mencontohkan dalam hal pemilu di German yang diukuti dua partai besar Sosial Demokrat dan Cristian Demokrat, saat awal dilakukan poling keduanya memiliki harapan yang sama dari masyarakat untuk menang. Namun prediksi yang dilakukan dari voting dua bulan sebelum pemilu berbeda dengan apa yang terjadi saat pemilu. Dalam teori ini menunjukkan jika opini public tidak hanya diperlihatkan lewat apa yang dikatakan, karena terkadang yang dilakukan tersebut hanya dilakukan karena takut terosilasi dan juga ketika mereka percaya pendapat yang berlaku bertentangan dengan pendapat mereka sendiri ini bergerak ke arah yang jauh dari pendapat mereka, orang-orang tidak akan mau berbicara. Teori spiral silence ini sangat berkaitan dengan berbagai tingkat analisis, antara lain, psikologi, interpersonal dan media.<br /><br />Teori Kultivasi<br />Teori kultivasi merupakan teori yang menggambarkan mengenai cara perkembangan perubahan kebiasaan masyarakat yang disebabkan oleh media massa. Dalam teori kultivasi lebih menitikberatkan pada pengaruh siaran televisi. Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan pengkajiannya pada studi televisi dan audiens, khusus memfokuskan pada tema-tema kekerasan di televisi. Akan tetapi dalam perkembangannya teori tersebut bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan. Teori ini menitik beratkan pada asumsi yang akan terjadi pada masyarakat dari penayangan siaran televisi yang ditonton.<br /><br />Salah satu contohnya adalah pada siaran televisi yang menayangkan kekerasan dan ditonton oleh anak-anak. Jika proses kultivasi yang disampaikan oleh media massa terutama televisi telah mengakibatkan perubahan sikap dalam diri anak-anak. Mereka juga seakan-akan tidak tahu lagi apa yang semestinya dilakukan oleh anak-anak, sehingga ini mengakibatkan anak-anak seakan telah bersikap dewasa atau dengan kata lain merasa dirinya bukan lagi di usia yang sebenarnya. Siaran televisi ini akan berakibat baik bila pesan yang disampaikan adalah pesan-pesan yang baik dan bermoral. Sebaliknya, akan menjadi bahaya besar ketika televisi menyiarkan program-program yang bobrok dan amoral, seperti kekerasan dan kriminalitas.<br /><br />Dalam teori kultivasi yang dijadikan penelitian adalah dampak yang disebabkan oleh televisi terhadap penerimaan oleh masyarakat. Pengembangan siaran televisi yang mempengaruhi manusia untuk menjadikannya sebagai suatu kebutuhan dalam mendapatkan informasi terkadang juga telah mengakibatkan terpengaruhnya cara berfikir audien mengenai sesuatu hal yang kemudian diterapkan dalam kehidupan keseharinnyaNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-53372502740275129102010-05-25T18:17:00.000-07:002010-05-25T18:18:49.519-07:00Wacana Komunikasi Massamedia_relations1Tulisan ini sekadar pengantar wacana “komunikasi massa” maupun diskusi tentangnya. Tujuannya, agar dengan membaca dan mendiskusikannya, kita semakin mengakrabinya, lalu –pada gilirannya—tertarik memperdalamnya lebih jauh lewat berbagai sumber referensi dan aktivitas yang lain.<br /><br />Berbagai Definisi tentang Komunikasi<br />Komunikasi merupakan salah satu aspek kehidupan manusia paling mengisi (pervasive), penting lagi komplek (rumit). Demikian kata Stephen W. Littlejohn (1996). Namun, dari sana terkandung salah satu paradox yang paling saya hayati sampai saat ini, yakni soal pendefinisian “komunikasi” itu sendiri.<br /><br />Di satu sisi, banyak ahli atau teoritisi bidang komunikasi terlalu sulit mencari definisi yang pas. Anehnya di sisi yang lain, justru banyak orang awam di bidang itu mempermudahnya dengan komentar “ngomong ama orang lain itu udah termasuk komunikasi”. Jadi, semakin sulit upaya mendefinisikan “komunikasi”, semakin mudah orang melakukan simplifikasi (penyederhanaan masalah).<br /><br />Tapi, apakah upaya memahami komunikasi mulai dengan mencari dan memahami definisinya bukan tindakan yang penting? Jelas tidak! Bagaimanapun mencoba mendefinisikan komunikasi dan memahami definisinya menjadi dasar pemikiran kita mengeksplorasi lebih lanjut segala hal tentang komunikasi itu sendiri. Namun, sekali lagi, itu tidak mudah.<br /><br />Stephen W. Littlejohn (1996) menulis, kalau “proses saling terhubungnya bagian-bagian yang tak tersambung dalam kehidupan dunia” (Jurgen Ruesch, 1957) mendefinisikan “komunikasi”, tentu saja menjadi terlalu umum. Sebaliknya kalau “komunikasi” didefinisikan sebagai “makna dari pengiriman pesan-pesan dan perintah-perintah militer via telepon, telegram, radio dan kurir” (The American College Dictionary, 1964), tentu saja menjadi terlalu sempit.<br /><br />Definisi lain, yang menyebutkan “komunikasi adalah pertukaran pemikiran dan ide secara verbal” (John B. Hoben, 1954), cenderung terlalu optimis, karena mengandaikan bahwa dalam komunikasi pemikiran dan ide itu berhasil dipahami dan karenanya pula berhasil dipertukarkan. Sementara definisi yang lebih netral rasanya kurang ketat, seperti “komunikasi adalah suatu transmisi informasi” (Bernard Berelson dan Gary Steiner, 1964), peduli amat apakah informasi itu diterima dan dipahami atau tidak.<br />Suatu definisi yang lebih mencerminkan fenomena “komunikasi” yang kita alami sehari-hari misalnya “komunikasi mencakup pemahaman bagaimana manusia melakukan penciptaan, pertukaran dan penafsiran pesan-pesan” (Stephen W. Littlejohn, 1996). Atau, agar lebih memperlihatkan proses yang agak sedikit konkret, komunikasi bisa juga diartikan sebagai proses “siapa mengirimkan pesan macam apa melalui media apa kepada siapa dan menimbulkan efek seperti apa” (Harold D. Lasswell), sehingga komunikasi merupakan pertukaran pesan (message) yang berproses di antara pengirim/sumber (source/komunikator), perantara (medium/media) dan penerima/sasaran (receiver/komunikan/audience), dan efek yang ditimbulkannya.<br /><br />Lebih lanjut, pendekatan konvergensi menambahkan adanya umpan balik (feedback) sebagai unsur yang penting untuk menggambarkan adanya pengiriman pesan balik dari penerima kepada pengirim. Bahkan, paradigma partisipatif mengusulkan tidak lagi pentingnya status “sumber” dan “penerima”, namun semuanya adalah “partisipan” dalam proses komunikasi yang partisipatif (Manfred Oepen, 1988, dalam P3AM, 1988).<br /><br />Antara Communication dan Communications<br />Lebih lanjut, pengistilahan dalam bahasa Inggris ternyata ikut mengembangkan peta pemahaman tentang komunikasi, seperti konsep-konsep “communication” dan “communications” yang berbeda satu sama lain. Communication (tanpa “s”) menunjuk pada proses komunikasi, yang mendorong adanya interaksi sosial (antar manusia). Sedangkan communications (dengan “s”) menunjuk pada perangkat teknis yang digunakan manusia dalam proses komunikasi itu. (William L. Rivers, Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson, 2003).<br /><br />Mengutip penegasan Edward Sapir, ketiga penulis di atas (Rivers, Jensen dan Peterson, 2003) memposisikan communication sebagai proses primer dalam komunikasi, dan terdiri dari bahasa, gerak tubuh, peniruan perilaku pihak lain dan perilaku sosial. Sedangkan communications diposisikan sebagai teknik sekunder yang mencakup segenap instrumen/alat dan sistem yang mendukung proses komunikasi seperti kode Morse (bukan bahasa!), pekik terompet, kertas, pulpen, alat cetak, film, pemancar siaran radio dan televisi, serta internet.<br /><br />Secanggih apapun, sedahsyat apapun perkembangannya, semahal apapun harganya, teknik sekunder hanya berfungsi sebagai sarana memudahkan proses primer, yakni proses komunikasi itu sendiri. Apalagi teknik sekunder semakin membuka peluang bagi manusia untuk menciptakan “lingkungan semu” (pseudo-environment) karena dunia obyektif yang dihadapi manusia memang serba “tak terjangkau, tak terlihat dan tak terbayangkan” (Water Lippmann, 1922), ada batasan ruang dan waktu yang menghambat manusia memahami lingkungan hidup sekelilingnya. Akibatnya, muncul kecenderungan manusia untuk menilai segala sesuatu berdasarkan gambarannya sendiri dan –pada perkembangan berikutnya—yang ikut dibentuk/dikonstruksi media itu sendiri.<br /><br />Meski demikian, teknik sekunder tidak bisa diremehkan kehadirannya. Proses primer, kemampuan berkomunikasi, memang potensi yang dikandung manusia sejak lahir, sebagai salah satu kodrat penciptaan. Namun hanya kemajuan peradabanlah yang memperkenalkan manusia dengan teknik sekunder, sehingga proses komunikasi menjadi semakin mudah dilakukan, maju dan berkembang, seperti sampai saat ini.<br /><br />Tingkat-Tingkat Komunikasi<br />Komunikasi sebagai proses selalu terjadi dalam suatu konteks, dalam suatu setting atau situasi tertentu. Konteks setting dan situasi tersebut sangat beragam, sehingga kita perlu membaginya dalam klasifikasi tertentu. Banyak teoritisi komunikasi memiliki klasifikasi masing-masing, namun klasifikasi paling umum yang digunakan, menurut Stephen W. Littlejohn (1996) adalah klasifikasi hirarkial sbb.:<br /><br />1. Komunikasi Interpersonal<br />2. Komunikasi Kelompok<br />3. Komunikasi Organisasional<br />4. Komunikasi Massa<br /><br />Komunikasi interpersonal merupakan tingkat komunikasi paling “dasar” yang terjadi di antara individu manusia, dan biasanya dilakukan secara tatap muka dalam setting personal atau pribadi (oleh karena itu tingkat ini sering disebut komunikasi antar pribadi). Dalam perkembangan berikutnya, komunikasi yang menggunakan media antar pribadi (telegram, telepon, radio panggil, internet yang secara khusus dalam penggunaan e-mail dan chatting) dikelompokkan ke dalam komunikasi interpersonal ini.<br />Komunikasi kelompok terjadi melalui interaksi antar manusia dalam kelompok-kelompok kecil, biasanya dalam setting pengambilan keputusan (decision-making). Berarti, di dalam komunikasi kelompok terjadi juga komunikasi antar pribadi.<br /><br />Komunikasi organisasi terjadi dalam jaringan-jaringan kerja sama dan mencakup semua aspek komunikasi interpersonal maupun kelompok. Komunikasi organisasi ini meliputi topik-topik seperti struktur dan fungsi organisasi, relasi manusawi, komunikasi dan proses pengorganisasian, serta kultur organisasi.<br /><br />Komunikasi massa, yang berada dalam tingkat paling “atas”, merupakan komunikasi di dalam setting ruang publik, dan biasanya selalu menggunakan media massa (media cetak dan media siaran seperti radio siaran, televisi dan film). Media massa yang dimaksudkan di sini perlu diperjelas sebagai media yang (biasanya) digunakan secara melembaga, lembaga tersebut berfungsi sebagai sumber yang mengkomunikasikan pesan secara serempak kepada audience yang bersifat massif (massal) dan anonim (tidak lagi teridentifikasi dengan jelas atau spesifik). Maka, menurut saya, penggunaan internet sebagai media komunikasi yang secara khusus disiarkan secara massal, serempak dan hingga tidak diketahui lagi siapa audience yang dimaksud (misalnya penerbitan situs internet) merupakan proses komunikasi massa. Sedangkan pengiriman e-mail melalui mekanisme miling list bukan merupakan komunikasi massa, karena biarpun dikirimkan oleh sumber yang bisa merupakan suatu lembaga, dikirimkan secara serempak dan massal, tetap saja aktivitas pengirimannya bukan aktivitas dan proses komunikasi yang melembaga dan audience-nya teridentifikasi dengan jelas (minimal e-mail address-nya spesifik).<br /><br />Pergeseran Paradigma Komunikasi Massa<br />Dibandingkan dengan tingkat komunikasi yang lain, komunikasi massa menyumbangkan perkembangan dan penemuan praktis, teknologis serta teoritis yang lebih besar. Seperti halnya perkembangan peradaban manusia yang umumnya bersifat dialektis, dan seperti yang sudah saya singgung di awal, telah terjadi pergeseran paradigma komunikasi massa dari waktu ke waktu. Dan pergeseran tersebut terjadi karena berkembang pesatnya penelitian, kajian dan diskursus tentang komunikasi sosial. Paragraf-paragraf berikut ini memaparkan pemetaan khasanah teori komunikasi menurut Stephen W. Littlejohn (1996), Denis McQuail (1994) dan Jalaluddin Rakhmat (1995).<br /><br />Dalam paradigma lama misalnya, banyak penelitian komunikasi di era 1920-1940an menyebutkan bahwa media begitu perkasa di hadapan audience-nya karena kuatnya pengaruh media “menyuntikkan” atau “memberondongkan” pesan hingga menimbulkan efek maksimal yang mempengaruhi audience secara afektif (mempengaruhi sikap dan pendapatnya). Teori-teori yang tergabung dalam paradigma ini misalnya teori “peluru” atau “jarum hipodermik” (C.I. Janis Hovland dan H. Kelly, 1959). Fenomenanya jelas: sandiwara radio berjudul “Invasion from Mars” karya Orson Welles yang disiarkan untuk merayakan hari lahir CBS –salah satu radio terbesar di Amerika Serikat— tahun 1938 menimbulkan kekacauan dan kepanikan luar biasa warga, kecelakaan dan kerugian material jutaan dollar, hanya karena kebanyakan dari mereka “tune in late”, terlambat mendengarkan siaran dari awal, dan mengira siaran itu adalah reportase “breaking news” tentang peristiwa yang benar-benar terjadi. Atau keberhasilan Herman Goering, menteri propaganda rezim Nazi, memobilisir dukungan terhadap invasi Jerman ke nyaris seluruh Eropa (1939-1944), berkat gencarnya siaran radio.<br /><br />Selain menggambarkan keperkasaan media dan maksimalnya dampak pesan, paradigma lama komunikasi juga menunjukkan ciri prosesnya yang bersifat atas-bawah (top-down). Artinya, sumber komunikasi dan media yang mereka kuasai berada dalam posisi paling dan serba menentukan pesan, proses, efektivitas dan dampak macam apa yang terjadi pada audience. Proses komunikasi berlangsung dari sumber yang berada di “atas” ke audience yang berada di “bawah” dan tidak sebaliknya.<br /><br />Namun pada era 1950-an, paradigma komunikasi telah bergeser. Media tak lagi seperkasa pada era sebelumnya. Muncul penelitian dan teori tentang adanya “2 tahap arus komunikasi” (two-step flow communication) yang menunjukkan adanya beberapa variabel di antara lembaga media dan audience, yang ikut menentukan efektivitas komunikasi. Variabel antara tersebut misalnya peran pemuka pendapat (opinion leader) dalam kelompok-kelompok sosial yang mentukan efektivitas kampanye presiden Amerika Serikat mengumpulkan dukungan, atau opini tetangga sekitar yang ikut menentukan apakah iklan Pepsodent efektif atau tidak membujuk Anda untuk membeli, mencoba dan mengkonsumsinya.<br /><br />Sedangkan pada era 1970an, penelitian dampak media di Amerika Serikat menunjukkan gejala yang lain sama sekali. Efek media ternyata tak seperkasa era sebelumnya. Justru audience media massa yang lebih menentukan efektivitas proses komunikasi tersebut, karena audience lebih aktif mencari format dan isi pesan, aktif menggunakan dan memanfaatakan media yang tepat, untuk memuaskan kebutuhan mereka akan informasi, bahkan tindakan aktif tersebut mempengaruhi kebijakan media dalam memformat proses komunikasi dan pesan mereka. Demikian tesis dasar teori “Uses and Gratifications”-nya Elihu Katz, Jay Blumer dan Michael Gurevitch (1974). Lebih lanjut Philip Palmgreen (1984) menambahkan kerangka teoritis “Uses and Gratifications” dengan menekankan adanya sistem kepercayaan/keyakinan dan evaluasi dalam diri setiap audience ketika memilih dan memanfaatkan media mana yang menyediakan pesan tertentu yang ia butuhkan. Sebagai contoh, ketika kita percaya bahwa SCTV menyediakan informasi paling “aktual, tajam dan terpercaya”, apalagi setelah kita menonton kemudian mengevaluasinya memang begitu adanya, kita akan terus mencari dan memanfaatkan informasi dari SCTV, dan bukan MetroTV yang mengklaim dirinya satu-satunya TV Informasi di Indonesia. Sebaliknya, jika kita tak lagi percaya dan evaluasi kita terhadap SCTV buruk, dengan mudah kita memindah channel ke stasiun TV lain.<br /><br />Namun, hampir bersamaan dengan berkembangnya paradigma “Uses and Gratifications”, muncullah teori “Agenda Setting” yang menghidupkan kembali model “jarum hipodermik” namun dengan fokus penelitian yang telah bergeser: dari efek afektif (sikap dan pendapat) ke efek kognitif (kesadaran dan pengetahuan). Artinya, media tetap powerfull membentuk persepsi audience-nya tentang apa yang dianggap penting untuk dicermati dan dipikirkan. (Cohen, 1963; Jalaluddin Rakhmat, 1995). Misalnya dalam penelitian tentang kampanye presiden Amerika Serikat tahun 1972, surat kabar mampu menentukan apa yang dianggap penting oleh masyarakat, dan agenda siaran televisi berkorelasi signifikan dengan agenda para konstituen pemilu (D.L. Shaw dan M.E. McCombs, 1977).<br /><br />Pada perkembangan selanjutnya, Everet M. Rogers dan F.F. Shoemaker (1979) melakukan penelitian yang melacak proses penyebaran informasi dalam sistem sosial melalui ruang dan waktu. Dari sana ditemukan fakta bahwa media (massa) memiliki efek yang berbeda-beda pada titik-titik waktu yang berlainan, mulai dari menimbulkan pengetahuan hingga mempengaruhi adopsi atau –sebaliknya— penolakan. Teori ini mempengaruhi perkembangan paradigma komunikasi di atas, yang mengembalikan keraguan kita tentang kekuatan media dalam mempengaruhi audience, karena ternyata saluran-saluran interpersonal (komunikasi tatap muka antar pribadi, misalnya) ikut mempengaruhi efek media tersebut. Misalnya, efek sebuah siaran televisi yang paling menghebohkan sekalipun mungkin tidak selalu menyedot banyak penonton, karena interaksi sosial penonton ikut menentukan apakah mutu acara itu layak diperhatikan, sesuai dengan standar moral agama tertentu, dsb.<br /><br />Tantangan<br />Semakin lama semakin dirasakan begitu pentingnya komunikasi dalam peradaban masyarakat modern. Mengutip pendapat William L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson (2003):<br /><br />Karena manusia bisa menciptakan simbol-simbol, maka ia juga mampu mengkomunikasikan suatu niat, makna, keinginan atau maksud yang kompleks, dan karena itu pula manusia bisa mengubah bentuk kehidupan sosialnya. Dengan demikian, komunikasi merupakan pendorong proses sosial, yang ditentukan oleh akumulasi, pertukaran dan penyebaran pengetahuan.<br /><br />Mereka bertiga memberi predikat “landasan masyarakat manusia” kepada komunikasi. Penulis lain seperti John Dewey pernah mengatakan bahwa komunikasi merupakan “hal paling menakjubkan” dewasa ini. Bahkan sejak perkembangan teknologi listrik (Electric Age) dimulai pun Marshal McLuhan sudah memproklamirkan terjadinya Global Village (desa global): dunia sebesar ini semakin mudah dijangkau seolah-olah ia sekecil sebuah desa, gara-gara teknologi listrik mendorong kemajuan komunikasi.<br /><br />Namun, sejarah mencatat produk peradaban modern tidak hanya membawa berkah, namun seringkali membawa musibah. Demikian pula kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, tidak selalu berdampak positif, namun membawa pula dampak negatif.<br /><br />Neil Postman (1995) pernah menulis, George Orwell –sastrawan Inggris terkenal— boleh “mencemaskan adanya pihak yang ingin menjauhkan kita dari informasi”. Namun sebaliknya Aldous Huxley –penulis buku Brave New World yang terkenal— lebih “mengkhawatirkan mereka yang menjejali kita dengan banyak informasi sampai kita menjadi pasif dan egois”. Kalau Orwell mengkhawatirkan “disembunyikannya kebenaran dari kita” sehingga kita menjadi “masyarakat yang terbelenggu”, Huxley mengkhawatirkan “hilangnya kebenaran dalam lautan informasi yang tidak relevan” hingga mungkin kita menjadi “masyarakat remeh temeh”. Singkatnya, Orwell mengkhawatirkan “kehancuran kita yang disebabkan oleh hal-hal yang kita benci”, sedangkan Huxley mengkhawatirkan “kehancuran kita yang disebabkan oleh hal-hal yang kita sukai”.<br /><br />Refleksi yang bisa ditarik atas pendapat mereka di atas adalah bahwa manfaat informasi pada hakekatnya adalah relatif. Dan persoalan apakah ia mendatangkan kebaikan atau malapetaka, sangat tergantung pada kita sendiri, manusia, yang menemukan pelbagai teknologi untuk menyebarluaskannya.<br /><br />Saat inipun, masyarakat kita mengalami dilema yang paralel dengan kekhawatiran di atas. Tatkala pers diberangus semasa rezim otoriter (sejak kemerdekaan hingga masa Orde Baru), kita rasakan betapa mahalnya akal sehat, good government, kebijakan ekonomi yang adil dan standar etika-moral yang memadai. Tapi sebaliknya, ketika pers cenderung liberal seperti sekarang ini, kita merasakan semakin sempitnya ruang survival untuk menjaga obyektivitas wacana, ketepatan bersikap, etika perilaku dan pemikiran yang dewasa. Ditambah lagi adanya kecenderungan memformat segala aspek hidup menjadi sekedar hiburan (asal menarik, lucu, melampiaskan kepenatan, menyenangkan) telah mereduksi kualitas kehidupan, dari soal politik, pendidikan, hingga warta agama. Seolah-olah yang terpenting bukan lagi inti makna atau isi, tapi kemasan atau bungkus.<br /><br />Dalam arena persoalan semacam itu, setiap orang yang masih punya kehendak baik untuk membangun kehidupan sejati menjadi lebih bermakna pasti merasa dituntut untuk berbuat sesuatu. Salah satunya –dalam konteks ini— adalah merintis proses komunikasi yang lebih memerdekakan, komunikasi yang ikut mendorong pemberdayaan masyarakat ke arah situasi yang lebih baik.<br /><br />Referensi<br />Littlejohn, Stephen W. (1996). Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Publishing Company. 5th edition.<br />McQuail, Denis (1994). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga.<br />Postman, Neil (1995). Menghibur Diri Sampai Mati: Mewaspadai Media Televisi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.<br />Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat/P3M (1988). Media Rakyat. Jakarta: P3M.<br />Rivers, William L., Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson (2003). Media Massa & Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana-Prenada Media.<br />Rakhmat, Jalaluddin (1995). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-29034268767336767542010-05-25T17:56:00.000-07:002010-05-25T17:57:03.470-07:00MAHZAB ILMU KOMUNIKASISebagaimana penuturan Prof. Nasikun, llmu sosial dapat memiliki tiga fungsi : decision making, social critics, dan advocacy. Dalam kontek ini menjadi penting.(ttg ilmu sosial..)<br /><br />Kajian kritis<br /><br />Dalam kontek kajian komunikasi hal ini dapat dijumpai melalui karya-karya Stanley Deetz, Noam Chomsky, Cherney, Ben Bagdikian, Herbert Schiller.<br /><br />Kajian Interpretatif<br /><br />interpretative melalui Cliffort Geertz, James Lull, Pacanoski, dan sebagainya.<br /><br />ANTARA TRADISI BARAT, ASIA, DAN AKAR KAJIAN KOMUNIKASI DI INDONESIA<br /><br />Terdapat tiga hal penting yang penting untuk dipahami kaitannya dengan mempelajari teori komunikasi. Yakni antara tradisi Amerika, Eropa, dan Asia.<br /><br />Tradisi Amerika<br /><br />Tradisi Amerika sangat menonjol perspektif yang positivistic1 semenjak decade 40-an. Demikian pula pengaruh filsafat pragmatis yang dominant di Amerika sehingga dalam perkembangan teori kurang begitu filosofis.<br /><br />Dominannya pendekatan positivistic empiris sangat menonjol sejak decade 40-an. Terutama pada masa propaganda yang mempercayai dampak kuat media.2 Kemudian berkembang terus sampai masa sesudah perang. Ini pula yang kemudian membentuk arus besar dalam kajian komunikasi Amerika dimana penelitian yang bercorak administrative lebih menonjol.<br /><br />Padahal akar kajian komunikasi di Amerika sesungguhnya pada awalnya cukup humanistic, Sebagaimana tampak melalui kelompok Chicago dengan figure seperti John Dewey, George H. Mead. dan Robert E. Park. Dewey dan Park memberi perhatian terhadap arti penting suratkabar bagi kehidupan komunitas. Sedangkan interaksi simbolik Mead menjadi penting dalam kontek komunikasi antar personal.<br /><br />Dewasa ini tradisi kritis juga tampak di Amerika seperti kemunculan C.W. Mills pada decade 50-an yang dipandang sebagai peletak dasar-dasar kajian kritis. Mills berinteraksi langsung dengan kalangan pelarian Frankurt School yang ada di New York. Dewasa ini semangatnya dapat dilihat dalam pemikiran figure seperti Herbert Schiller, Ben Bagdikian, Noam Chomsky, atau Robert Chesney. Orientasi aliran kritis adalah emansipatoris.<br /><br />Tradisi Eropa<br /><br />Ilmu Sosial di Eropa lebih filosofis atau rasionalis. Bisa juga dikatakan cenderung idealis. Maka teori-teori yang normative terasa dari tradisi Eropa. Terutama pula yang berangkat dari pemikiran kritis karena pemikiran Marxist mengakar kuat. Maka kecenderungan teori komunikasi dari tradisi Eropa dapat dijumpai melalui tradisi kritis.<br /><br />Namun berkat interaksi keilmuan, di Eropa juga dikembangkan pendekatan empiris, sebagaimana di Amerika pendekatan kritis juga dianut. Kajian empiris memberi perhatian terhadap individu sedangkan kajian kritis memberi perhatian terhadap aspek yang lebih luas yakni relasi antar institusi social pada tingkat makro. Misalnya pada fenomena Josepht Klepper tentang The Effect of Communications.<br /><br />Secara umum, tradisi Amerika dan Eropa dapat disebut sebagai tradisi Barat. Maka ciri teori komunikasi dari Barat adalah menempatkan individu dalam posisi yang penting. Paham liberalisme dapat dimengerti dalam kontek ini. Karenanya penelitian-penelitian yang menempatkan individu sebagai titik pusat menjadi penting. Dalam tradisi psikologi social dapat dimengerti dalam kontek ini. Penelitian yang dilakukan Hovland dan Lazarfeld berada dalam kontek ini. Tentunya disini pandangan Barat dalam kontek empirisme.<br /><br />Ciri lain, teori Barat bersifat parsial. Melihat dari sudut tertentu. Sehingga reduksi tampak jelas. Pandangan yang terbagi kedalam sejumlah perspektif berada dalam kontek ini. Misalkan tradisi kritis mereduksi realitas kedalam struktur yang kuat dan yang lemah. Pemikiran semacam ini pula yang kemudian menjadi sasaran kritik kalangan cultural studies yang dipengaruhi neo Marxist dimana lebih melihat kompleksitas realitas social.<br /><br />Tradisi Timur<br /><br />Dalam tradisi timur, manusia tidak dipusatkan sebagai individu namun secara kolektif.<br /><br />Kemudian juga bersifat keseluruhan daripada parsial. Misalnya dalam melihat tentang manusia juga dihubungkan dengan alam. Hubungan yang harmonis manusia dengan alam merupakan satu kesatuan dalam melihat realitas.<br /><br />Demikian pula, di Timur masalah emosi menjadi penting. Karenanya di Timur pesan non verbal menjadi penting.4 Untuk memahami suatu makna orang harus menggunakan perasaan yang mendalam. Bandingkan dengan di Barat yang rasional, orang cenderung untuk secara verbal (to the point).<br /><br />Majid Tehranian—pemikir komunikasi Amerika keturunan Iran--mengusulkan paradigma komunitarian, yang mengedepankan tampilnya kalangan pemimpin komunitas, yang tampaknya cukup signfikan di timur.<br /><br />Maka penting pula untuk memahami pembagian perspektif berdasarkan benua ini. Sehingga perspektif kita menjadi lebih utuh. Misalnya perspektif Timur disebut seperti dari tradisi Budha, Hindu, Tao, Islam. (tradisi as, eropa, asia..)<br /><br />Tradisi Postmodernisme<br /><br />Lawrence Neumann menyebut paradigma postmodernisme sebagai paradigma yang sedang berproses setelah tiga paradigma yang telah ada yakni positivistik, interpretatif, dan kritis (lihat Neumann, ). Maka relevan pula untuk memasukan paradigma postmodernisme ini dalam kontek kajian ilmu komunikasi, yang tidak dapat melepaskan diri dari perkembangan ilmu sosial yang telah ada.<br /><br />Sebenarnya hal ini terakomodir dalam beberapa konsep yang dikenalkan melalui beberapa figur seperti John Fiske, Roland Barthes, Michael Foucault, Raymond William, Stuart Hall, Jean Boudrillard, dan sebagainya. Mereka yang dikenal menyuarakan tentang cultural studies atau apa yang disebut juga kalangan post strukturalis. (lihat littlejohn, 2002). Lebih jauh, figur-figur seperti Jean Boudrillard juga tepat untuk dimasukan disini. 5<br /><br />Asumsi pokok dalam postmodernisme adalah paham relativisme. Realitas merupakan sesuatu yang sedang berproses. Senantiasa terjadi proses pengkonstruksian terhadap realitas. Terdapat banyak kalangan yang terlibat dalam proses pengkonstruksian realitas ini.6 (--karenanya pandangan strukturalisme, cara berfikir oposisi biner, sesuatu yang ditolak oleh postmodernisme. 25/3/5)7<br /><br />Tema-tema seperti masyarakat konsumen, hiper realitas, budaya popular, menjadi penting. Media memegang peranan penting dalam proses ini. Postmodernisme memberi perhatian terhadap fenomena wacana. Dalam kontek ini fenomena symbol menjadi penting. Hal ini berkaitan dengan tema masyarakat informasi, fenomena yang menjadi latar belakang kemunculan postmodernisme. Terdapat banyak fenomena symbol dalam masa masyarakat informasi.(tradisi posmo)<br /><br />Terdapat sejumlah pengertian tentang pengelompokkan (perspektif teori komunikasi seperti covering law perspective, rule theory, dan pendekatan sistem , dan lainnya). Namun sekali lagi, secara umum dapat dikelompokkan ke dalam perspektif atau paradigma yang telah ada.<br /><br />Pendekatan Covering Law menekankan pada hubungan sebab akibat dalam komunikasi. Rule governed menekankan pengaruh kebebasan dan pilihan individual. Sedangkan sistem menekankan interaksi, interdependensi, dan koordinasi dari tingkah laku diantara individu.<br /><br />Robert Craig mencoba menyebut adanya tujuh tradisi dalam kajian komunikasi (2002) yaitu semiotik, retorika, kritis, psikologi sosial, cybernetik, sosial budaya, dan fenomenologi.<br /><br />Tradisi Semiotik<br /><br />Tradisi semiotik berakar dari bahasa. Dalam buku Tankard disebut beberapa istilah seperti semantic differential, hakekat simbol. Sedangkan dalam Littlejohn disebut secara lebih rinci landasan teoritis dari kalangan ahli linguistik seperti Ferdinand de Saussure, Charles S. Pearce, Noam Chomsky, Benjamin Whorlf, Roland Barthes, dan lainnya. Mencoba membahas tentang hakekat simbol. Selanjutnya dalam John Fiske (1980) tentang pembahasan seputar ini dengan mengurainkan aspek seperti icon, index, dan symbol menurut Pearce.<br /><br />Jadi terdapat banyak teori komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi. Simbol merupakan produk budaya suatu masyarakat untuk mengungkapkan ide-ide, makna, dan nilai-nilai yang ada pada diri mereka. Mengkaji aspek ini merupakan aspek yang penting dalam memahami komunikasi.<br /><br />Dalam kajian kontemporer, dalam hal ini pendekatan postmodernisme-poststrukturalisme, yang banyak menekankan pada kajian seputar simbol atau yang populer tentang analisis wacana. Maka pendekatan dari sudut ini menjadi penting. Jadi teori-teori komunikasi yang berangkat dari tradisi semiotik menjadi bagian yang penting untuk menjadi perhatian. Analisis-analisis tentang iklan, novel, sinetron, film, lirik lagu, video klip, fotografi, dan semacamnya menjadi penting. Terlebih dengan perkembangan industri media di Indonesia dewasa ini, kajian seputar ini menjadi penting untuk mendapat perhatian. Contoh kasus : bila anda seorang cameraman televise, suatu ketika anda meliput di Aceh. Maka dengan pemahaman tradisi semiotic yang memadai, akan membantu untuk menbari icon yang tepat. Misalnya ambil gambar masjid Baiturahman. Bila anda meliputi di kota Surabaya untuk stasiun televise asing, maka anda akan menyertakan menampilkan icon Tugu Pahlawan atau patung Sura lan Baya. Kasus yang kurang lebih sama juga akan terjadi ketika anda bekerja sebagai bagian kreatif sebuah biro iklan. Pemahaman yang memadai tentang dunia symbol akan banyak membantu dalam merancang desain iklan yang tepat. Fenomena iklan-iklan sampoerna bias dijelaskan dalam kontek ini. Kepekaan perancang dengan situasi social di Indonesia salah satu yang dpat disebutkan.<br /><br />Maka pemahaman akan tradisi semiotic akan penting. Misalkan bagi yang berminat di iklan, dengan wawasan semiotic akan dapat merancang konsep yang tepat. Kehandalan dalam memilih symbol dan semacamnya. Mereka akan mampu menyampaikan makna secara memadai.<br /><br />Tradisi Psikologi Sosial<br /><br />Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran behavioral. Dalam kajian komunikasi akan sering dijumpai dalam kajian tentang dampak media. Memberi perhatian pada perubahan sikap (attitude). Hubungan media dan khalayak tentunya akan menyebabkan terjadinya perubahan sikap. Media menjadi stimulus dari luar diri khalayak yang akan menyebabkan terjadinya perubahan sikap.<br /><br />Kasus lain seperti komunikasi persuasi. Pengaruh komunikator terhadap perubahan sikap khalayak. Penelitian eksperimen yang dilakukan Carl Hovland menggunakan pendekatan eksperimen. Sementara Paul F. Lazarfeld lebih menggunakan penelitian survei.<br /><br />Tradisi psikologi sosial juga dapat dijumpai dalam penelitian komunikasi antar budaya seperti yang menggunakan teori yang dikembangkan Guddykunt tentang Management Reduction Uncertainty Theory.<br /><br />Psikologi Sosial memberi perhatian akan pentingnya interaksi yang mempengaruhi proses mental dalam diri individu. Aktivitas komunikasi merupakan salah satu fenomena psikologi sosial seperti pengaruh media massa, propaganda, atau komunikasi antar personal lain.<br /><br />Teori-teori yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat menjelaskan tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan. Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan proses yang berlangsung secara internal dalam diri manusia seperti proses berfikir, pembuatan keputusan, sampai dengan proses menggunakan simbol. Demikian pula dalam proses memahami pesan yang diterima, manusia juga menggunakan proses psikologis seperti berfikir, memahami, menggunakan ingatan jangka pendek dan panjang hingga membuat suatu pemaknaan.<br /><br />Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek diri manusia. Proses komunikasi manusia merupakan proses yang berlangsung dalam diri manusia.<br /><br />Selanjutnya dalam komunikasi antar personal juga akan banyak dijelaskan dengan teori-teori dari tradisi psikologi sosial. Misalkan manusia dalam membuat suatu pesan dilatari faktor-faktor tertentu seperti motif, kebutuhan, dan sebagainya. Demikian pula terlibatnya faktor prasangka, stereotype, skema pemikiran, dan sebagainya yang mempengaruhi dalam komunikasi antar personal. Beberapa konsep penting disini dapat disebutkan seperti judgement, prejudice, anxienty, dan sebagainya. (lihat dalam littlejohn).<br /><br />Beberapa tokoh penting dalam tradisi ini adalah Carl Hovland, Paul F. Lazarfeld, Muzerief, dan sebagainya.<br /><br />Tradisi Retorika<br /><br />Tradisi retorika memberi perhatian pada aspek proses pembuatan pesan atau simbol. Prinsip utama disini adalah bagaimana menggunakan simbol yang tepat dalam menyampaikan maksud. Dalam media berkaitan dengan proses pembuatan kebijakan keredaksian, merancang program acara, penentuan grafis. Prinsip bahwa pesan yang tepat akan dapat mencapai maksud komunikator. Kemampuan dalam merancang pesan yang memadai menjadi perhatian yang penting dalam kajian komunikasi.<br /><br />Beberapa figur yang dapat disebutkan disini adalah kajian-kajian Gaye Tuchman tentang proses penentuan kebijakan dalam ruang pemberitaan, McBreed yang mengkaji tentang proses-proses yang berlangsung dalam organisasi media. Demikian pula teori-teori yang berkaitan dengan proses pembuatan pesan (message production) (lihat lagi littlejohn).<br /><br />Tradisi retorika dapat menjelaskan baik dalam kontek komunikasi antar personal maupun komunikasi massa. Sepanjang memberi perhatian terhadap bagaimana proses-proses merancang isi pesan yang memadai sehingga proses komunikasi dapat berlangsung secara efektif.<br /><br />Faktor-faktor nilai, ideologi, budaya, dan sebagainya yang hidup dalam suatu organisasi media atau dalam diri individu merupakan faktor yang menentukan dalam proses pembuatan pesan. Bahwa pesan dihasilkan melalui proses yang melibatkan nilai-nilai, kepentingan, pandangan hidup tertentu dari manusia yang menghasilkan pesan.<br /><br />Pemahaman yang memadai dari tradisi retorika ini akan membantu dalam memahami bagaimana merancang suatu pesan yang efektif.9 Keberhasilan suatu konsep iklan, program televisi, kampanye tokoh politik, tentunya tidak dapat dilepaskan dari faktor semacam ini.<br /><br />Keberhasilan SBY dipercaya tidak terlepas dari kemampuan merancang citra yang menarik. Iklan Sampoerna tentunya dilatari kemampuan melakukan perencanaan pesan yang memadai. Demikian pula pada sejumlah stasiun televisi yang masing-masing memiliki keunggulan berangkat dari proses perencanaan program yang memadai. Kita dapat membedakan karakteri RCTI, Metro TV, Trans TV, SCTV, TPI, AN TV, Indosiar, TV7, Lativi, dan Global TV karena masing-masing memiliki karakter. Maka tradisi retorika sesungguhnya berada dalam kontek ini.<br /><br />Fenomena ‘pembajakan’ para programer televisi di Indonesia dapat dipahami dalam kontek ini. Mereka dibutuhkan sehingga pindah-pindah kerja antar stasiun televisi seakan menjadi sesuatu yang muda. Fenomena Alex Kumara dari RCTI, Trans TV, dan sekarang di TVRI. Figur ini dipandang sukses dalam mendisain tayangan suatu stasiun televisi. Demikian pula Riza Primbadi atau Sumitha Tobing yang beberapa kali pindah stasiun. Kerja kreatif yang melatarinya menyebabkan mahalnya tenaga yang berkiprah dibidang ini. Figur lain yang bisa disebut Uni Lubis yang sukses dengan Panji Masyarakat dan sekarang di TV7. Demikian pula Noorca Massardi yang merintis Jakarta Jakarta yang dulu pernah di Tempo dan sekarang di Forum. Dja’far Assegraf, Toety Adhitama, merupakan nama lain yang bisa disebut yang sekarang berkumpul di Media Group.<br /><br />Tradisi Sosial Budaya<br /><br />Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi berlangsung dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan mempengaruhi kebudayaan suatu masyarakat. Konsep kebudayaan yang dirumuskan Clifford Geertz tentu saja menjadi penting. Media massa, atau individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor situasional tertentu.<br /><br />Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Geertz, Erving Goffman, George H. Mead, dan sebagainya.<br /><br />Pendekatan interaksi simbolik, konstruktivisme merupakan hal yang penting disini. Interaksi simbolik menekankan pada bagaimana manusia aktif melakukan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi. Hal ini dapat membantu menjelaskan dalam proses komunikasi antar personal. Sedangkan konstruktivisme menekankan pada proses pembentukan realitas secara simbolik. Maka komunikasi baik bermedia maupun antar pribadi sesungguhnya dapat dilihat sebagai proses pembentukan realitas.<br /><br />Tradisi Fenomenologi<br /><br />Inti tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan tentang khalayak dalam berinteraksi dengan media. Demikian pula bagaimana proses yang berlangsung dalam diri khalayak. Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Ien Ang, dan sebagainya.<br /><br />Kajian tentang proses resepti (reception studies) yang berlangsung dalam diri khalayak menjadi penting. Misalnya bagaimana para penonton televise ketika mengalami sebuah tayangan. Maka proses resepsi sangat ditentukan oleh factor nilai-nilai yang hidup dalam diri khalayak tersebut. Pendekatan etnografi komunikasi menjadi penting diterapkan dalam tradisi ini.<br /><br /><br />Tradisi Cybernetik<br /><br />Tradisi ini berkaitan dengan proses pembuatan keputusan. Tradisi cybernetik berangkat dari teori sistim yang memandang terdapatnya suatu hubungan yang saling menggantungkan dalam unsur atau komponen yang ada dalam sistim. Hal lain yang penting adalah sistim dipahami sebagai suatu sistim yang bersifat terbuka sehingga perkembangan dan dinamika yang terjadi dilingkungan akan diproses didalam internal sistim.<br /><br />Teori informasi berada dalam kontek ini. Demikian pula konsep feedback menjadi penting dalam hal ini. Perkembangannya dapat pula disebut teori-teori yang dikembangkan dari teori informasi seperti yang dilakukan Charles Berger untuk komunikasi antar personal dan Guddykunt untuk komunikasi antar budaya.<br /><br />Contoh lain adalah proses pembuatan kebijakan publik oleh lembaga pemerintahan dimana tradisi cybernetic dapat menjelaskan. Terdapat proses sosialisasi untuk mendapatkan feedback dari publik sebelum suatu kebijakan ditetapkan secara permanen.<br /><br />Tentu saja teori-teori proses pembuatan keputusan didalam diri individu juga dapat dijelaskan dari tradisi cybernetik. Tidak bisa dipungkiri tradisi cybernetic yang berangkat dari Norbert Wiener ini dan dikombinasikan dengan Shannon – Wiever menjadi penting sebagai salah satu tradisi dalam kajian komunikasi. Demikian pula proses resepti terhadap pesan yang berlangsung dalam diri khalayak. Pada hakekatnya khalayak merupakan sebuah sistim, maka sebuah pesan yang diterima dari luar merupakan stimulus yang kemudian diolah lagi dengan informasi lain yang sudah ada dalam diri seseorang.<br /><br />Beberapa figur penting disini adalah Wiener, Shannon-Weaver, Charles Berger, Guddykunts, Karl Deutch, dan sebagainya.<br /><br />Tradisi Kritis<br /><br />Tradisi ini berangkat dari asumi teori-teori kritis yang memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Proses komunikasi dilihat dari sudut kritis. Bahwa komunikasi disatu sisi telah ditandai dengan proses dominasi oleh kelompok yang kuat atas kelompok masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktifitas komunikasi mestinya menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok masyarakat yang lemah.<br /><br />Tradisi ini dapat menjelaskan baik lingkup komunikasi antar personal maupun komunikasi bermedia. Beberapa figur penting dapat disebut seperti Noam Chomsky, Herbert Schiller, Ben Bagdikian, C. Wright Mills, dan sebagainya yang pemikiran mereka menyoroti tentang media sementara Stanley Deetz diantaranya pada komunikasi organisasi. Demikian pula Jurgen Habermas untuk tema-tema kajian komunikasi social.<br /><br />Beberapa buku seperti political economy of media oleh Vincent Mosco dan sebagainya.<br /><br />Tradisi ini tampak kental dengan pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Komunikasi diharapkan berperan dalam proses transformasi masyarakat yang lemah.<br /><br />Tampaklah bahwa ketujuh tradisi diatas cukup mewakili tentang fenomena komunikasi. Melalui ketujuh tradisi ini dapat dijelaskan mengenai suatu fenomena komunikasi dengan masing-masing penekanannya. Psikologi social akan mampu menjelaskan tentang komunikator atau komunikan sebagai individu dimana aktivitas komunikasi melibatkan dimensi psikologis seperti berfikir, sikap, dan sebagainya. Dalam kontek komunikasi massa, pendekatan psikologi social akan mampu menjelaskan tentang dampak media (media effect) yang terjadi pada diri khalayak. Dalam kontek komunikasi antar personal atau kelompok, pendekatan psikologi social akan menjelaskan tentang proses pembuatan pesan dalam diri individu, yang melibatkan dimensi psikologis seperti motiv, kepentingan, dan sebagainya.<br /><br />Sedangkan semiotic akan dapat menjelaskan aspek pesan dari komunikasi. Atau yang lebih popular isi (content) dari komunikasi tersebut. Baik yang sifatnya verbal seperti bahasa maupun non verbal seperti gesture, distance, dan sebagainya. Demikian pula lambing visual. Dengan menggunakan perspektif dari sejumlah tokoh linguistic akan dapat dijelaskan makna dari suatu pesan. Salah satu aspek penting disini adalah berkaitan dengan hubungan antara pesan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Bahwa menurut salah satu pandangan, pesan itu tidak memiliki kaitan langsung dengan objek. Pesan semata-mata arbiter, kesepakatan suatu masyarakat.<br /><br />Pada perspektif lain, memandang bahwa pesan dengan realitas tidak dapat dipisahkan. Justeru pesan ikut mengkonstruksi realitas. Inilah pandangan dari kalangan post-struktualis yang banyak digunakan dalam perspektif postmodernisme.<br /><br />Sementara tradisi social budaya akan dapat menjelaskan bahwa aktivitas komunikasi berkaitan dengan nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat. Dalam kontek komunikasi antar personal, maka individu akan ditentukan oleh nilai yang ada dan sekaligus juga akan ikut mengkonstruksi nilai berdasarkan pemaknaan yang dibentuknya. Dalam kontek komunikasi massa, maka isi media juga ikut ditentukan oleh nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat. Misalkan, Kompas yang semula Koran milik Partai Katolik kemudian merubah diri menjadi Koran umum independent, dengan isi yang tidak lagi mewakili kepentingan kalangan katolik.<br /><br />Selanjutnya dalam pendekatan social budaya juga mempercayai media memiliki kemampuan ikut mengkonstruksi budaya. Dalam kontek ini pandangan tentang efek budaya media menjadi relevan. Kajian dengan pendekatan cultural studies menjadi penting. Media merupakan salah satu komponen dari kebudayaan.<br /><br />Tradisi cybernetic mencoba menjelaskan tentang komunikasi sebagai sebuah sistim control. Tradisi ini dapat menjelaskan tentang sistim pers, sistim pengolahan dan pembuatan informasi yang berlangsung dalam diri manusia, kebijakan komunikasi, dan sebagainya.<br /><br />Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan tentang fenomena komunikasi sehari-hari seperti penonton televise, pembaca suratkabar, pendengar radio, atau komunikasi pada komunitas tertentu seperti keagamaan, gank remaja, dan sebagainya. Sedangkan tradisi kritis mencoba untuk melihat adanya kesenjangan dalam proses komunikasi. Figur seperti Herbert Schiller, Noam Chomsky, Ben Bagdikian, Habermas, Stanley Deetz, dan sebagainya menjadi penting disini. (teori kom)<br /><br />Yang pokok adalah pengelompokkan teori komunikasi haruslah dikembalikan pada paradigma yang ada seperti positivistic (covering law perspective ; mekanistik), interpretative (rule theory; humanistik), kritis, dan postmodernism. (teori1)<br /><br /><br /><br />Kajian Budaya (Cultural Studies)<br /><br />Kajian Budaya identik dengan tradisi Eropa terutama Inggeris melalui Universitas Birmingham. Figur-figur utamanya seperti Richart Hoggard, Raymond William dan generasi penerusnya seperti Stuart Hall. Sesungguhnya Kajian Budaya juga berkembang di Amerika seperti tampak melalui figur Douglass Kellner dan James Carey. Menurut Gaye Tuchman, cultural studies di Amerika lebih dikenal sebagai sosiologi budaya (sociology of culture) dengan merujuk pada karya-karya Max Weber. 10 Everrett M. Rogers menyebut bahwa akar tradisi kajian budaya di Amerika berakar pada tradisi Chicago pada awal abad ke-20.<br /><br />Beberapa figur yang dikelompokkan pula dalam kelompok ini adalah Roland Barthes, Micahel Foucault, Jean Boudrilard.<br /><br />Beberapa konsep pokok dalam kajian budaya adalah konstruktivis, post strukturalis, postmodernis, neo-Marxist, theathre of struggle, site of struggle, articulation, identity. Berikut penjelasannya.<br /><br />Post Strukturalis<br /><br />yakni pandangan yang memandang realitas merupakan sesuatu yang komplek dan selalu dalam proses sedang menjadi. Realitas tidak sebagaimana pandangan kalangan strukturalis yang melihat sudah bersifat teratur, tertata, dan terstruktur. Realitas merupakan suatu proses pembentukan yang berlangsung terus menerus dengan melibatkan banyak kalangan dengan identitas masing-masing. Yang menonjol adalah terdapatnya proses artikulasi dari masing-masing kalangan.<br /><br />Konstruktivis<br /><br />Yakni pandangan bahwa realitas merupakan suatu bentukan secara simbolik melalui interaksi sosial. Keberadaan simbol atau bahasa menjadi penting dalam membentuk realitas. Berbagai kelompok dengan identitas, pemaknaan, pengalamaan, kepentingan, dan sebagainya mencoba mengungkapkan diri dan selanjutnya akan memberi sumbangan dalam membentuk realitas secara simbolik. Interaksi sosial menjadi penting dalam proses ini. Realitas secara simbolik merupakan hasil bersama secara sosial.<br /><br />Articulation<br /><br />Yakni proses pengungkapkan ideologi, nilai, kepentingan, dan sebagainya oleh suatu kelompok identitas. Dalam kondisi semacam ini, kelompok masyarakat bersifat aktif dalam menyampaikan aspirasi mereka. Sebuah kondisi yang ideal dimana masyarakat bersifat hidup karena mampu mengartikulasikan kepentingan mereka. Hal ini tepat benar dengan asumsi bahwa manusia itu bersifat aktif melakukan pemaknaan.<br /><br />Identity<br /><br />Karena dalam masyarakat terdapat berbagai macam kalangan dan manusia atau kelompok manusia merupakan insan yang aktif melakukan pemaknaan berdasarkan kepentingan dan pengalaman mereka, maka mereka masing-masing memiliki identitas yang unik. Maka realitas sosial sesungguhnya terdapat sejumlah identitas yang berbeda. Keberadaan identitas ini hidup ditengah masyarakat.<br /><br />Site of struggle<br /><br />sesungguhnya dalam realitas sosial berlangsung proses pertarungan kepentingan, ideologi, dan sebagainya. Masing-masing kalangan sedang mencoba untuk membangun hegemoni. Dalam kontek seperti ini berlangsung proses negosiasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam pertarungan. Bahwa kondisi yang menunjukkan pertarungan, negosiasi, dan semacamnya menjadi realitas yang wajar ditengah masyarakat.<br /><br />Postmodernis<br /><br />Merupakan masa setelah modernisme. Ditandai dengan sifat relativitas, tidak ada standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral (grand narative). Menghargai hal-hal yang lokal, keunikan, dan semacamnya.<br /><br />Neo-Marxist<br /><br />Pandangan ini merupakan revisi terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan realitas kedalam dua kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas berdasarkan kepentingan ekonomi. Sebaliknya, mereka yang mencoba tetap menggunakan asumsi Marxist namun memandang bahwa dalam realitas sosial yang komplek sesungguhnya terjadi pertarungan ideologi. Louis Althusser merupakan salah satu tokoh penting dengan konsepnya Repressive State Apparatus dan Ideology State Apparatus. Bila yang pertama merupakan lembaga kekerasan seperti militer maka yang kedua adalah lembaga seperti media, institusi pendidikan, dan sebagainya. Dalam kontek ini keberadaan ISA menjadi penting dalam kaitannya dengan Kajian Budaya.<br /><br />KAJIAN BUDAYA TRADISI AMERIKA<br /><br />Namun penting pula untuk dipahami bahwa Kajian Budaya juga berkembang di Amerika. Menarik memperhatikan kembali tradisi yang mencoba menoleh kembali pada apa yang dikembangkan oleh Kelompok Chicago. Yakni berkaitan dengan upaya untuk membangun komunitas.<br /><br />Tentang cultural studies tampak dalam kajian makro yakni menelaah fenomena masyarakat. Bagaimana dengan kajian dalam kontek hubungan antar personal. Seperti dalam komunikasi organisasi, apakah cultural studies dan postmodernisme juga bisa digunakan .Mungkin bila strukturasi bias dikategorikan postmodernisme maka bias digunakan dalam kontek komunikasi organisasi. Tapi menyangkut hubungan antar personal barangkali tidak tepat. Kajian hubungan antar personal tetap dalam kontek pendekatan psikologi. Dan perlu diingat interaksi simbolik memiliki kedekatan dengan psikologi.<br /><br />Sedang cultural studies memang dari awalnya sudah bersifat makro. Berkaitan dengan pendekatan tentang masyarakat. Sebagaimana perhatian Raymond WiIliam tentang kelas pekerja, atau Stuart Hall tentang kalangan minoritas di tengah masyarakat Inggeris Raya.<br /><br />Langkah Sebelum Masuk ke Teori<br /><br />Langkah awal untuk masuk ke teori adalah memahami peta. Semacam panduan agar kita tidak ‘tersesat’. Artinya, agar tidak bingung, abstrak, dan susah. Teori ibarat hutan belantara, maka untuk masuk ke dalamnya kita perlu mengenali hutan belantara tersebut seperti pengelompokkan tanaman ke dalam species, genus, dan semacamnya. Demikian pula kalau ada lembah dan ngarai kita juga perlu memahami agar tidak terjatuh. Sampai disini kita memasuki apa yang disebut sebagai pendekatan filsafat ilmu. Yakni mendekati komunikasi dari sudut filsafatnya.<br /><br />Filsafat Ilmu merupakan suatu pandangan yang menyeluruh tentang suatu ilmu. Terdapat beberapa konsep penting seperti aspek ontologi, axiologi, epistemologi. Ontologi mencoba memahami apa yang disebut realitas (tentang ada), exiologi tentang nilai, dan epistemology tentang tata cara memperoleh ilmu pengetahuan. Setiap teori memiliki ketiga unsure ini. Konsekuensi dari perbedaan ontology, epistemology, dan axiology adalah berimbas pada metode penelitian yang dilakukan.<br /><br />Filsafat Ilmu Pengetahuan mencoba membahas tentang ilmu pengetahuan. Sehingga dapat pula disebut sebagai Teori Ilmu Pengetahuan (Theory of Knowledge). Pemahaman yang memadai tentang hakikat Ilmu Pengetahuan akan menjadi pegangan yang penting bagi mereka yang mempelajari ilmu pengetahuan. Dalam kontek ini relevan apa yang diawal disebut yakni sebagai peta yang akan memandu orang dalam memahami ilmu pengetahuan.<br /><br />Ilmu Komunikasi merupakan bagian dari Ilmu Sosial. Dalam Ilmu Sosial dalam tinjauan Filsafat Ilmu Pengetahuan dikenal terdapatnya paradigma atau perspektif. Yakni positivistik, interpretatif, dan kritis. Perkembangan kontemporer dalam ilmu sosial mengenalkan tentang perspektif yang sedang berkembang yaitu postmodernisme. Maka sesungguhnya dalam mengkaji teori komunikasi akan dapat dikelompokkan ke dalam paradigma atau perspektif ini. 11<br /><br />Masing-masing paradigma ini memiliki sudut ontologi, epistemologi, dan axiologi yang berbeda. Terdapatnya perbedaan unsur-unsur filsafat ilmu semacam ini menjadikan adanya perbedaan yang kadangkala tidak jarang kita temukan adanya kontradiksi satu sama lain. Tapi sekali lagi, ini menunjukkan bahwa masing-masing teori memiliki kebenarannya sendiri bergantung pada asumsi ontologi, axiologi, dan epistemologi.<br /><br />Yang jelas suatu paradigma memberi penekanan pada aspek yang lain dan melalainkan sudut pandang yang lain. Dalam kontek inilah kita dapat memahami. Misalkan paradigma positivistik menekankan pada keharmonisan dan berlangsungnya peran ; tapi tidak mempersoalkan kesenjangan dan dominasi. Hal inilah yang kemudian mendapat perhatian dari aliran kritis. Barangkali dalam kontek ini pula kemudian, bila mencoba merumuskan ilmu social profetis dimana sudut pandang dari ajaran Islam menjadi penting.<br /><br />Maka harapannya, dengan memahami unsur-unsur ontologi, axiologi, dan epistemologi ini kita akan dapat memahami suatu teori dengan tepat. Sehingga pada akhirnya kita pun akan dapat menggunakan teori secara benar. Sehingga pemikiran yang logis, pemahaman yang memadai terhadap perbedaan teori, penggunaan yang tepat dalam menganalisis masalah-masalah komunikasi, akan dapat dimunculkan.<br /><br />Buku lain yang menarik dan penting dalam kaitannya dengan Ilmu Komunikasi adalah karya John Fiske. Beberapa pola yang dihadirkan adalah untuk menyebut teori komunikasi, maka Fiske menggunakan model-model yang sudah ‘populer’ selama ini seperti Shannon dan Weaver sebagai peletak fondasi melalui teori informasi dan cybernetic. Kemudian dikenalkan model lain seperti Gebner, Lasswell, Newcomb, Westley dan MacLean, dan Jakobson.<br /><br />Selanjutnya juga dibuatkan penghubung dengan perspektif ‘baru’ tentang hubungan komunikasi, pemaknaan, dan tanda-tanda. Dari sini kemudian masuk pada kajian tentang simbol dan semacamnya seperti metode semiotika. Melalui pintu ini pula kemudian kajian komunikasi perspektif ‘baru’ yang lebih dekat dengan tradisi kajian budaya diperkenalkan.<br /><br />Bila pada kajian komunikasi yang sudah ‘populer’ metode penelitian dikenal seperti uses and gratification,agenda setting, cultivation analysist, content analysis, semantic differential. Maka dalam pendekatan yang ‘baru’ dikenalkan semiotik dengan tokoh-tokoh seperti Roland Barthes.<br /><br />Buku kecil ini menjadi penting untuk mencoba melihat pemetaan kajian komunikasi dengan melihat keterkaitan dengan wacana kontemporer dalam ilmu-ilmu sosial, dalam hal ini perpektif kajian budaya dan tema-tema dalam postmodernisme. Buku ini terbit 1982-an. Coba bandingkan, dengan hadirnya buku Everrett M. Rogers, History of Communication Study : A Biograrphycal Approach (1994) yang menunjukkan pengakuan akan kehadiran pendekatan budaya yang perlu untuk diperhatikan dalam kajian komunikasi.<br /><br />Dengan begitu, perspektif tentang kajian budaya sebagai yang kontemporer menjadi penting untuk diperhatikan.<br /><br />Hal lain yang penting dari Fiske adalah mengenalkan tentang dua cara memahami komunikasi yaitu antara transmisi model dan meaning / ritual model. Sebuah pembagian yang dikenalkan pula James W. Carey yang merujuk kembali pada pemikiran John Dewey dari Chicago School. (--16/4/5—ketika model ini disampaikan dalam forum kajian komunikasi landungsari, tampaknya ada kesan audience memahami sebagai sesuatu yang baru. Ini menandakan hal ini belum banyak diketahui. Belum populer)<br /><br />Maka membahas buku James W. Carey, Communication As Culture, tampaknya juga penting. Termasuk menjadikan sebagai literature dalam kajian komunikasi. Buku ini cukup sering dirujuk dalam banyak literature. (Perbandingan pustaka)<br /><br />PERBANDINGAN LITERATUR TENTANG TEORI KOMUNIKASI<br /><br />Berikut perbandingan sejumlah bacaan tentang teori komunikasi untuk melihat sudut pandang dalam membahas teori komunikasi. Pertama adalah buku Building Communication Theory oleh Dominic A. Infante, Andrew S. Rancer, dan Deanna F. Womack. Tampak sebagai berikut : memaparkan pengantar awal tentang kajian ilmu komunikasi yang meliputi defenisi komunikasi, karakteristik komunikasi yang dibuat menjadi kategori : hakekat komunikasi sebagai simbolik, bertujuan, tindakan terencana, transaksional, kontektual, kemudian juga tentang fungsi komunikasi, arti penting komunikasi, serta model-model komunikasi. (perlu baca models-models komunikasi, pinjam nasrulloh8/3/5)<br /><br />Bagian berikutnya juga membahas satu bab tentang sudut pandang mengenai teori seperti fungsi teori, perkembangan dan perubahan teori, cara menguji teori. Tampaklah disini pembahasan dari sudut filsafat ilmu pengetahuan.<br /><br />Bab berikutnya membahas tentang paradigma dan teori komunikasi. Disini paradigma dibagi kedalam tiga kelompok yaitu hukum peliputan, aturan, dan sistim.<br /><br />Penyusun buku ini kemudian membuat judul pokok pada bagian kedua Bangunan Teori dalam Pendekatan Utama untuk Komunikasi yakni : perkembangan pendekatan dalam kajian komunikasi (aspek kronologis historis), pendekatan kepribadian, pendekatan persuasi, pendekatan tingkah laku verbal, dan pendekatan tingkah laku non verbal. (e<br /><br />Bagian terakhir atau ketiga dibuat judul Bangunan Teori dalam Kontek Komunikasi yang dibagi kedalam : kontek interpersonal, kontek kelompok dan organisasi, kontek media massa, dan kontek antar budaya.<br /><br />Beberapa hal yang dapat dikomentari adalah : mengenalkan tentang pengertian dasar komunikasi, model-model komunikasi, perkembangan kajian komunikasi, perspektif dalam kajian ilmu komunikasi, pendekatan kajian komunikasi (kepribadian, persuasi, perilaku verbal, perilaku non verbal), dan kontek-kontek komunikasi.<br /><br />Maka bila menggunakan literatur lain, maka ketika menjelaskan tentang pengertian komunikasi dapat pula menambahkan apa yang dikembangkan James Carey, John Fiske tentang komunikasi sebagai transmisi dan meaning. Sedangkan untuk model komunikasi dapat pula menambahkan model J. Habermas. (speech act, 8/3/5)<br /><br />Sedangkan buku lain dari Julia Wood, Communication Theory in Action membuat sudut pandang dalam membahas teori komunikasi sebagai berikut. Bagain pertama membahas komunikasi dan teori yang meliputi pembukaan, komunikasi sebagai sebuah bidang (defenisi komunikasi, nilai komunikasi, nafas bidang komunikasi : intrapersonal, interpersonal, kelompok, dan publik). Bab ke-dua tentang memahami teori komunikasi yang meliputi tujuan teori, cara mengevaluasi teori, perspektif dalam mempelajari teori. Sedangkan bab ke-tiga masih membicarakan tentang teori dan cara melakukan uji teori.<br /><br />Bagian kedua membahas teori-teori komunikasi yang dikelompokkan : suatu pandangan awal tentang teori komunikasi : general semantic. Bab berikut tentang kegiatan simbolik : interaksi simbolik, dramatisasi, teori narasi. Teori tentang bagaimana manusia membuat pemaknaan (CMM dan konstruktivisme). Teori tentang dinamika komunikasi (teori interaksi, teori dialektika). Teori tentang komunikasi dan evolusi relasional (URT, Social Exchange Theory, Developing Theories). Teori tentang budaya komunikasi (komunikasi dan kebudayaan ; budaya organisasi, komunitas berbicara). Teori komunikasi massa. Teori komunikasi kritis. Pada pandangan akhir Wood mencoba mengingatkan tentang perkembangan kontemporer dengan tampilnya postmodernisme.<br /><br />Beberapa hal yang menarik dari buku Wood adalah : dimasukannya pendekatan kritis dalam kajian komunikasi. Demikian pula pandangan kontemporer dari kubu postmodernisme yang juga sudah diperkenalkan. Hal ini menarik dalam membahas teori komunikasi. Tampaknya dengan memasukan pendekatan kritis dan postmodernisme semakin kuat ketika kita melihat pembagian yang dibuat oleh Stephen W. Littlejohn dan E.M. Griffin yang juga sudah memasukan pendekatan diatas.<br /><br />Sedangkan persinggungan dengan buku Building Communication Theory adalah ditempatkannya pembahasan tentang bahasa atau simbol sebagai poin yang penting. Selain tentu saja tentang aspek filsafat ilmu pengetahuan seperti hakekat teori, fungsi teori, cara menguji teori, atau perkembangan teori. Hal yang sama juga terlihat dalam buku Stephen W. Littlejohn. Hal lain adalah tentang komunikasi sebagai fenomena interaksi yang perlu diberi perhatian. Dalam hal ini secara umum dapat disebut sebagai kontek interpersonal dari komunikasi. Terdapat sejumlah teori yang dapat membantu menjelaskan hal ini.<br /><br />Tampak bahwa pembahasan tentang aspek Teknologi Informasi belum mendapat perhatian. Padahal bila kita perhatikan dalam buku kumpulan tulisan Communication Theory Today, tampak bahwa terdapat teori-teori yang mencoba mengkaji tentang keberadaan dunia Teknologi Informasi terhadap kehidupan manusia. Tampaknya inilah kajian-kajian seputar computer mediated communication (CMC). Menjadi kebutuhan untuk membahas hal ini dalam kontek sekarang karena menjadi realitas yang sedang dihadapi masyarakat kita tidak terkecuali di Indonesia.<br /><br />CMC tampaknya dapat dihubungkan dengan postmodernisme. Sebab salah satu hal pokok dari postmodernisme adalah pentingnya media elektronik. Dan perkembangan media adalah bertemunya media elektronik dengan satelit yang semakin mewujudkan global village. Maka pembahasan tentang teknologi komunikasi juga merupakan suatu materi yang penting dan perlu dilakukan.<br /><br />Dalam kontek ilmu komunikasi, bentuk tubuh ilmu komunikasi dapat dikenali berdasarkan apa yang telah dicoba susun oleh sejumlah sarjana. Misalkan Robert Craig yang dikutip baik dalam buku Stephen W. Littlejohn maupun EM. Grifin dengan membagi kedalam tujuh tradisi : psikologi sosial, sosial budaya, retorika, semiotik, cybernetik, fenomenologi, dan kritis. Atau Tankard – membagi ke dalam : Barat dan Timur. Demikian pula John Fiske dan James W. Carey membedakan antara model transmisi dan model ritual / meaning.<br /><br />Ilmu Komunikasi didekati dalam sejumlah pendekatan. Kelahiran Ilmu Komunikasi 13 menunjukkan keterlibatan sejumlah disiplin seperti sosiologi, politik, psikologi, matematik, dan sebagainya. Maka tidak mengherankan bila pendekatan dalam mengkaji ilmu komunikasi terdapat sejumlah pendekatan dalam pengertian disiplin.<br /><br />Misalkan sebagaimana tergambar berikut :<br /><br />Para pengkaji media massa dalam mendefenisikan komunikasi bias dari aspek perkembangan teknologi atau pengaruh pers terhadap public. Dari kalangan telekomunikasi seperti Shannon dan Weaver mengartikan komunikasi dalam source, pesan, saluran, penerima. Sementara ahli peneliti ilmu social secara alamiah memasukan tujuan dari pengirim pesan dan dampak pesan tersebut pada penerima—sejak dari hubungan dua orang sampai gerakan social dari penduduk yang luas. Kalangan manajemen memusatkan pada pengiriman pesan yang jelas kepada pekerja untuk menjadikan tugas dikerjakan dengan baik. Seorang ahli terapi percakapan memusatkan pada tindakan menerima pesan secara lisan. Pandangan ilmiah tentang komunikasi memiliki suatu misi yang jelas dan khusus…………<br /><br />Para psikolog yang terbiasa bekerja dengan komunikasi antarpersonal cenderung memusatkan pada kompleksitas dari hubungan internal dan eksternal, kepribadian, motiv, dan dorongan dari orang melakukan komunikasi. Ahli lain mempelajari asal muasal atau pemaknaan dari kata-kata. McLuhan percaya bahwa mengkaji komunikasi diganggu oleh terlalu banyak perhatian pada sender-message-receiver. Dia memandang bahwa perhatian tersebut tidak menyertakan hal paling pokok pada medium dan berpandangan pada penekanan dalam bukunya The Medium is the Message. (--10/6/5—berarti teknologi determinism dapat juga dipandang sebagai sebuah aliran diluar model transmis dan meaning. Bukankah McLuhan mengkritik cara pandang transmisi? Kembangkan)<br /><br />Katz dan Lazarfeld mempertanyakan pemikiran bahwa public dipengaruhi secara langsung oleh pesan dari media—mereka menekankan bahwa kontak antar pribadi oleh orang, khususnya, pemuka pendapat berbicara kepada yang bukan pemimpin, lebih mungkin mempengaruhi sikap dari pada media mekanik pesan hanya dari diri mereka sendiri. Pemikiran mereka, yang mereka sebut “two step flow” of information merupakan sangat penting bagi mahasiswa dan guru mengenai komunikasi antar pribadi sebagaimana mereka yang mengkaji komunikasi massa. 14<br /><br />Tampaklah betapa ilmu komunikasi didekati dalam sejumlah pendekatan dan sudut pandang. Masing-masing dengan perspektif keilmuannya. Masing-masing memiliki landasan kebenarannya. Tentu saja penekanan dari latar belakang keilmuan menjadi penting untuk diperhatikan. Maka itu perlu melakukan pendekatan tertentu.15<br /><br />Dr. Sasa Djuarsa mengatakan ilmu komunikasi tidak memiliki grand teori. Dalam buku Littlejohn terasa sekali betapa ilmu-ilmu social kontemporer ikut dimasukan sebagai kajian ilmu komunikasi. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya ilmu komunikasi. (pendekatan komunikasi)<br /><br />Dalam kajian komunikasi, pendekatan positivistic dapat dijumpai dalam penelitian administrative dengan tokoh utama Paul F. Lazarfeld. Dalam kontek ini, penelitian memberi perhatian terhadap aspek mikro yakni unit analisis individu. Hasil penelitian akan berguna bagi dunia industri untuk dasar membuat keputusan. Penelitian semacam ini tidak mampu menunjukkan adanya kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Hal yang sama juga berlaku pada penelitian persuasi Hovland yang menggunakan pendekatan eksperimental. Tidak bias dipungkiri bahwa masa awal proses pembentukan kajian komunikasi dalam kontek decade 40-an dominan paradigma positivistic atau yang disebut juga aliran empiris.<br /><br />Maka dalam kontek yang lain, pendekatan kritis dan interpretative menjadi penting. Pendekatan kritis dapat menjelaskan tentang aspek makro. Melihat ada kesenjangan dalam relasi social. Demikian pula pendekatan interpretative yang memberi perhatian pada pendekatan yang lebih humanistic. Dalam pengertian tidak memperlakukan manusia sebagai objek tapi sebagai subjek.<br /><br />Maka ketika kemudian dikenalkan pendekatan Newman yang memaparkan paradigma yang ada dalam ilmu social, baru dia menyadari letak persoalannya. Ada kesan, cara berpikir dalam paradigma positivistic sangat dominant dalam benak mahasiswa sehingga ketika memahami paradigma lain seperti interpretative atau kritis, masih menggunakan cara berpikir positivistic.<br /><br />Dalam kontek inilah kerancuan berpikir terjadi. Dalam kasus komunikasi, DR. Viktor Menayang mengungkapkan betapa seorang mahasiswa program doktornya yang menduduki pimpinan sebuah media industri, dalam menulis disertasi memilih paradigma kritis yang dapat dengan tajam menjelaskan persoalan yang terjadi dalam media industri. Namun diakhir penelitiannya dia mengemukakan gagasan yang berkaitan dengan peningkatan profesionalitas kinerja. Hal ini yang dikomentari DR. Victor terjadi kerancuan berpikir.<br /><br />Hal lain yang hendak diungkapkan DR. Victor Menayang adalah soal polemic dampak media antara hypodermic needle dan limited effect. Hal-hal ini tidak menjadi perhatian atau prioritas DR. Victor Menayang karena menurutnya masih ada hal lain yang lebih mendesak. Yakni menyangkut cara pandang terhadap media sebagai institusi social yang memiliki dimensi ekonomi dan politik. Sehingga dia beralih memperhatikan dari pendekatan mikro seperti efek media ke kajian pendekatan makro yang mencoba mempersoalkan relasi antar institusi social yang ada seperti ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya.<br /><br />Dalam kontek inilah sesungguhnya kita memahami perdebatan dalam ilmu komunikasi. Bahwa perspektif positivistic yang banyak menggunakan pendekatan mikro sangat dominant di Indonesia. Kalau kita memperhatikan kurikulum maka dapat dilihat betapa dominannya arus besar ini. Begitu pula dalam tema-tema komunikasi pembangunan yang banyak merujuk pada cara pandang semacam ini.<br /><br />Barangkali dapat pula dikaitkan dengan dominannya proyek modernisasi. Dimana kepentingan dunia usaha menjadi dominant. Maka dalam kontek ini pilihan paradigma ilmu social yang dikembangkan cenderung pada pandangan positivistik.<br /><br />Maka menjadi keharusan bagi mahasiswa untuk memahami keseluruhan perspektif yang ada seperti positivistic, interpretative, kritis, dan postmodernisme. Tinggal kemudian memilih perspektif mana yang dipercaya dan berguna dalam pilihan profesi yang kemudian ditekuni. Yang pada hakikatnya juga mewakili kepentingan dan nilai-nilai yang mereka yakini.<br /><br />Fenomena dominannya pendekatan administrative dalam kajian komunikasi di Amerika tidak terlepas dari era propaganda dan kemudian industrialisasi. Maka dalam kontek ini kenapa kemudian model yang dikembangkan Paul F. Lazarfeld menjadi dominant. Bandingkan kemudian betapa pendekatan antropologi menjadi penting dalam kontek komunikasi antar budaya yang muncul dalam suasana setelah perang dimana pemerintah Amerika dalam menjalankan proyek modernisasi ke Negara-negara lain memerlukan pemahaman yang memadai mengenai budaya bangsa lain. Maka para ahli antropologi seperti Edward T. Hall menjadi penting sebagai rujukan dalam kajian komunikasi antar budaya. (filsafat ilmu3)<br /><br />MAZHAB ILMU KOMUNIKASI<br /><br />Mashab Ilmu Komunikasi perlu untuk dikenali. Dalam ilmu sosial, kita mengenal mashab seperti Chicago, Frankurt, Annal, dan sebagainya. Secara sederhana, mashab berkaitan dengan suatu aliran ilmu pengetahuan yang sangat berpengaruh dan memiliki pendukung. Dengan memahami mashab menjadi penting untuk mengenali pengelompokkan teori.<br /><br />Dalam studi komunikasi, kita mengenal beberapa mashab seperti Chicago School, Administrative Research, Teknologi Deterministik, Palo Alto, Birmingham Cultural Studies, dan sebagainya. Melalui beberapa kelompok ini kita akan mengenal sejumlah tokoh dan teori komunikasi.<br /><br />John Fiske secara umum membagi pembagian mazhab studi komunikasi kedalam empirisme dan semiotic. Berikut penjelasannya dari pemaparan dibawah ini.<br /><br />Empirisme<br /><br />Mashab empiris dapat dikenali seperti pada penelitian content analysist, uses&gratification, agenda setting, cultivation analysist, survay, eksperimen. Penelitian-penelitian yang tergolong penelitian nomothetic, yaitu penelitian empiris yang akan mengukur realitas dan akan menghasilkan suatu generalisasi. Secara paradigmatic, mashab empiris berada dalam positivistik.<br /><br />Mashab empiris dapat dikenali ketika dalam kajian komunikasi di Amerika menguat tradisi behavioral dari psikologi sosial dan sosiologi struktural fungsional. Maka pandangan yang menggunakan asumsi berfikir positivistik kemudian menjadi dominan dalam studi komunikasi.<br /><br />Beberapa teori komunikasi yang dapat dimasukan dalam kelompok ini adalah ragam teori yang disebut sebagai covering law theory dan sistim teori. Yakni teori yang dipercaya berlaku universal, berdasar penelitian empiris, bersifat objektif, dan sebagainya. Contoh teorinya adalah temuan penelitian Carl Hovland, Paul F. Lazarfeld, Wilbur Schramm, dan sebagainya. Misalkan teori two steps flow of communication, teori persuasive Hovland, teori Uncertainty Reduction Theory, dan sebagainya.<br /><br />Mengenai Teori Sistem yang teori ini misalkan nanti berkaitan dengan kajian organisasi atau kajian makro mengenai sistim sosial. Pemikiran mengenai cybernetic dapat dimasukan dalam kelompok ini. Demikian pula pendekatan kognitif dalam proses pembuatan keputusan.<br /><br />Keberadaan kalangan administrative riset berada dalam mashab empiris. Pandangan kalangan ini juga dapat kita pahami memandang komunikasi sebagai transmisi. Hal ini menjadi dapat dimengerti karena kemunculan kelompok ini berkaitan dengan era propaganda di Amerika.<br /><br />Dapat juga dimasukan disini berkaitan dengan tradisi kajian komunikasi dari Amerika pasca Chicago School. Sekalipun kita juga perlu kemukakan bahwa tradisi ini kemudian juga akan mempengaruhi kajian komunikasi di Eropa, yang ditandai dengan diadopsinya penelitian kuantitatif dalam kajian komunikasi di Eropa.<br /><br />Semiotics<br /><br />Inti dari mazhab ini mencoba untuk menekankan pada text atau yang disebut juga sebagai works of communication action. Perhatian berkaitan dengan lambang dalam artian luas (text). Dengan demikian tidak lagi memperhatikan soal unsur-unsur komunikasi sebagaimana yang terdapat pada mashab empiris yang memahami komunikasi sebagai transmisi. Karenanya juga tidak memikirkan tentang efek komunikasi. Cara berpikirnya adalah empati, memahami (verstehen), berfikir holistik, dan sebagainya.<br /><br />Mashab ini kemudian menjadi penting bila kita kaitkan dengan pendekatan humanistik. Bila dikembalikan pada paradigma ilmu sosial akan berada dalam paradigma interpretatif. Penelitiannya kemudian disebut sebagai penelitian ideografik, yang bertujuan untuk menggambarkan secara mendalam mengenai tindakan sosial yang bermakna (meaningfull social action).<br /><br />Contoh teori yang berada dalam mashab ini adalah kajian tentang audience aktif (active audience) sebagaimana dilakukan James Lull. Demikian pula penelitian lapangan (field research) yang banyak dilakukan Robert E. Park dari Universitas Chicago diawal abad 20. Teori lain misalkan teori Interaksi Simbolik yang dikembangkan George H. Mead.<br /><br />Dalam kajian komunikasi, bila mengacu pada pembagian Fiske diatas, mashab semiotic ini dapat didekatkan dengan pandangan komunikasi sebagai ritual, atau meaning. Atau bila mengacu pada James W. Carey kita mengenali pengertian komunikasi sebagai budaya (communication as culture).<br /><br />Berkaitan dengan pembahasan mengenai mashab ini juga penting untuk membahas tentang keberadaan paradigma ilmu sosial kritis (critical social science) dan postmodernisme. Paradigma kritis posisi paradigma berada diantara positivistik (empiris) dan interpretatif (semiotics).<br /><br />Memang dalam ilmu komunikasi dewasa ini kita dapat jumpai kehadiran figur dari paradigma kritis seperti Stanley Deetz, Noam Chomsky. Herbert Schiller, dan sebagainya.<br /><br />Demikian pula, sebelum dilanjutkan, perlu untuk memahami mengenai critical social science. Bahwa paradigma ini disatu sisi tergolong positivistik karena bersifat empiris mengenai realitas yang tersusun atas kelompok berkuasa dan kelompok yang dikuasai. Pada sisi lain, paradigma kritis tidak bersifat objektif sebagaimana prasyarat dalam paradigma positivistik. Paradigma kritis sedari awal melakukan keberpihakan terhadap kalangan yang dikuasai. Ini yang disebut ilmuwan tidak hanya menjadi pengamat tetapi juga terlibat dalam melakukan emansipasi terhadap kalangan yang lemah itu.<br /><br />Maka nantinya, dalam tradisi kritis, pada satu sisi kita dapat memakai analisis semiotik untuk menunjukkan terjadinya proses dominasi. Pada sisi yang lain, kita juga mempercaya adanya struktur sosial yang ditandai dengan proses dominasi itu.<br /><br />Bahwa dalam perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer kemudian dikenal apa yang disebut postmodernisme atau post strukturalis, bahkan ada juga yang disebut sebagai post colonial.<br /><br />Perkembangan ini juga melanda kajian komunikasi. Hal ini tentu saja mengingat karakter ilmu komunikasi yang interdisipliner. Dengan begitu perkembangan yang terjadi dalam berbagai bidang tentunya juga akan diikuti ilmu komunikasi.<br /><br />Bahwa pandangan modernis—dan kita tahu ilmu komunikasi lahir sebagai bagian dari produk modernis—dinilai mereduksi kompleksitas realitas, etnosentrik, dan mekanis. Sebaliknya posmodernisme menjelaskan fenomena masyarakat kontemporer, masyarakat informasi, masyarakat yang dibesarkan oleh budaya televisi dan terbentuknya global village, budaya kapitalisme lanjut, dan sebagainya. Beberapa figur dari paradigma ini adalah seperti Michael Foucault, Roland Barthes, Jean Boudrillard, dan sebagainya.<br /><br />Posmodernisme merupakan pendekatan pasca modern. Pendekatan ini dikenal juga sebagai poststrukturalis. Pandangan disini lebih melihat realitas sebagai sesuatu yang lebih komplek dan senantiasa berproses. Pentingnya peran bahasa sebagai pembentuk realitas. Pandangan semacam ini tergolong pandangan kontemporer yang tentu juga berlaku bagi studi komunikasi. Dalam mashab ini pendekatan penelitian yang digunakan adalah semiotic dan etnografi. Disini tampak pendekatan dari tradisi semiotik digunakan. Demikian juga dari tradisi interpretatif lain seperti etnografi.<br /><br />Sampai disini pembahasan mengenai mashab sudah menunjukkan keseluruhan yang ada. Dengan memahami mengenai mashab ini kita dapat mengenali secara utuh mengenai kajian ilmu komunikasiNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-27911607499500113122010-05-25T17:41:00.000-07:002010-05-25T17:42:34.952-07:00Teori Komunikasi Teori Proses dan Efek Media Menurut Katherine Miller1.1 Latar Belakang<br /><br />Pada Abad ke-19 - ke-20, diskusi media komunikasi berkembang luas. Media komunikasi hanya dengan interaksi tatap muka maupun yang dicetak sebagai buku atau surat kabar mulai bertebaran secara luas. Saat itu sirkulasi surat kabar meningkat dengan audience yang menyebar luas. Tak hanya itu, media lain digunakan secara ektensif untuk propaganda nasional dan sosial, seperti saat Perang Dunia II, dan penggunaan radio yang memuncak di Amerika. Hingga sekarang kita telah mampu mengakses bermacam-macam media, termasuk surat kabar, radio, network, televisi kabel, internet, telephone, e-mail, video dan audiotape, dan sebagainya.<br />Dari kemajuan-kemajuan tersebut kita juga perlu memikirkan dan mempertimbangkan efek dari media massa tersebut. Hal ini sangat penting untuk diketahui bagaimana media massa mempengaruhi kehidupan manusia.<br /><br />1.2 Tujuan<br /><br />Pada tulisan ini akan mencoba mengkaji empat teori yang berkaitan dengan proses dan efek media.<br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />THE BULLET DAN THE NEEDLE<br /><br />Secara singkat pemirsa melihat media massa sebagai pembentuk opini publik dan kekuasaan perilaku apa pun merupakan andil dari komunikator. Media memandang sebagai peluru atau jarum hipodermik, menembakkan pesan sesuai keinginannya secara langsung pada gagasan, sikap dan perilaku dari si penerima pesan.<br />Teori peluru tidak hanya memandang asumsi tentang media tetapi juga asumsi pemirsa. Pemirsa di sini dipandang sebagai perkumpulan massa. Beberapa peneliti (Auguste Comte, Herbert Spencer dan Emile Durkhein) melihat pada peningkatan kompleksitas dari masyarakat karena industrialisasi, urbanisasi, dan faktor lain, kemudian menyimpulkan bahwa individu akan terisolasi dan menjadi tidak mampu untuk membentuk koneksi komunitas yang berarti dengan yan lainnya. Pandangan masyarakat sosial menekankan pada karakteristik berikut:<br />1. individu dianggap pada sebuah situasi isolasi psikologis,<br />2. impersonality menang dalam interaksi individu dengan yang lainnya,<br />3. individu bebas secara relatif dari tuntutan pengikatan informal obligasi sosial.<br />Individu dalam konsep masyarakat dilihat sebagai sasaran mudah bagi “peluru” media. Individu pada masyarakat sosial akan putus hubungan, terpisahkan karena kekuatan media yang berdampak langsung dan sangat kuat pada mereka.<br /><br />Alternatif untuk Efek yang Kuat<br />Teori peluru dan jarum hipodermik mengusulkan efek kuat dari media massa untuk tidak memegang kekuasaan jangka panjang. Beberapa faktor yang menyajikan daya pendorong untuk mengubah pikiran dalam hal ini: pertama, pada filosofi dasar, gambaran individu sebagai sasaran empuk yang pasif tidak mampu dipertahankan oleh beberapa komentator. Model kemanusiaan ini tidak cocok dengan kepercayaan waktu. Kedua, pengembangan teoritis dalam psikologi dan sosiologi mengkhawatirkan pandangan apa yang sah menjadi sifat individu pada teori mass society. Pengembangan ini menekankan pada kesadaran dan faktor sosial yang dibutuhkan untuk menjadi pertimbangan. Akhirnya, riset empiris efek media massa pada data individu yang diberikan adalah kebalikan dari efek model penyajian data karena secara filosofi, teori dan pengembangan empiris, para ahli mulai mencari faktor-faktor yang mengurangi efek media dan era efek model terbatas telah tersampaikan.<br />Konsep awal media memiliki efek terbatas tidak berdasarkan pada banyaknya model isi media, tetapi pada perubahan pandangan pemirsa. Dalam bahasa teori psiklogi dasar, paradigma efek yang kuat dapat digambarkan sebagai model (S-R) stimulus-respons yang mudah. Stimulus (media) menhasut respons langsung pada individu (seperti bentuk sikap, kepercayaan atau perilaku). Dalam model ini, tidak ada proses campur tangan antara stimulus dengan respons. Di pertengahan Abad 20, macam-macam alternatif dari model S-R dasar telah dikembangkan dalam psikologi dan ide yang berhubungan dengan riset komunikasi massa. Beberapa faktor orgasnisme (O) dipandang datang di antara stimulus dan respons. Dalam pertimbangan media massa, model S-O-R melihat pada cara media memiliki pengaruh selektif pada respons individu. Media dapat mempengaruhi berbagai kelompok manusia degan cara yang berbeda.<br /><br />SOSIAL COGNITIVE THEORY<br /><br />Seraya teoritikus berpaling dari efek kuat model peluru yang menyatakan tidak adnya perbedaan khalayak dan keterbatasan sikapnya terhadap efek model S-R dan S-O-R. Dengan kata lain, teoritikus mulai untuk bertanya tentang apa sifat-sifat manusia – pada khususnya, apa sifat-sifat psikologis – datang di antara stimulus pesan media dan respons pemirsa. Suatu konseptual yang paling nyata untuk peran individu adalah melihat perbedaan pada penerimaan sikap yang baru dan perilakunya.<br />Belakangan ini psokolog behavioris, sepertinya J. B. Watron dan B. F. Skinner memperhatikan secara luas pada “human action” adalah proses penamaan (labeling) sebagai “operant conditioning” adalah sebuah model S-R memberi kesan bahwa manusia belajar dari penghargan (seperti, penerimaan penguatan positif) atau hukuman (penerimaan penguatan negatif) ketika mereka merespon stimulus khusus.<br /><br />Asumsi Dasar Social Cognitive Theory<br />Inti konsep pada social cognitive theory adalah ide penelitian sosial. Ketika ada banyak model pada lingkungan individu-individu teman-teman atau anggota keluarga dalam lingkungan interpersonal, orang lain dari kehidupan publik atau umum, atau figur pada berita atau media entertainment – kemudian pembelajaran dapat dapat terjadi karena pengamatan model tersebut kadang-kadang perilaku dapat diperoleh dengan mudah melalui proses modeling. Proses modeling dapat juga dilihat dengan memperhatikan sumber media. Namun, ketika “simple modeling” tidak cukup untuk mempengaruhi perilaku.<br />Pada social cognitive theory penguatan bekerja melalui proses-proses pencegahan efek dan pembiaran efek. Sebuah proses pencegahan efek terjadi ketika seseorang melihat model dihukum atas perilaku tertentu. Pengamatan hukuman ini akan mengurangi kemungkinan pengamatan melakukan perilaku yang sama. Sebaliknya, pembiaran efek terjadi ketika seseorang melihat model dapat penghargaan atas perilaku tertentu. Situasi ini menyebabkan pengamat lebih senang melakukan perilaku tersebut.<br /><br />Social Cognitive theory juga mempertimbangkan kemampuan penting seorang pengamat untuk melakukan perilaku tertentu dan kepercayaan diri saat berperilaku. Kepercayaan diri ini disebut sebagai self efficacy dan ini terlihat sebagai sebuah prasyarat kritik untuk perubahan perilaku. Social cognitive theory berasumsi bahwa pembelajaran dari model tidak akan terjadi jika seseorang merasa tidak mungkin untuk melakukannya.<br /><br /><br />TEORI USES AND GRATIFICATIONS<br /><br />Program yang apling popular di Amerika Serikat sejauh ini adalah Who Wants to Be a Milionaire di stasiun tv ABC. Program ini ditayangkan tiga atau empat kali seminggu dan disaksikan oleh banyak orang di amerika. Ini menjadi satu-satunya stasiun televisi yang bertahan selama tujuh tahun dan mempunyai sebuah ikon yaitu ”Is that your final answer?” yang sangat populer saat ini. Popularitas program menyajikan pemahaman diwaktu yang tepat tentang pengaruh media terhadap individu sebagai penonton dalam kelompok sosial yang besar.<br />Menariknya, studi memperlihatkan bagian pertama dari penelitian mengenai uses and gratifications menggunakan pendekatan yang sama dengan fenomena media. Pada akhir tahun 30-an dan awal 40-an program quis populer dengan pendengar radio dan Herza Herzog menanyakan sebuah pertanyaan simpel kenapa jenis program ini menarik perharian masyarakat luas. Dalam menjawab pertanyaan ini, Herzog berasumsi yang kontra antara masyarakat dan efek yang kuat pada pemirsa dan mempertimbangkan bahwa maksud sejumlah orang mendengarkan sebuah program radio memliki alasan yang berbeda.<br />Ringkasnya, penelitian yang dilakukan Herzog dan yang lainnya McQuail, Blumler, and Brown (1972) concluded bahwa seseorang mendengarkan atau menyaksikan program quis dengan alasan: a) Tingkatan diri, b) Interaksi sosial, c) Kegembiraan, dan d) Pendidikan.<br />Selanjutnya pada tahun 40-an, penelitian dengan mempertanyakan tentang bagaimana kebutuhan dan keinginan pemirsa mungkin mempengaruhi efek dari program suatu media. Swanson (1992) memberi nama penelitian awal yang dilakukan Herzog’s. Pertama, penelitian ini memperkenalkan ide bahwa penonton aktif, dimana seseorang memiliki alasan sendiri untuk mengakses media. Kedua, penelitian ini bermula untuk memahami motif penonton sebagai kepuasan yang didapat dari media. Ketiga, penelitian dalam terdisi ini memiliki inti bahwa penonton mempunyai kemampuan menyediakan informasi yang berguna mengenai motif dan keinginan berkenaan dengan media.<br />Pernyatan formal pertama mengenai teori uses and gratifications berasal dari Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) mereka menyebutkan point dasar dari kerangka pernyataan uses and gratifications mencakup: 1) asal usul sosial dan psikologi 2) membutuhkan, 3) expextasi secara umum 4) media massa atau sumber lainnya, 5) dimana perbedaan yang pasti mengenai media massa 6) menghasilkan kebutuhan gembira 7) dan konsekuensi lainnya.<br /><br />Asumsi Dasar<br />Katz, Blumer, dan Gurevitch menjelaskan mengenai asumsi-asumsi dari teori uses and gratifications. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :<br />1. Khalayak dianggap aktif, artinya sebagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.<br />2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.<br />3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanya bagian dari rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung kepada perilaku khalayak yang bersangkutan<br />4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak: artinya, orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.<br />5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.<br /><br />Kepuasan Apa yang dilihat dan didapat dari media?<br />Bagian terbesar dari studi pada uses and gratifications tradisi mencoba untuk menjawab pertanyaan mengenai kepuasan yang dilihat dan dirasakan dari media dengan mengembangkan tipologi kepuasan. Teori uses and gratifications melewati sebuah daftardalam mempertimbangkan konsep dari kegunaan apa yang disediakan oleh media. Dua teori pembangunan patut memperhatikannya. Pertama, sejumlah biaya dapat dianjurkan dalam kebutuhan yang bisa dibagi kedalam asas pokok yang tidak sama. Hal penting kedua mengenai teori pembangunan dengan memperhatikan kepuasan tipologi adalah perbedaan antara kepuasan yan dilihat dengan kepuasan yang dirasa. Perbedaan ini membuat poin bahwa apa yang seseorang mau dari media tidak selalu apa yang seseorang dapat dari media.<br /><br />Bagaimana media digunakan dalam proses kepuasan?<br />Bermacam kepuasan yang dilihat dan dirasa dari media, dan kepuasan ini bisa melukiskan penggunaan isi dari katagori dan bermacam tingkatan abstraksi. Pertanyaan teori sisanya untuk uses dan gratifications adalah pendekatan kemudian proses kepuasan mana yang berhubungan dengan kelakuan dan sikap pemirsa.<br />Satu garis dasar dari penelitian menyelidiki proses dimana kepuasan audience mempengaruhi kelakuan dan pengeluaran. Kim dan Rubin (1997) menyimpulkan banyak mengenai penelitian ini, mencatat tiga cara dimana aktivitas pemirsa, fasilitas media dan efeknya. Pertama adalah selectivity, disini individu yang melihat kepuasan tertentu akan selektif menaruh perhatian mereka ke media tertentu. Kedua adalah atention, disini individu akan memberikan pengetahuan mereka untuk konsumsi media.berdasaran kepuasan yang dilihat. Ketiga adala proses involvement dengan media, disini audience sering menangkap pesan dan mungkin membangun hubungan dengan karakter media.<br /><br />Perluasan dan kritik pendekatan uses and gratifications<br />Teori uses and gratifications memiliki kritik karena menjadi sangat sempit dalam pikiran. Pertama, Swanson (1992) catatan bahwa sedikit perhatian telah membayar sebuah proses mulai dari awal sampai akhir audience menafsirkan text yang diberikan media. Ini berarti bahwa individu memiliki kemampuan menerjemahkan atau menerima pesan dalam cara menyediakan berbagai kepuasan. Kedua uses and gratifications teori telah mendapat kritik karena menjadi teori individualistik yang sempit.<br /><br />MEDIA SYSTEMS DEPENDENCY THEORY<br /><br />Teori sistem media dependensi (MSD) dan uses and gratification seringkali disama-samakan (atau terlihat serupa) dalam penjelasan dari teori media. Tentu saja, telah dilakukan usaha untuk menggabungkan dua teori ini ke “model uses and gratification dari komunikasi massa” (Rubin & Windahl, 1986). Bagaimanapun, perkembangan dari MSD, Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur, dari kerangka mereka sebagai sesuatu yang jelas dari uses and gratification; karena itu, ini merupakan sesuatu yang menyenangkan sebagai sebuah teori yang independen. Sebagaimana kita menjalankan pekerjaan MSD kita hingga selesai, kita menyoroti perbandingannya antara uses and gratification, tapi hal itu penting untuk diingat, kerangka ini menunjukkan “perbedaan kisah, pertanyaan, dan pola pikir” (Ball-Rokeach, 1998, p, 5). Perbedaan kisah, pertanyaan, dan pola pikir ini seringkali mengubah MSD menjadi beberapa bagian yang besar dari teori lain yang masih dipertimbangkan pada bab ini<br />Teori Sistem Media Dependensi: Kerangka Dasar<br />MSD, pertama yang diusulkan oleh Ball-Rokeach dan De Fleur (1976), mempunyai pada [hati/jantung] nya suatu sistim yang tiga pihak di mana media, pendengar, dan masyarakat nampak oleh mempunyai hubungan ketergantungan satu sama lain. Sistim tiga pihak ini digambarkan di dalam gambar 142.<br />Masing-masing komponen sistem adalah yang dilihat ini sebagai tergantung pada komponen-komponen yang lain di dalam sistim dengan membujuk untuk terus sumber daya untuk mencukupi sasaran. Di dalam kata-kata dari Ball-Rokeaach dan DeFleur (1976), ketergantungan adalah "suatu hubungan di mana kepuasan kebutuhan-kebutuhan atau pencapaian dari sasaran oleh satu pesta(pihak adalah ketidak-tentuan atas sumber daya dari pihak yang lain". Sebagai contoh, suatu organisasi media boleh jadi tergantung pada suatu struktur yang politis untuk misi untuk menyiarkan. Atau suatu organisasi pabrikasi akan bergantung pada sistim media untuk mengiklankan produk nya dan meningkatkan penjualan. Atau perorangan akan bersandar pada surat kabar itu untuk menyediakan informasi tentang apakah apartemen-apartemen avaible untuk sewa. Ini adalah contoh f hubungan ketergantungan, di bagian nya tersebut masyarakat bersandar pada sumber daya dari yang lain membagi kepada sasaran jangkauan.<br />Di MSD, perhatian tertentu diberikan kepada sumber daya dari sistim media di dalam masyarakat yang modern. MSD ahli teori melihat sistim media seperti membebani satu peran terus meningkat penting sebagai industrialisasi dan urbanisasi sudah berkurang pengaruh dari jaringan sosial yang hubungan antar pribadi. Seperti Merskin (1999) menjelaskan, "Seperti ketika masyarakat sudah menjadi lebih dikotakan dan terindustrialisasi, hidup sudah menjadi kurang mengorganisir di sekitar kelompok sosial tradisional, seperti keluarga dan gereja". Dalam pengaturan sosial yang demikian, media mengendalikan banyak sumber daya informasional melalui kapasitas mereka untuk menciptakan, proses, dan menghamburkan informasi kepada pendengar-pendengar di suatu nasional atau bahkan skala global. Karena media mengendalikan ini sumber daya informational kritis, individu mengembangkan hubungan ketergantungan di sekitar kebutuhan akan memahami ing, dan permainan. Seperti Lose-lose dan Ball-Rokeach (1993) uraikan hubungan ini, "Ketika individu developexpectation yang sistim media dapat menyediakan bantuan terhadap pencapaian dari sasaran mereka, individu perlu mengembangkan hubungan ketergantungan dengan media atau medium, mereka merasa sebagai paling sangat menolong di persuit dari sasaran mereka".<br />Hubungan tertentu ini akan bunyi cukup banyak seperti suatu gunakan dan penjelasan kepuasan-kepuasan. Sungguh, ketika pengasingan yang diambil, persamaan jelas bersih ada antara kedua pendekatan. Bagaimanapun, MSD melampaui hubungan media individu ini untuk menyediakan suatu gambar yang lebih rumit dari hubungan ketergantungan antara penggunaan kebutuhan individu dan media bahwa termasuk kedua-duanya pengaruh-pengaruh makroskopik dan yang mikroskopis di ketergantungan-ketergantungan. Ini jalan yang utama dilaksanakan jemu akan pertimbangan dari yang lain ketergantungan-ketergantungan di dalam hubungan yang tiga pihak media, pendengar, dan masyarakat. Yang ,MSD mengusulkan bahwa individu tidak selalu para aktor tangguh di dalam kepuasan kebutuhan-kebutuhan mereka karena ketergantungan-ketergantungan dari yang lain kesatuan-kesatuan masyarakat dan organisatoris boleh masuk ke dalam arena.<br />MSD juga memperluas di konsep dari ketergantungan media yang individu dengan kondisi-kondisi yang terdahulu penetapan dan concequences berhubungan dengan hubungan ketergantungan. Pertama-tama, teori mengusulkan ketergantungan itu di media akan peningkatan selama jam konflik dan perubahan di dalam masyarakat. DeFleur dan Ball-Rokeach (1982) percaya bahwa, selama waktu seperti, akan ada satu kebutuhan yang ditingkatkan untuk informasi dan orientasi dan bahwa hubungan sosial yang dibentuk/mapan akan tidak cukup ke(pada informasi providesuch. Sebagai contoh, Kellow dan Steeves (1998) bantah bahwa selama sosial dan pergolakan politis bahwa menandai Rwanda masyarakat dalam 1994, keseluruhan penduduk negeri itu datang ke bergantung pada pemenuhan radio dari suatu setasiun yang berpengaruh. Ketika hasil, pesan-pesan dari setasiun ini mungkin punya telah suatu pengaruh terutama sekali menandai pada genocisde yang berikut di Rwanda.<br />MSD teori percaya bahwa pembedaan teoritis ini mengenai konteks-konteks dari ketergantungan adalah kritis karena itu membantu ke arah berhubungan dengan debat antara barang kepunyaan yang kuat dan tradisi-tradisi media barang kepunyaan yang terbatas. Yang ,pada waktunya dari pergolakan sosial, individu boleh tergantung sebagian besar di media dan dimakan karat oleh media. Selama sekarang, suatu model barang kepunyaan yang kuat akan didukung. Selama periode-periode lebih historis stabil, dibatasi barang kepunyaan akan mungkin dingamati.<br />MSD juga mempertimbangkan sebagian dari consecuences dari hubungan ketergantungan. Sebagai contoh, suatu hubungan ketergantungan akan memimpin individu untuk membingkai isu-isu tertentu sebagai mereka yang penting untuk mempertimbangkan; menganggap. Thios proses dari pengaturan agenda dicakup?ditutup di dalam jauh lebih detil di Bab 15. Mengenai MSD, itu adalah yang penting untuk menunjuk bahwa ini kemajuan, lagi; kembali, melibatkan hubungan antar bermacam organisasi-organisasi masyarakat dan karenanya konsumsi dan hubungan daya tingkatan mikro kirim antar lembaga; institusi dan organisasi-organisasi masyarakat. MSD juga menekankan bahwa hubungan-hubungan ketergantungan antar lembaga; institusi dan organisasi-organisasi masyarakat. MSD juga menekankan bahwa hubungan-hubungan ketergantungan pergi kedua cara dan bahwa sumber media boleh melakukan penyesuaian isi mereka berdasar pada hubungan-hubungan ketergantungan pendengar.<br /><br />Test-Test dan Perluasan-perluasan Teori Ketergantungan Sistem Media<br />Aplikasi-aplikasi MSD sudah melihat terutama pada ketergantungan-ketergantungan media pendengar. Aplikasi-aplikasi ini telah memasukkan penjelasan-penjelasan untuk jumlah pembaca surat kabar (Lose-lose &Ball-Rokeach, 1993), karena akses ke(pada nasihat relational di dalam surat kabar para laki-laki dan perempuan (Duran &Prusank, 1997), untuk interaksi parasocial dan ketergantungan-ketergantungan di televisi shooping jaringan (Dana, Guthrie, &Ball-Rokeach, 1998), dan untuk pengembangan dari iklan-iklan pribadi oleh US. surat kabar sehari-hari (Merskin &Huberlie, 1996).<br />Pengembangan-pengembangan teoritis di MSD juga mempunyai revolved di sekitar hubungan antara tingkatan yang mikro mengeluarkan dan tingkatan makro mengeluarkan. Sebagai contoh, DeFleur dan Dennis (1996) sudah mencoba untuk menarik keluar pembedaan-pembedaan ini dengan pemisahan teori ke dalam dua bagian: teori ketergantungan sistem media (makro) dan teori ketergantungan informasi media (mikro). Ball-Rokeach (1985) sudah menerima tugas dari berbaring ke luar asal-muasal yang kemasyarakatan dari ketergantungan sistem media untuk pemahaman kita bantalan faktor-faktor betapa struktural memainkan ke dalam pengembangan dari hubungan-hubungan ketergantungan. Bagaimanapun, beberapa kritikus percaya bahwa MSD bisa pergi bahkan lebih lanjut di dalam mempertimbangkan hubungan kekuasaan homogenic betapa kepemilikan dan kendali mencakup di dalam ketergantungan-ketergantungan bahwa mengembangkan antar organisasi-organisasi media, lembaga; institusi, dan para anggota pendengar individu.<br /><br />TEORI MEDIA DAN EMOSI<br /><br />Bila kita lihat tentang teori pengertian sosial dimulai dari bab ini, kita sebagian besar berbicara tentang pengaruh dari sumber media dalam bertingkah laku. Dan bila kita menganggap bahwa kepercayaan atau ketergantungan itu hidup diantara para pemain media atau membicarakan kegunaan merek media itu. Kita acapkali membicarakan tentang kesadaran dan persoalan informasi. Ini tidak sepenuhnya benar, karena sebuah kesalahan adalah khas kepuasan media dalam sedikit memasukkan fungsi hiburan. Bagaimanapun, reaksi seperti itu sebagai kesenangan, menjijikan, ketakutan, dan kehebohan seringkali terlihat pada akibat sebelah belakang ke persoalan seperti itu sebagai perubahan sikap, susunan sikap, dan pengatahuan. Ini tidak akan benar dalam menentukan kerangka teoritis memeriksa kita pada bab ini. Disini kita menemukan sekumpulan yang bersifat menjelaskan pernyataan yang menaruh cara untuk membangunkan emosi dan mempengaruhi pusat pertunjukan. Walaupun kita membicarakan pekerjaan itu sekarang ini tidak ada satu yang masuk akal pada teori, itu betul-betul ada pada bab ini untuk dua alasan penting. Pertama, pekerjaan ini jelas teoritis bahwa didalamnya mengemukakan kebiasaan menjelaskan emosional dan individualis cenderung berreaksi ke gambaran media. Kedua, pekerjaan ini mewakili kumulatif dan usaha yang masuk akal karena kumpulannya menceritakan ilmu pengetahuan dalam disiplin berkomunikasi. Pekerjaan ini banyak dimulai oleh Dolf Zillmann dan pekerjaan utamanya mengenai emosi dan media. Pekerjaan itu dilanjutkan oleh Zillmann dan dia berkolega selama 30 tahun dan dia meneliti bermacam-macam kumpulan pertanyaan hal emosional dan cenderung berreaksi ke media.<br />Dalam mempertimbangkan pengaruh emosi dari media itu, bermanfaat untuk sebuah permulaan jalan keluar dengan dua ide yang biasa hampir kita lakukan sehari-hari. Pertama-tama, kita sering kali berbicara tentang menonton televisi sebagai jalan untuk melepaskan tekanan dari hari yang sulit. Dalam perbedaan, kita mendapatkan banyak peristiwa dari media karena kehebohannya itu kita ikut merasakan pengalaman. Demikian, perasaan kita biasa memberi kesan bahwa dalam penyajian media massa memiliki dua kemampuan untuk membangkitkan dan ketenangan emosi kita. Penelitian menghasilkan dasar pandangan, selama tinjauan Zillmann dalam kesusasteraan itu menyimpulkan bahwa media dapat menyajikan dua hal sebagai ”pemuka hebat” dan sumber kehebohan, mengandalkan pada individualis, penyajian media terpilih, dan konteks.<br />Demikian, dasar pemikiran itu berhubungan dengan pengaruh emosi media yang niscaya benar. Bagaimanapun, teoritikus Zillmann dan koleganya ini pergi melebihi alasan sederhana dan dalam pengaruh hubungan ini menetapkan keanekaragaman mekanisme yang mana isi media dan pengaruh penonton ini cenderung terbuka dan reaksi emosi. Penelitian itu lebih dulu sangat besar kita pertimbangkan, karena teoritikus memulai untuk tiga hal penting itu disini. Seperti peran untuk pergantian eksitasi, peran untuk ketegasan, dan pengaruh dari masyarakat dan unsur pembangunan.<br /><br />Pertukaran Eksitasi Teori<br />Proses pertukaran eksitasi satu tempat pertama oleh Zillmann dan koleganya mengenalkan tentang penjelasan mengerti reaksi emosional terhadap media. Teori pertukaran eksitasi dimulai atas dasar konsep penimbulan. Biasanya sebuah penimbulan memberikan definisi bahwa satuan kekuatan itu menyajikan untuk memperkuat atau kelakuan yang penuh semangat. Biasanya keperluan tidak selalu positif atau negatif dan itu semua tidak pula menegaskan tentang keterangan atau petunjuk untuk hal kelakuan.<br />Karena penimbulan disini tidak memiliki karakter yang spesifik, Zillmann mengusulkan bahwa penimbulan itu dari satu rangsangan dapat mentransfer untuk mempengaruhi atau menghubungkan perilaku pada yang lainnya. Pada anggapan penerimaan yang menengahi komunikasi, pertukaran eksitasi memiliki kekayaan dalam mempertontonkan keduanya dan selama menangkap hal itu. Misalnya, Zillmann mendirikan tingkah laku yang agresif mengikuti penerimaan kepada salah satu hal yang agresif atau salah satu film yang erotik dan sebagian besar rekan dengan tingkah laku yang agresif merupakan penerimaan kepada erotik film.<br />Dalam ikhtisar, teori pertukaran eksitasi mengemukakan bahwa suatu hal yang ditimbulkan dari media memiliki sisa pengaruh dari pemindahan itu yang kemudian menjadi sebuah pengalaman, dan penjelasan ini mendapat perlakuan-perlakuan yang hebat dari kenyataan akan bantuan diantara bermacam-macam keadaan atau letak. Dua hal penting dalam aspek teori sebaiknya dapat menegaskan.<br /><br />Reaksi Empati Kepada Isi Media<br />Perlakuan teori pertukaran eksitasi dengan hal yang sudah umum dan tanpa isi yang menimbulkan emosi dari hubungan media. Ini pun penting untuk mempertimbangkan jawaban emosi itu maupun isi yang spesifik: kita turut merasakan reaksi tersebut bahwa apa yang kita temui seperti menyaring atau membaca pada bagian halaman. Jadi daerah kedua yang menurut Zillmann itu, memiliki daya tangkap atau perhatian dan kerabatnya turut terlibat dalam hubungan emosional diantara para anggota dengan penonton media dan isi pertemuan mereka. Hubungan ini dapat menguji dengan keterangan kepada konsep empati. Empati diakui secara luas mempelajari konsep kejiwaan bahwa hal itu menganggap satu tanggapan individualis yang mengamati pengalaman yang lain.<br />Pengaruh apa yang kemudian empati ini merasa bahwa reaksi dari media massa? Tempat ini lebih dulu untuk penelitian bukan sebagai penyusunan mata air untuk teori pertukaran eksitasi, Zillmann dan kerabatnya menyelidiki beberapa persoalan teoritis. Hal umum melalui pendekatan dikemukakan oleh Zillmann dan kerabatnya yang baru saja mengolah tentang struktur dramatis dan media sebagai dunia teater.<br />Proses ini untuk menggiatkan kembali apa itu empati dalam luasnya jarak pembelajaran. Pada fakta ini, proses dapat mengamati pada keduanya yaitu khayal dan penyajian dramatis dan pada reaksi yang bersifat sebagai rencana berita.<br /><br />Faktor Sosial dan Pembangunan<br />Tempat terakhir dapat menerima perhatian menurut teoritikus tentang emosi dan pertimbangan pembangunan media dan faktor sosial itu merupakan pengaruh atas kekuatan sebuah reaksi. Hubungan baik dari penelitian bahwa perilaku ini memiliki tempat dimana pandangan kita memang pantas pada beberapa gagasan yang menceritakan terhadap pemikiran eksitasi dan lebih awal menceritakan empati.<br />Perbaikan yang serupa ini membuat dengan menganggap pada peran hubungan sosial. Sebagian besar teori dan penelitian kita bicarakan pada bagian individualis yang terlibat pada reaksi media. Bagaimanapun kita sering kali atas rombongan orang lain yang dimana kita menonton televisi atau pergi ke bioskop. Sementara ini para sarjana ingin meneliti tentang peran sebuah teman dalam sebuah keterangan, laki-laki melawan rekan perempuannya dalam reaksi emosional terhadap media.<br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br />3.1 Simpulan<br /><br />Keempat teori yang dibahas di atas, kita melihat adanya hubungan antara individu dengan efek dari media. Teori-teori ini secara luas menganut paradigm post-positive dalam mengemukakan secara umum dan penjelasan fenomena komunikasi. Teori-teori tersebut secara menjelaskan bagaimana individu menggunakan media dan dampaknya dari media tersebut.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-5085620983006831772010-05-25T13:18:00.001-07:002010-05-25T13:18:54.778-07:00TEORI KOMUNIKASI MASSAKomunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat.<br />1. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)<br />Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory) Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat menggosok gigi.<br />Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya. Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya, tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap terbatas (limited-effects model).<br />Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui pandangannya mengenai gelombang kebisuan.<br />2. Uses, Gratifications and Depedency<br />Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :<br />Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).<br />Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).<br />Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions sebagai berikut :<br />Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi<br />Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial<br />Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai<br />Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).<br />Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang dilakukan dengan teori uses and gratifications.<br />3. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)<br />Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).<br />Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.<br />4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)<br />Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.<br />Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa ?<br />Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas.<br />Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.<br />Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.<br /><br /><br />Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.<br />Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:<br />Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.<br />Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy(1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?<br />Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:<br />1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)<br />2. Pesan (mengatakan apa?)<br />3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)<br />4. Komunikan (kepada siapa?)<br />5. Efek (dengan dampak/efek apa?).<br />Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.<br />A. PROSES KOMUNIKASI<br />Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:<br />1. Proses komunikasi secara primer<br />Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.<br />Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).<br />Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.<br />Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses komunikasiakan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harsu mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan.<br />2. Proses komunikasi sekunder<br />Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.<br />Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb.).<br />B. KONSEPTUAL KOMUNIKASI<br />Deddy Mulyana (2005:61-69) mengkategorikan definisi-definisi tentang komunikasi dalam tiga konseptual yaitu:<br />1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah.<br />Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu.<br />Beberapa definisi komunikasi dalam konseptual tindakan satu arah:<br />a. Everet M. Rogers: komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.<br />b. Gerald R. Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.<br />c. Carld R. Miller: komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunkate).<br />d. Theodore M. Newcomb: Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.<br />2. Komunikasi sebagai interaksi.<br />Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya.<br />Contoh definisi komunikasi dalam konsep ini, Shanon dan Weaver (dalam Wiryanto, 2004), komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni , dan teknologi.<br />3. Komunikasi sebagai transaksi.<br />Pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis yang secara sinambungan mengubah phak-pihak yang berkomunikasi. Berdasrkan pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan atau pesan nonverbal.<br />Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep transaksi:<br />a. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss: Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih.<br />b. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson: Komunikasi adalah proses memahami danberbagi makna.<br />c. William I. Gordon : Komunikasi adalah suatu transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.<br />d. Donald Byker dan Loren J. Anderson: Komunikasi adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.<br />C. FUNGSI KOMUNIKASI<br />William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:<br />1. Sebagai komunikasi sosial<br />Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, ..., negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.<br />a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian. George Herbert Mead (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966) menamai affective others, untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga meras diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan sifat-sifat doketer menurut persepsi anda.<br />b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.<br />c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang lebih dasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebuthan yang lebih tinggi diupayakan. Kita mungkin sudah mampu kebuthan fisiologis dan keamanan untuk bertahan hidup. Kini kita ingin memenuhi kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan ketiga dan keempat khususnya meliputi keinginan untuk memperoleh rasa lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.<br />2. Sebagai komunikasi ekspresif<br />Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.<br />3. Sebagai komunikasi ritual<br />Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.<br />4. Sebagai komunikasi instrumental<br />Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur.<br />Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.<br />Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.<br />Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat beberapa pendapat dari para ilmuwan yang bila dicermati saling melengkapi. Misal pendapat Onong Effendy (1994), ia berpendapat fungsi komunikasi adalah menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sedangkan Harold D Lasswell (dalam Nurudin, 2004 dan Effendy, 1994:27) memaparkan fungsi komunikasi sebagai berikut:<br />1. Penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the information) yakni penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat.<br />2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisahkan dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya .<br />3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.<br />D. RAGAM TINGKATAN KOMUNIKASI ATAU KONTEKS-KONTEKS KOMUNIKASI<br />Secara umum ragam tingkatan komunikasi adalah sebagai berikut:<br />1. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia.<br />2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi.<br />3. Komunikasi kelompok (group communication) yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,(1994) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.<br />4. Komunikasi organisasi (organization communication) yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005:52).<br />5. Komunikasi massa (mass communication). Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Kemudian Mulyana (2005:74) juga menambahkan konteks komunikasi publik. Pengertian komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum). Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large group communication) untuk komunikasi ini.<br />E. KEGUNAAN BELAJAR ILMU KOMUNIKASI<br />Mengapa kita mempelajari ilmu komunikasi ?Ruben&Steward, (2005:1-8) menyatakan bahwa<br />1. Komunikasi adalah fundamental dalam kehidupan kita.<br />Dalam kehidupan kita sehari-hari komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Kita tidak bisa tidak berkomunikasi.tidak ada aktifitas yang dilakukan tanpa komunikasi, dikarenakan kita dapat membuat beberapa perbedaan yang esensial manakala kita berkomunikasi dengan orang lain.Demikian pula sebaliknya, orang lain akan berkomunikasi dengan kita ,baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Cara kita berhubungan satu dengan lainnya, bagimana suatu hubungan kita bentuk, bagaimana cara kita memberikan kontribusi sebagai anggota keluarga, kelompok, komunitas, organisasi dan masyarakat secara luas membutuhkan suatu komunikasi.Sehingga menjadikan komunikasi tersebut menjadi hal yang sangat fundamental dalam kehidupan kita.<br />2. Komunikasi adalah merupakan suatu aktifitas komplek.<br />Komunikasi adalah suatu aktifitas yang komplek dan menantang. Dalam hal ini ternyata aktifitas komunikasi bukanlah suatu aktifitas yang mudah. Untuk mencapai kompetensi komunikasi memerlukan understanding dan suatu ketrampilan sehingga komunikasi yang kita lakukan menjadi efektif. Ellen langer dalam Ruben&Stewat( 2005:3) menyebut konsep mindfulness akan terjadi ketika kita memberikan perhatian pada situasi dan konteks, kita terbuka dengan informasi baru dan kita menyadari bahwa ada banyak perspektif tidak hanya satu persepektif di kehidupan manusia.<br />3. Komunikasi adalah vital untuk suatu kedudukan/posisi yang efektif.<br />Karir dalam bisnis, pemerintah, atau pendidikan memerlukan kemampuan dalam memahami situasi komunikasi, mengembangkan strategi komunikasi efektif, memerlukan kerjasama antara satu dengan yang lain, dan dapat menerima atas kehadiran ide-ide yang efektif melalui saluran saluran komunikasi. Untuk mencapai kesuksesan dari suatu kedudukan/ posisi tertentu dalam mencapai kompetensi komunikasi antara lain melalui kemampuan secara personal dan sikap, kemampuan interpersonal, kemampuan dalam melakukan komunikasi oral dan tulisan dan lain sebagainya.<br />4. Suatu pendidikan yang tinggi tidak menjamin kompetensi komunikasi yang baik.<br />Kadang-kadang kita menganggap bahwa komunikasi itu hanyalah suatu yang bersifat common sense dan setiap orang pasti mengetahui bagaimana berkomunikasi. Padahal sesungguhnya banyak yang tidak memilki ketrampilan berkomunikasi yang baik karena ternyata banyak pesan-pesan dalam komunikasi manusia itu yang disampaikan tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga nonverbal, ada ketrampilan komunikasi dalam bentuk tulisan dan oral, ada ketrampilan berkomunikasi secara interpersonal, ataupun secara kelompok sehingga kita dapat berkolaborasi sebagai anggota dengan baik, dan lain-lain. Kadang-kadang kita juga mengalami kegagalan dalam berkomunikasi. Banyak yang berpendidikan tinggi tetapi tidak memilki ketrampilan berkomunikasi secara baik dan memadai sehingga mengakibatkan kegagalan dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Sehingga komunikasi itu perlu kita pelajari.<br />5. Komunikasi adalah populer.<br />Komunikasi adalah suatu bidang yang dikatakan sebagai popular. Banyak bidang-bidang komunikasi modern sekarang ini yang memfokuskan pada studi tentang pesan, ada juga tentang hubungan antara komunikasi dengan bidang profesiponal lainnya termasuk hukum, bisnis, informasi, pendidikan, ilmu computer, dan lain-lain. Sehingga sekarang ini komunikasi sebagai ilmu social/perileku dan suatu seni yang diaplikasikan. Disiplin ini bersifat multidisiplin, yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antroplogi, politik, dan lain sebagainya<br />SUMBER:<br />1. Effendy, Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya<br />2. Cangara, Hafidz,2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada<br />3. Littlejohn, Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Publishing.<br />4. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.<br />5. Ruben, Brent D,Stewart, Lea P, 2005, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn and Bacon<br />6. Sendjaja,Sasa Djuarsa,1994,Pengantar Komunikasi,Jakarta:Universitas Terbuka.<br />7. Wiryanto, 2005,<br />Walaupun begitu, fungsi komunikasi bisa dilihat juga sesuai dengan konteksnya. Misal pada komunikasi antarpribadi, fungsi utama komunikasi antarpribadi adalah meningkatkan hubungan insani, menghindaridan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Hafied Cangara, 2005: 56). Komunikasi kelompok berfungsi untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dan solidaritasNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-65563000155577271522010-05-25T12:41:00.000-07:002010-05-25T12:42:02.377-07:00Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal (Nonverbal Expectancy Violation Theory)LATAR BELAKANG TEORI<br /><br />Judee BurgoonJudee Burgoon ( 1978, 1983, 1985) dan Steven Jones ( Burgoon & Jones. 1976) pertamakali merancang teori pelanggaran pengharapan nonverbal (Nonverbal Expectancy Violation Theory/NEV Theory) untuk menjelaskan konsekwensi dari perubahan jarak dan ruang pribadi selama interaksi komunikasi antar pribadi. NEV Theory adalah salah satu teori pertama tentang komunikasi nonverbal yang dikembangkan oleh sarjana komunikasi. NEV Theory secara terus menerus ditinjau kembali dan diperluas; hari ini teori digunakan untuk menjelaskan suatu cakupan luas dari hasil komunikasi yang dihubungkan dengan pelanggaran harapan tentang perilaku komunikasi nonverbal. (Infante, 2003: 177)<br /><br />Judee K. Burgoon adalah Profesor Komunikasi dari Universitas Arizona AS dan merupakan salah seorang teoritikus wanita yang paling tekun dalam meneliti berbagai dimensi komunikasi nonverbal sepanjang dasawarsa 1970-an hingga 1990-an. Pemikirannya yang tersebar dalam ratusan artikel yang dimuat dalam jurnal dan buku-buku komunikasi memberikan pengaruh yang besar dalam membentuk pemahaman kita tentang berbagai aspek komunikasi nonverbal dewasa ini.<br /><br />Ada kisah unik dibalik ketertarikan Burgoon pada bidang komunikasi nonverbal. Ceritanya ketika masih kuliah di tingkat sarjana di Universitas West Virginia Amerika Serikat, Burgoon termasuk mahasiswi yang sangat cerdas tapi kurang menyukai topik-topik mata kuliah yang berkaitan dengan komunikasi nonverbal. Celakanya dalam mata kuliah seminar yang diikutinya salah seorang dosen justru memintanya untuk mengupas topik tentang komunikasi nonverbal. Merasa tidak punya pilihan akhirnya dengan segala kesungguhan (dan juga keterpaksaan) Burgoon membaca semua literatur yang ada.<br /><br />Hasilnya ternyata luarbiasa, la tidak saja berhasil menyelesaikan tugas tersebut dengan bobot akademis yang tinggi tetapi juga membekaskan minat yang mendalam untuk melakukan penelitian komunikasi nonverbal lebih lanjut khususnya tentang penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi.<br /><br />Studi tentang penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi atau lebih populer disebut Proksemik sebenarnya telah dikembangkan oleh Edward T. Hall sejak tahun 1960-an. Dalam teorinya, Hall membedakan empat macam jarak yang menurutnya mengambarkan ragam jarak komunikasi yang diperbolehkan dalam kultur Amerika yakni jarak intim (0 – 18 inci), jarak pribadi (18 inci – 4 kaki), jarak sosial (4 -10 kaki), dan jarak publik (lebih dari 10 kaki).<br /><br />Terkait dengan keempat macam jarak tersebut kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut; Apa yang akan terjadi ketika seseorang menunjukkan tingkah laku nonverbal yang mengejutkan atau diluardugaan? atau bagaimana persepsi seseorang terhadap tingkah laku nonverbal yang mengejutkan tersebut bila dikaitkan dengan dayatarik antarpribadi?. Berawal dari pertanyaan semacam itulah kemudian Burgoon meneliti perilaku komunikasi nonverbal masyarakat Amerika yang menghantarkannya pada penemuan sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai Nonverbal Expectancy Violation Theory (NEV Theory).<br /><br />Teori tersebut untuk pertama kalinya diuraikan secara panjang lebar dalam tulisan Burgoon bertajuk A Communication Model of Personal Space Violations : Explication and An Initial Test yang diterbitkan dalam Jurnal Human Communication Research volume 4 tahun 1978<br /><br />ESENSI TEORI<br /><br />Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnya berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi dengan kita. Kepatutan tindakan tersebut pada prinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku atau berdasarkan kerangka pengalaman kita sebelumnya (Field of Experience). Terpenuhi tidaknya ekspektasi ini akan mempengaruhi bukan saja cara interaksi kita dengan mereka tapi juga bagaimana penilaian kita terhadap mereka serta bagaimana kelanjutan hubungan kita dengan mereka<br /><br />Bertolak dari pernyataan diatas kemudian teori ini berasumsi bahwa setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Jika harapan tersebut dilanggar maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau negatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut.<br /><br />Sebuah contoh kecil mungkin akan memperjelas pemahaman anda tentang asumsi teori ini. Anggaplah anda seorang gadis jujur yang sedang ditaksir dua orang pemuda.. Anda tidak bingung karena jelas anda hanya menyukai salah seorang diantara mereka. Apa yang terjadi ketika pemuda yang anda senangi tersebut menemui anda dan berdiri terlalu dekat sehingga melanggar jarak komunikasi antarpribadi yang diterima secara normatif? Besar kemungkinan anda akan menilainya secara positif. Itulah tanda perhatian yang tulus atau itulah perilaku pria sejati ujar anda. Namun bagaimana halnya bila yang melakukan tindakan tersebut pria yang bukan anda senangi? Anda akan bereaksi secara negatif. Anda akan mengatakan bahwa orang itu tidak tahu sopan santun atau mungkin dalam hati anda akan berujar “Dasar lu, kagak tahu diri!”<br /><br />Jadi kita menilai suatu pelanggaran didasarkan pada bagaimana perasaan kita pada orang tersebut. Bila kita menyukai orang tersebut maka besar kemungkinan kita akan menerima pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan menilainya secara positif. Sebaliknya bila sumber pelanggaran dipersepsi tidak menarik atau kita tidak menyukainya maka kita akan menilai pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang negatif.<br /><br />Menurut NEV Theory, beberapa faktor saling berhubungan untuk mempengaruhi bagaimana kita bereaksi terhadap pelanggaran dari jenis perilaku nonverbal yang kita harapkan untuk menghadapi situasi tertentu . Ada tiga konstruk pokok dari teori ini yakni; Harapan (Expectancies), Valensi Pelanggaran (Violations Valence), dan Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence) (Griffin, 2004: 88).<br /><br />Expectancies (Harapan)<br /><br />Faktor NEV Theory yang pertama mempertimbangkanharapankita. Melalui norma-norma sosial kita membentuk ” harapan” tentang bagaimana orang lain (perlu) bertindak secara nonverbal (dan secara lisan) ketika kita saling berinteraksi dengan mereka. Harapan merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakan normatif masing-masing individu atau pijakan kelompok. Jika perilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun “yang diluar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil reaksi khusus (menyangkut) perilaku itu. Sebagai contoh, kita akan berekasi ( dan mungkin dengan sangat gelisah/tidak nyaman) jika seorang asing meminta berdiri sangat dekat dengan kita. Dengan cara yang sama, kita akan bereaksi lain jika orang yang penting dengan kita berdiri sangat jauh sekali dari kita pada suatu pesta. Dengan kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah laku nonverbal apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita. Jika perilaku nonverbal seseorang, ketika berkomunikasi dengan kita, sesuai atau kurang lebih sama dengan pengharapan kita, maka kita akan merasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis. Persoalannya adalah tidak selamanya tingkah laku orang lain sama dengan apa yang kita harapkan. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi gangguan psikologis maupun kognitif dalam diri kita baik yang sifatnya positif ataupun negatif. Suatu pelanggaran dari harapan nonverbal kita dapat mengganggu ketenangan; hal tersebut dapat menyebabkan bangkitnya suasana emosional. (Infante, 2003: 177)<br /><br />Kita mempelajari harapan dari sejumlah sumber ( Floyd, Ramirez;& Burgoon, 1999). Pertama, budaya di mana kita tinggal membentuk harapan kita tentang beragam jenis perilaku komunikasi, termasuk komunikasi nonverbal. Pada budaya yang menganut “contact culture” kontak mata lebih banyak terjadi, sentuhan lebih sering, dan zone jarak pribadi jauh lebih kecil dibanding pada budaya yang menganut “noncontact culture”. Konteks di mana interaksi berlangsung juga berdampak pada harapan tentang perilaku orang lain. Sebagian besar dari kontak mata dari orang lain secara atraktif mungkin dilihat sebagai undangan jika konteks dari interaksi berlangsung dalam pertemuan klub sosial, sedangkan perilaku nonverbal yang sama mungkin dilihat sebagai ancaman jika perilaku tersebut diperlihatkan pada penumpang yang berjumlah sedikit di dalam kereta bawah tanah yang datang terlambat pada malam hari. Tergantung pada konteks, “belaian boleh menyampaikan simpati, kenyamanan, kekuasaan, kasih sayang, atraksi, atau … napsu” ( Burgoon, Coker,& Coker, 1986, p. 497). Makna tergantung pada situasi dan hubungan diantara individu-individu. Pengalaman pribadi kita juga mempengaruhi harapan. Kondisi interaksi kita yang berulang akan mengharapkan terjadinya perilaku tertentu. Jika kawan sekamar kita yang biasanya periang tiba-tiba berhenti tersenyum ketika kita masuk kamar, kita menghadapi suatu situasi yang jelas berbeda dengan harapan. NEV Theory menyatakan bahwa harapan “meliputi penilaian tentang perilaku yang mungkin, layak, sesuai, dan khas untuk suasana tertentu, sesuai tujuan, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari partisipan”( (Burgoon & Hale, 1988, hal. 60). (Infante, 2003: 178)<br /><br />Violation Valence (Valensi Pelanggaran)<br /><br />Ketika harapan nonverbal kita dilanggar oleh orang lain, kita kemudian melakukan penafsiran sekaligus menilai apakah pelanggaran tersebut positif atau negatif. Penafsiran dan evaluasi kita tentang perilaku pelanggaran harapan nonverbal yang biasa disebut Violation Valenceatau Valensi Pelanggaran adalah elemen kedua yang penting dari teori NEV. NEV Theory berasumsi bahwa perilaku nonverbal adalah penuh arti dan kita mempunyai sikap tentang perilaku nonverbal yang diharapkan. Kita bersepakat tentang beberapa hal dan tidak setuju tentang beberapa hal yang lain. Valensi adalah istilah yang digunakan untuk menguraikan evaluasi tentang perilaku. Perilaku tertentu jelas-jelas divalensi secara negatif, seperti perlakuan tidak sopan atau isyarat yang menghina (seseorang, “menghempaskan burung kamu atau memelototkankan matanya pada kamu). Perilaku lain divalensi secara positif (seseorang memberi isyarat “v” untuk kemenangan karena perbuatan tertentu atau menga-cungkan ibu jari untuk jaket penghangat barumu). Sebagai contoh, bayangkan kamu berada di suatu pesta dan seorang asing yang baru diperkenalkan tanpa diduga-duga menyentuh tanganmu. Karena kamu baru saja berjumpa orang itu, perilaku tersebut bisa jadi mengacaukan. Kamu mungkin menginterpretasikan perilaku tersebut sebagai kasih sayang, suatu undangan untuk menjadi teman, atau sebagai suatu isyarat kekuasaan. NEV Theory berargumen bahwa jika perilaku yang diberikan lebih positif dibanding dengan apa yang diharapkan, hasilnya adalah pelanggaran harapan yang positif. Dan sebaliknya, jika perilaku yang diberikan lebih negatif dibanding dengan apa yang diharapkan, menghasilkan suatu pelanggaran harapan yang negatif. (Infante, 2003: 178). Ini disebut juga Violation Valence atau Valensi Pelanggaran. Violation Valence dikatakan positif bila kita menyukai tindakan pelanggaran tersebut, dan sebaliknya dikatakan negatif jika kita tidak menyukai pelanggaran tersebut<br /><br />Communicator Reward Valence (Valensi Ganjaran Komunikator)<br /><br />Valensi Ganjaran Komunikator adalah unsur yang ketiga yang mempengaruhi reaksi kita. Sifat alami hubungan antara komunikator mempengaruhi bagaimana mereka (terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Jika kita “menyukai” sumber dari pelanggaran ( atau jika pelanggar adalah seseorang yang memiliki status yang tinggi, kredibilitas yang tinggi, atau secara fisik menarik), kita boleh menghargai perlakuan yang unik tersebut. Bagaimanapun, jika kita ” tidak menyukai” sumber, kita lebih sedikit berkeinginan memaklumi perilaku nonverbal yang tidak menepati norma-norma sosial; kita memandang pelanggaran secara negatif. (Infante, 2003: 178)<br /><br />Dengan kata lain jika kita menyukai orang yang melanggar tersebut, kita tidak akan terfokus pada pelanggaran yang dibuatnya, justru kita cenderung berharap agar orang tersebut tidak mematuhi norma-norma yang berlaku. Sebaliknya bila orang yang melanggar tersebut adalah orang yang tidak kita sukai, maka kita akan terfokus pada pelanggaran atau kesalahannya dan berharap orang tersebut mematuhi atau tidak melanggar norma-norma sosial yang berlaku.<br /><br />Valensi Ganjaran Komunikator adalah keseluruhan sifat-sifat positif maupun negatif yang dimiliki oleh komunikator termasuk kemampuan komunikator dalam memberikan keuntungan/ganjaran atau kerugian kepada kita di masa datang. Status sosial, jabatan, keahlian tertentu atau penampilan fisik yang menarik dari komunikator dianggap sebagai sumber ganjaran yang potensial. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini dalam istilah Burgoon disebut High-Reward Person. Sementara kebodohan atau kejelekan rupa misalnya, dinilai sebagai yang sumber tidak potensial dalam memberikan keuntungan berkomunikasi dan mereka yang berada dalam posisi ini disebut dengan istilah Low-Reward Person. Dalam konstruk Communicator Reward Valence juga tercakup hasil dari kalkulasi atau udit mental tentang apa keuntungan atau kerugian dari suatu transaksi komunikasi dengan orang lain.<br /><br />NEV Theory mengusulkan sebagai fakta bahwa hal tersebut tidak hanya sesuatu pelanggaran perilaku nonverbal dan reaksi kepada nya. Sebagai ganti(nya), NEV Theory berargumen bahwa siapa yang melakukan berbagai hal pelanggaran masi harus dikelompokkan dalam rangka menentukan apakah suatu pelanggaran akan dilihat sebagai negatif atau positif. Tidak sama dengan model interaksi nonverbal lainnya seperti teori penimbulan pertentangan/discrepancy arousal theory ( lihat Lepoire & Burgoon, 1994), NEV Theory meramalkan bahkan suatu “pelanggaran yang ekstrim dari suatu harapan” boleh jadi dipandang secara positif jika itu dilakukan oleh komunikator yang mendapat penghargaan tinggi (Burgoon & Hale, 1988, hal.63). (Infante, 2003: 179)<br /><br />Di samping tiga konstruk pokok sebagaimana diuraikan di atas, Burgoon juga mengajukan sebelas proposisi yang menjadi landasan teoritisnya.(Burgooon, 1978: 129-142).Proposisi-proposisi ini tidak mengalami perubahan sejak penabalan teori ini pada tahun 1978. Berikut adalah kesebelas proposisi tersebut:<br /><br /> 1. Manusia memiliki dua kebutuhan yang saling berlomba untuk dipenuhi yakni kebutuhan untuk berkumpul atau bersama sama dengan orang lain dan kebutuhan untuk menyendiri (personal space). Kedua kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi secara bersamaan.<br /> 2. Hasrat untuk bergabung dengan orang lain digerakkan atau diperbesar oleh hadirnya ganjaran dalam konteks komunikasi. Ganjaran tersebut dapat bersifat biologis maupun sosial.<br /> 3. Semakin tinggi derajat suatu situasi atau seseorang dianggap menguntungkan (rewarding), semakin besar kecenderungan orang untuk mendekati seseorang atau situasi tersebut. Sebaliknya semakin tinggi sesorang atau suatu situasi dipandang tidak memberikan manfaat semakin besar kecenderungan orang untuk menghindari seseorang atau situasi tersebut.<br /> 4. Manusia memiki kemampuan untuk merasakan gradasi dalam jarak Pola interaksi manusia, termasuk ruang pribadi atau pola jarak, bersifat normatif<br /> 5. Manusia dapat mengembangkan suatu pola tingkah laku yang berbeda dari norma-norma social.<br /> 6. Dalam konteks komunikasi manapun, norma-norma adalah fungsi dari faktor (1) karakteristik orang yang berinteraksi, (2) bentuk dari interaksi itu sendiri dan (3) lingkungan sekitar saat komunikasi berlangsung<br /> 7. Manusia mengembangkan harapan-harapan tertentu pada perilaku komunikasi orang lain. Konsekuensinya tiap orang memiliki kemampuan untuk membedakan atau setidaknya memberikan tanggapan secara berbeda terhadap perilaku komunikasi orang lain yang menyimpang atau sejalan dengan norma-norma sosial.<br /> 8. Penyimpangan dari harapan-harapan yang muncul akan membangkitkan tanggapan tertentu.<br /> 9. Orang-orang yang berinterkasi membuat evaluasi terhadap orang lain.<br /> 10. Penilaian-penilaian yang dilakukan dipengaruhi oleh persepsi terhadap sumber, bila sumber dihormati atau dianggap dapat memberikan ganjaran maka pesan komunikasinya akan dianggap penting pula demikian sebaliknya. (Venus: 2004: 484)<br /><br />Proposisi pertama sebagaimana dinyatakan diatas menurut Neuliep (2000) dirujuk dari konsep-konsep dasar ilmu Antropologi, sosiologi dan Psikologi yang meyakini bahwa manusia adalah mahluk sosial yang memiliki naluri biologis untuk berdekatan atau hidup bersama orang lain. Sebaliknya manusia tidak bisa mentoleransi kedekatan fisik yang berlebihan karena manusia memiliki kebutuhan terhadap ruang pribadi dan privasi. Meski proposisi pertama ini tampaknya berlaku universal, namun kapan dan bagaimana derajat kebutuhan orang untuk menyendiri atau bersama orang lain sepenuhnya ditentukan secara kultural.<br /><br />Proposisi kedua mengindikasikan bahwa hubungan kita dengan orang lain dipicu oleh ganjaran dalam konteks komunikasi. Dalam hal ini ganjaran tersebut dapat bersifat biologis (makanan, seks, atau rasa aman) atau sosial (rasa memiliki, harga diri atau status). Kebutuhan biologis dapat dipastikan berlaku universal, namun kebutuhan sosial umumnya dipelajari dari lingkungan dan akan berbeda dari satu budaya ke budaya lain.<br /><br />Proposisi ketiga pada dasarnya menegaskan proposisi kedua dengan menambahkan bahwa manusia cenderung tertarik pada situasi yang mendatangkan ganjaran dan menghindari situsiasi komunikasi yang mengakibatkan kerugian. Proposisi ini juga tampaknya bersifat universal, namun perlu dicatat bahwa apa yang dianggap sebagai situasi yang menguntungkan atau merugikan akan dipahami secara berlainan dalam budaya yang berbeda.<br /><br />Proposisi keempat manusia memiliki kemampuan untuk merasakan berbagai bentuk perbedaan dalam penggunaan jarak berkomunikasi. Atas dasar ini tiap individu dapat mengatakan kapan sesorang berbicara terlalu dekat atau terlalu jauh dengan dirinya.<br /><br />Proposisi kelima terkait dengan penepatan perilaku nonverbal yang bersifat normatif Perilaku normatif disini diartikan sebagai perilaku yang umumnya diterima secara sosial dan memiliki pola-pola yang khas.<br /><br />Proposisi keenam menegaskan bahwa meskipun tiap-tiap individu mengikuti aturan-aturan komunikasi verbal dan nonverbal yang normatif, tiap orang juga pada prinsipnya dapat mengembangkan gaya interaksi yang bersifat personal yang khas bagi dirinya sendiri.<br /><br />Proposisi ketujuh menyatakan bahwa norma-norma komunikasi pada dasarnya merupakan fungsi dari karakteristik pelaku komunikasi (seperti jenis kelamin dan usia), karakteristik interaksi (misalnya derajat keakraban pelaku komunikasi dan status sosial masing-masing), serta karakteristik lingkungan yang meliputi seluruh aspek yang terkait dengan penataan tempat terjadinya peristiwa komunikasi.<br /><br />Proposisi kedelapan berhubungan dengan unsur kunci teori ini yaitu konsep Ekspektasi. Dalam hal ini Burgon berpendapat bahwa selama proses komunikasi berlangsung pelaku komunikasi mengembangkan harapanharapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Siapapun yang menjadi mitra komunikasi kita diharapkan dan diantisipasi berperilaku secara patut sesuai situasi yang dihadapi. Harapan-harapan nonverbal tersebut didasarkan pada norma-norma hudaya yang secara sosial berlaku pada suatu budaya tertentu. Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu boleh jadi orang berharap munculnya perilaku yang berbeda yang keluar dari normanorma yang berlaku.<br /><br />Proposisi kesembilan terkait dengan unsur kunci NEV theory lainnya yakni Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations). Sebagaimana dijelaskan di muka, ketika pengharapan nonverbal seseorang dilanggar, orang tersebut akan bereaksi dengan cara menafsirkan dan mengevaluasi apakah pelanggaran tersebut menguntungkan atau merugikan. Reaksi yang muncul dapat berupa perilaku komunikasi yang bersifat adaptif atau defensif.<br /><br />Proposisi kesepuluh berkenaan dengan penilaian-penilaian yang dibuat oleh seseorang terhadap perilaku nonverbal orang lain.<br /><br />Proposisi kesebelas memperjelas bagaimana tindakan evaluatif tersebut dibuat. Dalam hal ini ditegaskan bahwa faktor yang paling menentukan apakah suatu pelanggaran harapan nonverbal akan dinilai positif atau negatif adaiah derajat kemampuan komunikator untuk memberikan reward pada mitra komunikasinya atau dalam istilah teori ini disebut Communicator Reward Valence.<br /><br />Burgoon dan Joseph Walther ( 1990) menguji berbagai touch-behaviors, proxemics, dan postures untuk menentukan mana yang diharapkan atau tak diharapkan di dalam komunikasi antarpribadi dan bagaimana harapan dipengaruhi oleh status sumber, daya pikat, dan gender. Beberapa penemuan menunjukkan bahwa jabatan tangan paling diharapkan sedangkan lengan di bahu adalah paling sedikit diharapkan. Perawakan tegap paling diharapkan dan perawakan yang tegang paling sedikit diharapkan. (Infante, 2003: 179)<br /><br />Suatu studi dengan memanipulasikan nilai penghargaan dari komunikator dan valensi dan ekstrimitas dari perilaku pelanggaran dilakukan untuk menyelidiki interaksi antara siswa dan professor (Lannutti, Laliker,& Hall, 2001). Suatu skenario diciptakan denmgan menyertakan percakapan siswa dan professor. Suatu studi eksperimen memanipulasikan lokasi sentuhan profesor (tanpa sentuhan, sentuhan di tangan, atau paha), nilai penghargaan untuk profesor ( dari terendah, tidak suka atau dan meremehkan, atau yang tertinggi suka dan menghormati), dan jenis kelamin dari peserta (pria atau wanita). Jenis kelamin profesor juga disesuaikan sedemikian rupa sehingga selalu berlawanan jenis dengan peserta. Evaluasi tentang profesor kemudian diukur. ). (Infante, 2003: 180)<br /><br />Teori pelanggaran pengharapan nonverbal “secara parsial didukung” pada studi ini oleh karena berdasarkan evaluasi peserta wanita, profesor menjadi lebih negatif ketika keakraban dari sentuhan ditingkatkan. Semakin tak terduga sentuhan, semakin buruk profesor dan interaksi dievaluasi oleh peserta wanita ( Lannutti, Laliker,& Hall, 2001). ). (Infante, 2003: 180)<br /><br />PENERAPAN DAN KETERKAITAN TEORI<br /><br />Pada awalnya teori Burgoon ini hanya diterapkan dalam koteks pelanggaran penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi (Spatial violations), namun sejak pertengahan tahun 1980-an Burgoon menyadari bahwa perilaku penggunaan ruang dan jarak sebenarnya hanyalah bagian dari sistem isyarat nonlinguistik dalam komunikasi nonverbal. Berdasarkan pertimbangan ini kemudian Burgoon mulai menerapkan teori ini pada aspekaspek komunikasi nonverbal lainnya seperti ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan sampai pada isyarat gestural lainnya. Dengan perluasan ini maka keberlakukan dan pemanfaatan teori ini menjadi semakin luas.<br /><br />Kini teori ini telah hadir di tengah-tengah komunitas ilmuwan komunikasi selama lebih dari dua puluh tahun. Banyak diantara peminat studi komunikasi yang menerapkan teori ini dalam konteks komunikasi antarpribadi. Sayangnya menurut Neulip (2000) Penerapan teori ini dalam konteks antarpribadi pada setting komunikasi antarbudaya terasa sangat kurang sekali. Padahal teori ini merupakan salah satu terobosan untuk dapat memahami dan mengidentifikasi pola-pola perilaku komunikasi berbagai kultur/masyarakat. Dengan memahami teori ini, lanjut Neulip, kita akan lebih mengetahui faktor-faktor apa sebenarnya yang dapat melancarkan transaksi komunikasi kita dengan orang lain yang berbeda budaya.<br /><br />Dalam hat keterkaitan teoritis, dapat dikatakan setidaknya ada tiga teori yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan teori Pelanggaran Harapan Nonverbal. Keempat teori tersebut adalah Proxemics Theory , Anxiety/Uncertainty Management (AUM) Theory, dan Social Exchange Theory (SET).<br /><br />Proxemics Theory merupakan akar dari perumusan asumsi-asumsi dalam teori pelanggaran harapan nonverbal. Bertolak dari konsep penggunaan ruang dan jarak dalam proksemikalah awal perjalanan teori ini dimulai, karena itu jelas kedua teori ini tidak dapat dipisahkan.<br /><br />Dalam menjelaskan hubungan antara NEV Theory dengan Anxiety/Uncertainty Management (AUM) Theory, Ting Tomey dan Chung (Gudykunst, et-al., 1996) menegaskan bahwa kedua teori tersebut bersifat saling melengkapi. keterkaitan kedua teori tersebut terutama tampak dalam hal penggunaan konsep ekspektasi dalam proses interaksi, konsep ketidaknyamanan dalam komunikasi yang ambigu atau tindakan-tindakan mengevaluasi suatu perilaku komunikasi.<br /><br />Sementara dengan Social Exchange Theory keterkaitan teori ini dapat dilihat dalam hal penggunaan konsep ganjaran dan kerugian. Dalam hal ini kedua teori ini berpendapat bahwa orang yang dipandang dapat memberikan ganjaran lebih (High-Reward Person) akan menciptakan situasi komunikasi yang lebih favourable (nyaman). Demikian berlaku sebaliknya bagi individu dalam kategori Low-Reward Person.<br /><br />EVALUASI DAN PERKEMBANGAN TEORI<br /><br />Burgoon (Liltlejohn, 1996; Griffin,2000) secara konsisten mengembangkan teori ini sejak penabalannya pada tahun 1978. Beberapa perbaikan yang dengan mudah dapat diidentifikasi diantaranya mencakup penyederhanaan empat konstruk teori ini yang semula meliputi Harapan (Expectancies), Pelanggaran Harapan (Expectancy- Violations), dan Valensi Komunikator (Communicator Valence) dan Valensi Pelanggaran (Violation Valence) menjadi tiga yakni dengan tetap mempertahankan konstruk Harapan (Expectancies), dan Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations), serta menggabungkan Valensi Komunikator dan Valensi Pelanggaran menjadi satu konstruk Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence).<br /><br />Dalam hal keterandalan teori, James W. Neuliep (2000) menyatakan bahwa tidak sedikit temuan-temuan penelitian yang mendukung teori Pelanggaran Harapan Nonverbal ini. Penelitian yang dilakukan Lodbell tahun 1990 tentang teman dan anggota keluarga yang baru pulang dari perjalanan keluar negeri dengan membawa nilai dan perilaku yang berbeda serta survey yang dilakukan oleh Chung dan TingTomey (1994) terhadap Etnik Asian-American tentang dentitas etnik mereka dan harapan-harapan dalam berkomunikasi sejalan dengan asumsi dan proposisi-propoisi yang dinyatakan dalam teori ini. Demikian pula penelitian yang dilakukan Kernahan, Bartholow dan Battencourt (Wise, 2000) yang berjudul Effects of Category-Based Expectancy on Affect-Related Evaluation yang diterbitkan dalam Journal of Basic and Applied Social Psychology edisi 22/2000 juga mendukung keberlakuan teori Pelanggaran Harapan Nonverbal dalam konteks komunikasi antarbudaya.<br /><br />Meski banyak dukungan diberikan oleh ilmuwan komunikasi terhadap keberlakuan teori Pelanggaran Harapan Nonverbal, namun teori ini tidak terbebas dari kritikan. Salah satunya disampaikan Griffin (2000) yang menyatakan bahwa teori ini tidak sepenuhnya memperhitungkan mengenai hubungan timbal balik di antara pelaku komunikasi dalam suatu proses interaksi. Tampak jelas bahwa penilaian terhadap pelanggaran nonverbal dilakukan hanya oleh pihak yang dilanggar bukan oleh kedua belah pihak.<br /><br />Penutup<br /><br />Teori pelanggaran pengharapan terus berlanjut dengan berbagai riset; modifikasi dan revisi dari teori masih akan muncul. NEV THEORY membuat kita lebih sadar akan pengaruh dari perilaku nonverbal kita (seperti, jarak, sentuhan, kontak mata, senyum). Hal tersebut secara praktis mengingatkan bahwa jika kita terlibat dalam perilaku komunikasi nonverbal orang lain yang melanggar harapan, itu bisa membuat kita lebih bijaksana untuk merenungkan “nilai penghargaan” kita. Dan jika hal tersebut terjadi pada kita, itupun bisa membuat kita lebih bijaksana untuk memikirkan kembali perilaku kitaNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-26291415049279630212010-05-25T12:32:00.000-07:002010-05-25T12:33:16.081-07:00Expectancy Violations TheoryHubungan Ruang<br /><br />Ilmu yang mempelajari penggunaan ruang seseorang disebut sebagai proksemik. Mark Knapp dan Judith Hall (2002), menyimpulkan pengunaan ruang seseorang dapat mempengaruhi makna dan pesan.<br /><br />Burgoon (1978) mulai dari sebuah premis bahwa manusia memiliki dua kebutuhan yang saling bertarung: afiliasi dan ruang pribadi. Ruang personal (personal space), menurut Burgoon, dapat didefinisikan sebagai “sebuah ruang tidak kelihatan dan dapat berubah-ubah yang melingkupi seseorang, yang menunjukkan jarak yang dipilih untuk diambil oleh seseorang terhadap orang lain”. Burgoon dan peneliti Pelanggaran Harapan lainnya percaya bahwa manusia senantiasa memiliki keinginan untuk dekat dengan orang lain, tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu.<br /><br />Zona Proksemik<br /><br />Edward Hall mengklaim bahwa terdapat empat zona proksemik-intim, personal, social, dan public. Tiap zona digunakan untuk alasan-alasan yang berbeda. Hall juga memasukkan range dari jarak spasial dan perilaku yang sesuai untuk setiap zona.<br /><br />Jarak intim, zona spasial yang sangat dekat, mulai dari 0-18 inci contoh perilaku: sentuhan (berhubungan intim) atau mengamati bentuk wajah seseorang. Jarak personal, zona spasial yang berkisar antara 18 inci-4 kaki, digunakan untuk keluarga dan teman. Menurut Hall, perilaku dalam jarak personal termasuk bergandengan tangan hingga menjaga jarak dengan seseorang sejauh panjang lengan. Hall menyatakan bahwa dalam zona jarak personal, volume suara yang digunakan biasanya sedang, pa\nas tubuh dapt terasa dan bau napas atau bau tubuh dapat tercium. Jarak social, zona spasial yang berkisar antara 4-12 kaki, digunkan unutk hubungan-hubungan yang formal seperti hubungan dengan rekan kerja. Hall menyatakan bahwa jarak social yang terdekat biasanya digunakan di dalam latar belakang social yang kasual, contohnya pesta koktail. Jarak public, zona spasial yang berjarak 12 kaki atau8 lebih dan digunakan untuk diskusi yang sangat formal seperti antara seorang dosen dan mahasiswa di dalam kelas.<br /><br />Kewilayahan<br /><br />Kewilayahan, atau kepemilikan seseorang terhadap suatu area atau benda. Ada 3 jenis wilayah, yaitu: a. wilayah primer<br /><br />b. wilayah sekunder<br /><br />c. wilayah public<br /><br />Wilayah primer merupakan wilayah eksekutif seseorang. Contohnya, ruang kerja seseorang. Wilayah sekunder merupakan afiliasi seseorang dengan sebuah area atau benda. Contohnya, mahasiswa sering menggunakan perpustakaan padahal mereka tidak memiliki bangunan tersebut, tapi mereka seringkali menggunakan ruang yang ada di dalamnya. Wilayah public, menandai tempat-tempat terbuka untuk semua orang, contoh pantai dan taman. Hingga titik ini, harapan kita akan perilaku orang lain akan bervariasi dari jarak tertentu ke jarak lainnya.<br /><br />3 asumsi teori pelanggaran pengharapan<br /><br /> * Harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia.<br /> * Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari.<br /> * Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal.<br /><br />Harapan dapat diartikan sebagai pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain. Judee Burgoon dan Jerold Hale menyatakan ada dua jenis harapan: prainteraksional dan interaksional. Harapan prainteraksional mencakup jenis pengetahuan dan keahlian interaksional yang dimiliki oleh komunikator sebelum ia memasuki sebuah percakapan. Harapan interaksional merujuk pada kemampuan seseorang untuk menjalankan interaksi itu sendiri.<br /><br />Valensi Penghargaan Komunikator<br /><br />Burgoon, Deborah Coker dan Ray Coker melihat bahwa tidak semua pelanggaran atas perilaku yang diharapkan menimbulkan persepsi negatif. Para peneliti ini menyatakan hal sebagai berikut: ”Dalam kasus-kasus di mana perilaku bersifat ambigu atau menimbulkan banyak interpretasi, tindakan yang dilakukan oleh komunikator dengan tingkat penghargaan tinggi dapat menimbulkan makna positif, sementara tindakan sama yang dilakukan oleh komunikator dengan tingkat penghargaan rendah dapat menimbulkan makna negatif”.<br /><br />Burgoon berpikir bahwa orang memiliki potensi baik untuk memberikan penghargaan maupun memberikan hukuman dalam percakapan dan berpendapat bahwa orang membawa baik karakteristik positif dan negatif dalam sebuah interaksi. Ia menyebut hal ini sebagai valensi penghargaan komunikator.<br /><br />Ransangan<br /><br />Burgoon awalnya merasa bahwa penyimpangan harapan memiliki konsekuensi. Penyimpangan atau pelanggaran ini, memiliki apa yang disebut sebagai ”nilai rangsangan”. Maksudnya, ketika harapan seseorang dilanggar, minat atau perhatian orang tersebut akan dirangsang, sehingga ia akan menggunakan mekanisme tertentu untuk menghadapi pelanggaran yang terjadi. Ketika rangsangan terjadi minat atau perhatian seseorang terhadap penyimpangan akan meningkat dan perhatian terhadap pesan akan berkurang. Sementara perhatian pada sumber rangsangan akan meningkat. Burgoon dan Hale kemudian menyebut hal ini ”kesiagaan mental” atau ”respon yang berorientasi” dimana perhatian dialihkan pada sumber penyimpangan.<br /><br />Seseorang dapat terangsang secara kognitif maupun fisik. Rangsangan kognitif adalah kesiagaan atau orientasi terhadap pelanggaran. Ketika kita terangsang secara kognitif, indra inisiatif kita meningkat. Rangsangan fisik (phisical arousal) mencakup pelaku – pelaku yang digunakan komunikator dalam sebuah interaksi seperti keluar dari jarak pembicaraan yang membuat tidak nyaman, menyesuaikan pandangan selama interaksi berlangsung dan seterusnya.<br /><br />Batas Ancaman<br /><br />Begitu ransangan timbul, ancaman akan muncul. Konsep penting yang ketiga dalam EVT adalah batas ancaman yang oleh Burgoon di definisikan sebagai ”jarak di mana orang yang berinteraksi mengalami ketidaknyamanan fisik dan fisiologis dengan kehadiran orang lain” dengan kata lain, batas ancaman adalah toleransi bagi pelanggar jarak.<br /><br />Valensi Pelanggaran<br /><br />Valensi pelanggaran merajuk pada penilaian positf dan negatif dari sebuah perilaku yang tidak terduga. Valensi pelanggaran berbeda dengan valensi penghargaan komunikator. Ketika kita menilai seberapa bernilai seseorang atau komunikator kepada kita, kita menggunakan valensi penghargaan komunikator. Valensi pelanggaran sebaliknya berfokus pada penyimpangan itu sendiri.<br /><br />Teori pelanggaran harapan adalah satu dari sedikit teori yang secara fokus pada apa yang diharapkan orangdan reaksi mereka kepada orang lain dalam sebuah percakapan. Asumsi dan konsep intinya menunjukkan pentingnya pesan-pesan non-verbal dan pemprosesan informasi. EVT juga meningkatkan pemahaman kita akan bagaimana harapan mempengaruhi jarak dalam percakapan teori ini menemukan apa yang akan terjadi di dalam benak para komunikator dan bagaimana komunikator memonitor perilaku non-verbal dalam pecakapan mereka. Dari beberapa kriteria untuk mengevaluasi teori, tiga di antarannya sangat relevan untuk dibahas ruang lingkup, kemungkinan pengujian dan kegunaanNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-41657070709096095062010-05-25T11:46:00.001-07:002010-05-25T11:46:51.946-07:00COORDINATED MANAGEMENT OF MEANINGCOORDINATED MANAGEMENT OF MEANING<br />(PUBLIC RELATION)<br /><br />Manajemen Makna Terkoordinasi –<br />Coordinated Management of Meaning<br />W.Barnett Pearce<br />Dalam percakapan dan selalu membuat pesan-pesan yang kirim dan terima, orang saling menciptakan makna. Saat kita menciptakan dunia sosial kita, kita menggunakan berbagai atuan untuk mengonstruksi dan mengkoordinasikan makna. Maksunya, aturan-aturan membimbing komunikasi yang terjadi di antara orang-orang. CMM berfokus pada relasi antara individu-individu dengan masyarakatnya, melalui sebuah struktur hierakis, orang-orang mengorgnisasikan makna dari beratus-ratus pesan yang diterimanya dalam sehari.<br />CM Mberfokus pada diri dan hubungannya dnegan orang lain, serta mengkaji bagaimana seorang individu memberikan makna pada sebuah pesan. Teori ini penting karena berfokus pada hubungan antara individu dengan masyarakatnya (Philipsen,1995). Teori ini didasarkan pada konsep-konsep komunikasi, realitas sosial, dan makna.<br />Asumsi :<br />1. Manusia hidup dalam komunikasi<br />Penjelasan: pentingnya komunikasi, yaitu manusia hidup dalam komunikasi. Sekilas, premis ini memberikan pernyataan yang sedikit aneh mengenai komunikasi; faktanya bahwa manusia mendiami proses komunikasi. Akan tetapi,Pearce (1989) berpendapat bahwa”komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi lebih penting bagi manusia dari yang seharusnya(hal 3). Maksudnya kita hidup dalam komunikasi. Para teoretikus CMM mengajukan suatu orientasi yang sama sekali bertolak belakang; mereka berpendapat bahwa situasi sosial diciptakan melalui interaksi. Oleh karena individu-individu menciptakan realitas percakapan mereka, setiap interaksi memiliki potensi untuk menjadi unik. Pandangan ini mengharuskan para pendukung teori ini untuk mengesampingkan pandangan mereka yang telah ada mengenai bagaimana menjadi seorang komunikatir.<br />2. Manusia saling menciptakan realitas sosial<br />Penjelasan: kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas sosial mereka dalam percakapan disebut sebagai konstruksionisme sosial(social construction). Realitas sosial(social reality) adalah keyakinan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai atau tepat dalam sebuah interaksi sosial.<br />3. Transaksi informasi tergantung kepada makna pribadi dan interpesonal<br />Penjelasan: makna pribadi adalah sebagai makna yang dicapai ketika seseorang berinterkasi dengan yang lain sambil membawa pengalamannya yang unik ke dalam interaksi. Makna pribadi membantu orang-orang dalam penemuan, maksdunya, hal ini tidak hanya membuat kita mampu menemukan informasi tentang diri kita sendiri, melainkan juga membantu kita dalam penemuan kita mengenai orang lain. Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain, mereka dikatakan telah mencapai makna interpersonal(interpersonal meaning). Makna pribadi dan interpersonal didapatkan dalam percakapan, sering kali tanpa dipikirkan sebelumnya.<br />1. Isi/Content<br />Penjelasan: merupakan langkah awal di mana data mentah dikonversikan menjadi makna. “aku mencintai kamu”menyiratkan informasi mengenai reaksi A ke B<br />2. Tindak Tutur/Speech Act<br />Penjelasan: dalam mendiskusikan level makna yang kedua ini, Pearce(1994) mendeskripsikan tindak tutur(speech act) sebagai”tindakan-tindakan yang kita lakukan dengan cara berbicara, misalnya:bertanya, memberikan pujian, atau mengancam). Tindak tutur bukanlah benda; tindak tutur adalah konfigurasi dari logika makna dan tindakan dari percakapan, dan konfigurasi ini diabngun bersama. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa dua orang saling menciptakan makna dari tindak tutur. “ Aku mencintai kamu” fase ini menyampaikan lebih dari sekadar sebuah pernyataan<br />3. Episode<br />Penjelasan: untuk menginterpretasikan tindak tutur, Pearce dan Cronen(1980) membahas episode atau rutinitas komunikasi yang dimiliki awal, pertengahn, dan akhir yang jelas. Dapat dikatakan bahwa episode mendeskripsikan konteks di mana orang bertindak. Pada level ini, kita mulai melihat pengaruh dari konteks terhadap makna. Dalam percakapan yang koheren dibutuhkan sutau tingkat penadaan(punctuation) yang terkoordinasi. Pearce(1976) berpendapat bahwa episode merupakan hal yang tidak pasti karen para aktor dalam situasi sosial sering kali mendapati diri mereka berada dalam episode-episode yang benar-benar beragam. Ia juga melihat bahwa episode-episode sebenarnya didasarkan oleh budaya, dimana orang-orang membawa harapan, yang dipengaruhi oleh kebudayaan mereka, akan bagaimana suatu episode harus dilaksanakan.<br />4. Hubungan-Relationship (Kontrak-Contract)<br />Penjelasan: dimana dua orang menyadari potensi dan batasan mereka sebagai mitra dalam sebuah hubungan. Hubungan dapat dikatakan seperti kontrak, dimana terdapat tuntunan dalam berprilaku. Para teoretikus menggunakan istilah keterlibatan(enmeshment) untuk menggambarkan batasan dimana orang mengidentifikasi dirinya sebagai bagaian dari suatu sistem.<br />5. Naskah Kehidupan-Life Scripts (Autobiografi)<br />Penjelasan: kelompok-kelompok episode masa lalu atau masa kini yang menciptakan suatu sistem makna yang dapat dikelola bersama dengan ornag lain.<br />6. Pola Budaya/Culture Patterns<br />Penjelasan: Pearce dan Cronen(1980) menyataka bahwa manusia mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dalam kebudayaan tertentu.<br />Koordinasi<br />Dipengaruhi beberapa hal :<br />1. Moralitas, koordinasi mengharuskan individu untuk menganggap tindakan moral lebih tinggi sebagai suatu hal yang penting(Pearce 1989). Moralitas sebagai penghargaan, martabat, dan karakter. Moralitas terdiri dari etika karena etika merupakan bagian yang instrinsik dalam setiap akur percakapan.<br />2. Sumber daya yang pada seseorang(resources), mereka merujuk pada”cerita, gambar, simbol, dan institusi yang digunakan orang untuk memaknai dunia mereka”(pearce, 1989,hal.23) Sumber daya juga termasuk persepsi, kenangan, dan konsep yang membantu orang mencapai koherensi dalam realitas sosial mereka.<br />Aturan<br />Teoretikus CMM berpendapat bahwa penggunaan aturan dalam percakapan lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan aturan; hal ini membutuhkan”kemampuan fleksibel yang tidak dapat disederhanakan menjadi sebuah tehnik belaka”(cronen. 1995b, hal 224). Oleh karena itu aturan lebih sekedar dari tuntunan prilaku. Para partispan harus memahami realitas sosial dan kemudian mengintegrasikan aturan ketika mereka memutuskan bagaimana harus bertindak dalam situasi tertentu.<br /><br />Pearce dan Cronen (1980) mendiskusikan dua tipe aturan:<br />1. Aturan konstitutif(constitutif rules) merujuk pada bagaimana perilaku harus diinterpretasikan dalam suatu konteks. Dengan kata lain,aturan konstitusif memberitahukan kepada kita apa makna dari perilaku tertentu, tetapi tidak memberikan tuntutan kepada orang untuk berprilaku. Contoh: aku mencintaimu,,untuk siapa???teman,pacar, keluarga(memiliki implikasi yang berbeda).<br />2. Aturan regulatif (regulative rules) merujuk pada urutan tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dan menyampaikan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam sebuah percakapan. Misalnya ada aturan regulatif dalam bertemu dengan rekan kerja yang baru, biasanya anda akan memperkenalkan diri anda, memberi selamat datang pada rekan baru anda.<br />Jika pasangan ini terus berseteru, maka mereka akan terlibat di dalam hal yang disebut oleh Cronen, Pearce dan linda Snavely (1979) sebagai pola berulang yang tidak diinginkan. Pola yang tidak diinginkan(unwanted repetitive patterns-URP) adalah episode konflik yang berurutan dan terjadi berulang kali yang sering kali tidak diinginkan terjadi oleh individu yang terlibat dalam konflik.<br />Kunci utama dari CMM adalah aturan. Khususnya konstitutif dan regulatif merupakan kompenen teori.<br />Rangkaian(LOOP)<br />Hieraki makna yang ditampilkan sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa level yang rendah dapat merefleksikan ulang dan mempengaruhi makna dari level-level yang lebih tinggi. Pearce dan Cronen(1980) menyebut proses refkleksi ini sebagai rangkaian(loop). Ketika rangkaian berjalan dengan konsisten melalui tingkatan-tingkatan yang ada dalam hierarki, disebut rangkaian seimbang(charmed loop). Rangkaian seimbang terjadi ketika satu bagian dari hierarki mendukung lebel yang lain. Selain itu, penetepan makna yang ada bersifat konsisten dan disepakati disepanjang rangkaian. Pada saat tertentu, beberapa episode dapat menjadi tidak konsisten dengan level-level yang lebih tinggi di dalam hieraki yang ada. Rangkaian ini disebut rangkaian tidak seimbang(strange loop). Rangkaian ini muncuk karena adanya komunikasi intarpersonal yang terjadi pada saat individu-individu sedang sibuk dengan dialog internal mereka mengenai sikap mereka yang merusak diri sendiri.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-38396313403758214352010-05-25T11:45:00.000-07:002010-05-25T11:46:03.904-07:00TEORI INTERAKSI SIMBOLIK(PUBLIC RELATION)<br /><br />Teori Interaksi Simbolik /Symbolic Interaction<br />George Herbert Mead (1969)<br />Orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada orang , benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.<br />Intetalsi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini dan dalam prosesnya, dijelaskan pula kerangka asumsi teori ni.<br />Raph LaRossa dan Donald C.Reitzes(1993) telah memperlajari teori Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan keluarga. Mengatakan bahwa 7 asumsi mendasari SI dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkkan 3 tema besar :<br />Tema :<br />1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia<br />Penjelasan: Teori SI berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat interinsik terhadap apa pun. Dibutuhkan konstruksi interpretif di antara ornag-orang untuk menciptakan makna. Bahkan, tujuan dari interaksi, menurut SI adalah untuk menciptkan makna yang sama. Hal ini penting karena tanpanya makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin.<br />Tema ini memiliki 3 asumsi tamhan:<br />a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan mkana yang diberikan orang lain pada mereka<br />b. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia<br />c. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif<br />2. Pentingnya konsep diri<br />Penjelasan: seperangkat persepsi yang relatif stabil yang dipercayai orang untuk mengenal dirinya sendiri.<br />Tema ini memiliki 2 asumsi tambahan yaitu:<br />a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interkasi dengan orang lain<br />b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berprilaku<br />3. Hubungan antara individu dan masyarakat<br />Penjelasan: tema ni berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan batasan sosial. Mead dan Blummer mengambil posisi di tengah untuk pertanyaan ini. Mereka mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial.<br />Tema ini memiliki 2 asumsi tambahan yaitu:<br />a. Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial<br />b. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial<br /><br />Asumsi :<br />a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan mkana yang diberikan orang lain pada mereka<br />Penjelasan: prilaku sebagai suatu rangkai pemikiran dan prilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon yang berkaitan dengan rangsangan tersebut. SI tertarik mencari makna dengan mempelajari penjelasan psikologis dan sosiologis mengenai prilaku. Jadi ketika seorang peneliti SI melakukan kajian mengenai prilaku dari Roger Thomas(dari cerita awal kita), mereka melihatnya mebuat makna yang sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuknya dirinya. Makan yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna terteentu pada simbol tertentu.<br />b. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia<br />Penjelasan: Mead menekankan dasar intersubjektif dari makna. Makna dapat ada, menurut mead, hanya ketika orang-orang memiliki interpretasi sama mengenai simbol yang mereka pertukarkan dalam interaksi. Blummer(1969) menjelaskan bahawa terdapat tiga cara untuk menjelaskan asal sebuah makna.<br />• pendekatan mengatakan bahwa makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik dari sutau benda. Blummer mengatakan”jadi, sebuah bangku jelas-jelas merupakan bangku di dalam dirinya..maknyanya memancar, dapat dikatakan demikian, dari benda tersebut dan sepertinya tidak ada proses yang terlibat dalam pembentukannya; yang penting adalah untuk mengenali makna yang sudah ada dalam benda tersebut.<br />• Pendekatan kedua terhadap asal-usul makna melihat makna itu”dibawa kepada benda oleh seseorang bagi siapa benda itu bermakna”( Blummer, 1969, hal.4). Posisi ini mendukung pemikiran yang terkenal bahwa makna terdapat didalam orang, bukan didalam benda. Dalam sudut pandang ini, makna dijelaskan dengan mengisolasi elemen-elemen psikologis di dalam seseorang individu yang menghasilkan makna<br />• SI mengambil pendekatan ketiga terhadap makna, melihat makna dengan sesuatu yang terjadi diantara orang-orang. Makna adalah”produk sosial” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan melalui pendefinisian aktivitas manusia ketika mereka berinteraksi”(blummer, 1969, hal.5)<br />c. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif<br />Penjelasan: Blummer menyatakan bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah:<br />• Pertama, pelaku menentukan benda-benda yang mempunyai makna. Blummer beragumen bahwa bagian dari proses ini berbeda dari pendekatan psikologis dan terdiri dari atas orang yang terlibat didalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Jadi ketika rogers bersiap-siap untuk berkerja di pagi hari, dia berkomunikasi dengan dirinya sendiri mengenai bagian-bagian yang bermakna bagi dirinya.<br />• Langkah kedua melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan tarnsformasi makna di dalam konteks dimana mereka berada(C0-budaya yang serupa).<br />d. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interkasi dengan orang lain<br />Penjelasan: asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri(sense of self) tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak terlahir dengan konsep diri; mereka belajar tentang dirinya sendiri sebagai individu. Alicia cast(2003)mempelajari penggunaan kekuasaan pada pasangan yang sudah menikah, dan hasil yang dia dapatkan mendukung asumsi SI ini, ia menyatakan bahwa konteks sosial dan interaksi adalah suatu yang penting ketika menyelidiki tentang diri.<br />e. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berprilaku<br />Penjelasan: pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri menpengaruhi prilaku adalah sebuah prinsip pada SI. Mead berpendapat bahawa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinterkasi dengan dirinya sendiri. Penting juga untuk diingat bahwa Mead melihat diri sebagai proses, bukan struktur. Memiliki diri memaksa orang untuk mengontruksi tindakan dan responnya, daripada sekadar mengekspresikannya. Misalnya, jika anda merasa yakin kemampuan dalam pelajaran teori komunikasi, maka akan sangat mungkin bahwa anda akan berhasil dengan baik dalam pelajaran itu. Bahkan, akan sangat mungkin pula bahwa anda akan merasa percaya diri di dalam semua mata kuliah lainnya. Proses ini sering kali dikatakan sebagai prediksi pemenuhan diri (self-fulfilling prophecy), atau pengharapan akan diri yang menyebabkan seseorang untuk berprilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud.<br />f. Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial<br />Penjelasan: asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi prilaku individu<br />g. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial<br />Penjelasan: asumsi ini menegahi posisi yang diambil oleh asumsi SI sebelumnya. SI mempertanyakan padangan bahawa struktur sosial tidak berubah serta mengakui bawa individu dapat memodifikasi situasi sosial. Contohnya, mengenai “Jumat Kasual”, ketika karyawan memakai pakaian yang lebih kasual dibandingkan dengan pakaian kantor yang telah disepakati secara sosial. Dengan demikian, para partisipan dalam berinteraksi memodifikasikan struktur dan tidak secara penuh dibatasi o0leh hal tersebut. Dengan kata lain, teoretikus SI percaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan.<br />Konsep Penting (Mind-Self-Society)<br />Pikiran<br />Mead mendefinisikan pikiran(mind) sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dan Mead percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi dengan orang lain. Bayi tidak dapat benar-benar berinteraksi dengan orang lainnya sampai ia mempelajari bahasa(language), atau sebuah sistem simbol verbal dan nonverbal yang diatur dalam pola-pola untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaan dan dimiliki bersama. Bahasa tergantung pada apa yang disebut oleh Mead sebagai simbol signifikan(significan symbol), atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama bagi banyak banyak orang. Ketika ia mulai mempelajari bahasa, bayi tersebut melakukan pertukaran makan atau simbol-simbol signifikan dan dapat mengantisipasi respon orang lain terhadap simbol-simbol yang dia gunakan. Hal ini menurut Mead, adalah bagaimana suatu kesadaran berkembang.<br />Dengan menggunakan bahasa dan berinteraksi dengan orang lain, kita mengembangkan apa yang dikatakan oleh Mead sebagai pikiran, dan ini membuat kita mampu menciptakan setting interior bagi masyarakat yang kita lihat beroperasi di luar diri kita. Jadi, pikiran dapat digambarkan sebagai cara menginternalisasi masyarakat. Akan tetapi, pikiran tidak haynya tergantung pada masyarakat. Mead menyatakan bahwa keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Pikiran merefleksikan dan menciptakan dunia sosial. Ketika seseorang mempelajari bahasa, ia belajar berbagai norma sosial dan aturan budaya yang mengikatnya. Selain itu, ia juga mempelajari cra-cara untuk membentuk dan mengubah dunia sosial itu melalui interaksi.<br />Terkait erat dengan konsep pikiran adalah pemikiran(thought), yang dinyatakan oleh Mead sebagai percakapan di dalam diri sendiri. Mead berpegang bahwa tanpa rangsangan sosial dan interaksi dengan orang lain, orang tidak akan mampu mengadakan pembicaraan dalma dirinya sendiri atau mempertahankan pemikirannya. sebnuah<br />Menurut Mead, salah satu aktivitas penting yang diselesaikan orang melalui pemikiran adalah pengambilan peran (role taking), atau kemampuan untuk secara simbolik menempatkan dirinya sendiri dalam diri khayalan dari orang lain. Proses ini juga disebut pengambilan perspektif karena kondisi ini mensyaratkan bahwa seseorang menghentikan perspektifnya sendiri terhadap sebuah pengalaman dan sebaliknya membayangkannya dari perspektif orang lain. Mead menyatakan bahwa pengambilan peran adalah sebuah tindakan simbolis yang dapat membantu menjelaskna perasaan kita mengenai diri dan juga memungkinkan kita untuk mengembangkan kapasitas untuk berempati dengan orang lain.<br />Diri<br />Mead mendefinisikan diri(self) sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Dari sini anda dapat melihat bahwa Mead tidak percaya bahwa diri berasal dari intropeksi atau dari pemikiran sendiri yang sederhana. Bagi Mead, diri berkembang dari sebuah jenis pengambilan peran yang khusus-maksudnya, membayangkan bagaimana kita dilihat oleh ornag lain. Meminjam konsep yang berasal dari seseorang sosiologis Charles Cooley pada tahun 1912, Mead menyebut hal tersebut sebagai cermin diri (looking-glass-self), atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam pantulan dari pandangan orang lain.<br />Cooley (1972) meyakini 3 prinsip pengembangan yang dihubungkan dnegan cermin diri:<br />1. Kita membayangkan bagaimana kita terlihat di mata orang lain<br />2. Kita membayangkan penilaian mereka mengenai penampilan kita<br />3. Kita merasa tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi ini<br />Pemikiran Mead mengenai cermin diri mengimplikasikan kekuasaan yang dimiliki oleh label terhadap konsep diri dan prilaku. Kekuasaan ini menggambarkan tipe kedua dari prediksi pemenuhan diri. tipe kedua dari prediksi pemenuhan diri yang dihasilkan oleh pemberian sebuah label yang dinamakan efek Pygmalion (Pygmlaion effect), dan hal ini merujuk pada harapan-harapan orang lain yang mengatur tindakan seseorang.<br />Ketika Mead berteori mengenai diri, ia mengamati bahwa melalui bahasa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan obejk bagi dirinya sendiri. Sebagi subjek, kita bertindak, dan sebagai obejk, kita mengamati diri kita sendiri bertindak. Mead menyebut subjek, atau diri yang bertindak, sebagia I dan objek, atau diri yang mengamati, adalah Me. I bersifat spontan, impulsif, dan kreatif, sedangkan Me lebih reflektif dan peka secara sosial. I mungkin berkeinginan untuk pergi keluar dan berpesta, sementara Me mungkin lebih berhati-hati dan meyadari adanya pekerjaa rumah yang harus diselesaikan. Mead melihat diri sebuah proses yang mengintegrasikan antara I dan Me.<br />Masyarakat<br />Mead berargumen bahwa interaksi mengambil tempat di dalam sebuah struktur sosial yang dinamis-budaya, masyarakat, dan sebagainya. Individu-individu lahir dalam konteks sosial yang sudah ada. Mead mendefinisikan masyarakat(society) sebagai jejaring hubunagn sosial yang diciptakan oleh manusia. Individu-individu terlibat di dalam masyarakat keterhubungan yang mereka pilih secara aktif dan sukarela. Jadi masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu. Masyarakat ada seblum individu tetapi juga diciptakan dan dibentuk oleh individu, dengan melakukan sejaln dengan orang lainnya(Forte, 2004).<br />Masyarakat, karenanya terdiri dari individu-individu, dan Mead berbicara mengenai dua bagian penting masyarakat yang mempengaruhi pikiran dan diri. Pemikiran Mead mengenai orang lain secara khusus (particular others) merujuk pada individu-individu dalam masyarakat yang signifikan bagi kita.<br />Orang lain secara umum (generalized other) merujuk pada cara pandang dari sebuah kelompok sosial atau budaya sebagai suatu keseluruhan. Hal ini diberikan oleh masyarakat kepada kita, dan ‘sikap dari orang lain secara umum adalah sikap dari keseluruhan komuniktas’(Mead, 1934,hal 154). Orang lain secara umum memberikan menyediakan informasi mengenai peranan, aturan, dan sikap yang dimiliki bersama oleh komunitas. Orang lain secara umum juga memberikan kita perasaan mengenai bagaimana orang lain bereaksi kepada kita dan harapan sosial secara umum.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-73107122248468199822010-05-25T11:44:00.000-07:002010-05-25T11:45:04.668-07:00TEORI MANAJEMEN MAKNA TERKOORDINASITEORI MANAJEMEN MAKNA TERKOORDINASI<br /><br /><br />Manajemen Makna Terkoordinasi menggambarkan manusia sebagai aktor yang berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimakna. Perace dan Cronen menggunakan metafora “teater tanpa sutradara”, mereka yakin bahwa di dalam kehidupan sebagaimana teater, terdapat aktor-aktor yang mengikuti semacam perilaku dramatis dan aktor lainnya menghasilkan “kekacauan yang memiliki titik-titik pertalian yang terpisah”.<br />Asumsi-Asumsi Manajemen Makna Terkoordinasi<br />Manusia hidup dalam komunikasi<br /><br />Seperti pendapat Pearce (1989), bahwa komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi penting bagi manusia dari yang seharusnya. Maksudnya manusia hidup dalam komunikasi. Hal ini merupakan sebuah pertentangan dari teori komunikasi konvensional yang beranggapan bahwa komunikasi selalu bersifat linier. Tetapi para teoritikus CMM menilai bahwa setiap situasi sosial diciptakan melalui interaksi. Ini berarti bahwa dalam asumsi ini, terdapat suatu proses komunikasi yang terjadi dalam interaksi individu dengan yang lain.<br />Manusia saling menciptakan realitas sosial<br /><br />Kepercayaan orang-orang dalam menciptakan realitas sosial dalam percakapan disebut sebagai konstruksionisme sosial. Realitas sosial merujuk pada pandangan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai dengan interaksi interpersonalnya. Beberapa orang yang sudah saling mengenal pun akan berbeda interpretasi jika mereka jarang bertemu. Hal ini banyak menimbulkan realitas sosial baru yang mungkin menjadi realitas bersama yang akan mereka pahami di masa yang akan datang.<br />Transaksi informasi bergantung kepada makna pribadi dan interpersonal<br /><br />Pada asumsi ini teori manajemen makna terkoordinasi berhubungan dengan cara seseorang mengendalikan percakapan atau interaksi dengan orang lain. Terdapat makna pribadi dalam setiap interaksi seseorang. Makna pribadi dan interpersonal sering kali didapat secara tidak sengaja dalam percakapan. Dalam percakapan makna interpersonal harus sering dikedepankan, sehingga pemahaman ruang lingkup pribadi lebih dapat diminimalisir dengan adanya penggunaan standar yang dimengerti bersama.<br /><br />Hierarki Makna yang Terorganisir<br /><br />Hierarki dalam teori ini digambarkan seperti piramida terbalik, dimana di dalam piramida tersebut terdapat asumsi-asumsi:<br />Isi<br /><br />Merupakan langkah awal dimana data mentah dikonversikan menjadi makna<br />Tindak tutur<br /><br />Tindakan-tindakan yang dilakukan individu dengan cara berbicara dengan orang lain.<br />Episode<br /><br />Merupakan rutinitas komunikasi yang memiliki awal, pertengahan dan akhir yang jelas. Dalam level ini, kita mulai mendeskripsikan konteks dimana orang bertindak dan mulai melihat pengaruh dari konteks terhadap makna.<br />Hubungan<br /><br />Dimana dua orang menyadari potensi dan betasan mereka sebagai mitra dalam sebuah hubungan.<br />Naskah kehidupan<br /><br />Diartikan sebagai kelompok-kelompok episode masa lalu dan masa kini. Maksudnya kita dapat menjadi seperti apa yang kita rasakan dikarenakan naskah kehidupan kita yang pernah kita jalani.<br />Pola budaya<br /><br />Manusia mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dalam kebudayaan tertentu. Setiap individu pasti berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-31360530881502146912010-05-25T11:40:00.000-07:002010-05-25T11:43:55.311-07:00TEORI-TEORI PERCAKAPAN DAN INTERAKSIKomunikasi adalah suatu proses tansaksional yang mana tindakan seorang individu memiliki jarak yang lebar yang berpengaruh pada tindakan orang lain. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan adanya empat teori yang tampak pada diri manusia yang memiliki sikap saling mempengaruhi satu sama lain dalam percakapan dan interaksi, yaitu Teori Manajemen Makna Terkoordinasi, Teori Akomodasi Komunikasi, Teori Pelanggaran Harapan, dan Teori Adaptasi Interaksi. <br />Teori Keterampilan Berbicara<br />Teori keterampilan berbicara bersumber pada bagian yang besar dari perkembangan bahasa dan filosofi. Secara jelas sebuah pragmatis teori bahasa digunakan pada percobaan untuk mengkodekan aturan permainan bahasa yang bervariasi terhadap orang-orang yang berinteraksi. Akan tetapi, teori keterampilan berbicara tidak semuanya tidak berhubungan dengan semantik, sintatis, dan sistem bahasa formal lainnya dan filosofi terhadap teori yang masih diuji untuk mengkodekan sebuah sistem bagaimana interaksi dapat menggunakan bahasa untuk menyempurnakan tujuan komunikasi.<br /> Kehidupan modern dipenuhi dengan kesempatan-kesempatan untuk berbicara di depan orang lain. Mempelajari public speaking (berbicara di depan publik) sangat penting pengaruhnya bagi kita, hal ini menjadi kegiatan yang ditakuti, beberapa jajak pendapat menyatakan bahwa orang lebih takut terhadap public speaking dibandingkan kematian.<br /><br /> Salah satu filusuf dalam kegiatan public speaking atau retorika yang terkenal pada jaman Romawi kuno ialah Aristoteles. Aristoteles biasanya dikenal sebagai orang yang memberikan penjelasan mengenai dinamika public speaking. Dengan kata lain, Aristoteles orang pertama yang memberikan langkah-langkah dalam Public speaking<br />Untuk memahami kekuatan di balik kata-kata Aristoteles, sangat penting bagi kita untuk pertama-tama memahami sifat dasar dari retorika. Dengan demikian, kita dapat menjabarkan kefasihan yang sederhana dari teori retoris. <br /> Teori Retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya, seorang pembicara yang tertarik untuk membujuk khalayaknya harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika (logos), emosi (pathos), dan etika/kredibilitas (ethos). Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang efektif, dan silogisme retoris, yang mendorong khalayak untuk menemukan sendiri potongan-potongan yang hilang dari suatu pidato, digunakan dalam persuasi.<br /> Aristoteles merasa bahwa khalayak sangat penting bagi efektivitas seorang pembicara. Ia menyatakan, ”dari tiga elemen dalam penyusunan pidato-pembicara, subjek, dan orang yang dituju-yang terakhirlah, para pendengar, yang menentukan akhir dan tujuan dari suatu pidato (Roberts, 1984). Membahas lebih lanjut mengenai pemikiran ini (Lord, 1994) mengamati bahwa khalayak tidak selalu terbuka untuk menerima argumen yang rasional.<br /><br /> Para ilmuwan komunikasi telah mempelajari Retorika dan maknanya selama bertahun-tahun dan telah berusaha menguraikan beberapa pernyataan Aristoteles. Konsep pidato terletak pada fondasi sebuah pragmatis dan bahasa biasa yang mendekat ke arah ilmu bahasa. Singkatnya, teori pidato mengusulkan kalau kami mengatakan sesuatu kita tidak hanya menyambung-nyambungkan kata atau malah melambangkan suatu arti. Sepertinya, kita sedang melakukan tindakan dengan kata. Ini terpusat pada tindakan tersirat yang sangat memberi label konsep (berpidato).NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-16186526138565955902010-05-25T11:38:00.000-07:002010-05-25T11:39:32.034-07:00STUDI ANALISIS WACANA KRITISANALISIS WACANA KRITIS Analisis wacana yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subyek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis dengan mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat di ketahui. Jadi, wacana dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subyek dan berbagai tindakan representasi. Dalam studi analisis wacana (discourse analysis), pengungkapan seperti itu dimaksudkan dalam kategori analisis wacana kritis (critical discourse analysis-CDA). Pemahaman dasar CDA adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai obyek studi bahasa. Bahasa tentu digunakan untuk menganalisis teks. Bahasa tidak dipandang dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dalam analisis wacana kritis selain pada teks juga pada konteks bahasa sebagai alat yang dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk praktik ideologi. Analisis Wacana Kritis (CDA) melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam CDA dipandang menyebabkan hubungan dialektis antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, istitusi, dan struktur sosial. Konsep ini di pertegas oleh Fairclough dan Wodak yang melihat praktik wacana bias jadi menampilkan efek ideologis artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial. Lebih lanjut, Fairclough dan Wodak berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing. Berikut disajikan karakteristik penting dari analisis kritis menurut mereka11 above: 1). Tindakan. Wacana dapat dipahami sebagai tindakan (actions) yaitu mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Sesorang berbicara, menulis, menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Wacana dalam prinsip ini, dipandang sebagai sesuatu yang betujuan apakah untuk mendebat, mempengaruhi, membujuk, menyangga, bereaksi dan sebagainya. Selain itu wacana dipahami sebagai sesuatu yang di ekspresikan secara sadar, terkontrol bukan sesuatu di luar kendali atau diekspresikan secara sadar. 2). Konteks. Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana dipandang diproduksi dan di mengerti dan di analisis dalam konteks tertentu. Guy Cook menjelaskan bahwa analisis wacana memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; kahalayaknya, situasi apa, melalui medium apa, bagaimana, perbedaan tipe dan perkembangan komunikasi dan hubungan masing-masing pihak. Tiga hal sentaralnya adalah teks (semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak dilembar kertas, tetapi semua jenis ekspresi komunikasi). Konteks (memasukan semua jenis situasi dan hal yang berada dilar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, situsai dimana teks itu diproduksi serta fungsi yang dimaksudkan). Wacana dimaknai sebagai konteks dan teks secara bersama. Titik perhatianya adalah analisis wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi. 3). Historis, menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks. 4). Kekuasaan. Analisis wacana kritis mempertimbangkan elemen kekuasaan. Wacana dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun tidak di pandang sebagai sesuatu yang alamiah wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang dimaksudkan adalah salah satu kunci hubungan anatara wacana dan masyarakat. Ideologi adalah salah satu konsep sentral dalam analisis wacana kritis karena setiap bentuk teks, percakapan dan sebaginya adalah paraktik ideologi atau pancaran ideologi tertentu. Wacana bagi ideologi adalah meduim melalui mana kelompok dominan mempersuasai dan mengkomunikasikan kepada khalayak kekuasaan yang mereka miliki sehingga absah dan benar.Semua karakteristik penting dari analsis wacana kritis tentunya membutuhkan pola pendekatan analisis. Hal ini diperlukan untuk memberi penjelasan bagaimana wacana di kembangkan maupun mempengaruhi khalayak. Michael Foucault adalah salah satu pemikir yang mengembangkan teori wacana. Dalam studinya, Ia memperlihatkan bahwa manusia muncul karena susunan kata-kata dan benda yang diubah-ubah2. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, sepenggal masa yang disebut modernitas ini menghasilkan susunan yang memberi tempat istimewa pada diri manusia yang sadar diri. Susunan yang dimaksudkan Foucault adalah keretakan hubungan subyek (kata-kata) dan obyek (benda-benda) yang karena suatu hal diutuhkan kembali. Suatu hal yang membuat keretakan hubungan subyek dan obyek di utuhkan kembali adalah kekuasaan dan kekuasaan itu diproduksi oleh wacana. Bagaimana wacana diproduksi, siapa yang memproduksi dan apa efek produksi wacana?. Yang bisa menjawab pertanyaan diatas adalah konsep wacana Michael Foucaault. Dalam konsepnya Foucault tidak memandang wacana sebagai serangkaian kata atau preposisi dalam teks tetapi memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep atau efek)3. Wacana secara sistematis dalam ide, opini, konsep dan pandangan hidup di bentuk dalam konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Salah satu konsep radikal Foucault adalah tentang hubungan pengetahuan dan kekuasaan. Tesis keras yang disampaikanya adalah bahwa ilmu-ilmu kemanusiaan merupakan perpaduan yang tidak terpisahkan dari pengtahuan dan kekuasaan. Dalam buku Dicipline and Punish (1976) “ dia memperlihatkan bagaimana jaman klasik dan moderen. Kelahiran penjara modern adalah penampilan kedaulatan negara memonopoli kekerasan atas warganya untuk melangengkan kekuasaan4. Pengetahuan adalah mesin kekuasaan dan di sebutnya sebagai “bio power” untuk membentuk individu-individu menjadi subyek-subyek yang menghasilkan pengetahuan untuk memantau diri atau disebut “teknik kehadiran” (techniques of self) dan manipulasi. Melalui wacana individu bukan hanya memantau dirinya tetapi juga dibentuk, dikontrol dan didisiplinkan. Misalnya pembagian kerja dalam rumah tangga. Pertanyaan selanjutnya yang penting untuk di jawab dalam CDA adalah bagaimana terbentuknya bangunan wacana? Studi analisis wacana seperti yang dijelaskan sebelumnya bukan sekedar mengenai pernyataan, tetapi juga struktur dan tata aturan wacana. Struktur analisis wacana tentunya tidak terlepas dari keterkaitan atau hubungan antara wacana dengan kenyataan. Kenyataan atau realitas dipahami sebagai seperangkat konstruksi sosial yang dibentuk melalui wacana. Dalam CDA, khususnya teori wacana Foucault hal ini disebut struktur diskursif. Struktur diskursif merupakan pandangan kita tentang suatu obyek yang dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan. Batasan tersebut dicirikan oleh obyek, definisi dari prespektif yang paling dipercaya da dianggap benar. Presepsi kita terhadap suatu obyek dibentuk dan dibatasi oleh paraktik diskursif atau dibatasi oleh pandangan yang mendefinisikan sesuatu yang ini benar dan yang lainya salah. Konsekuensinya adalah bahwa pandangan tertentu membatasi pandangan khalayak dan mengarahkan pada jalan pikiran tertentu dan menghayati itu sebagi sesuatu yang benar5. Ciri lain yang tidak kala penting dalam pembacaan wacana Foucault adalah cirri utama wacana ialah kemampuanya untuk menjadi satu himpunan yang berfungsi membentuk dan melestarikan hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu masyarakat. Dalam suatu masyarakat biasanya terdapat berbagai macam wacana yang berbeda satu sama lain, namun kekuasaan memilih dan mendukung wacana tertentu sehingga wacana tersebut manjadi dominan , sedangkan wacana lain “terpinggirkan” (marginalized) atau “terpendam” (submerged) 6. Ada dua konsekuensi dari wacana dominant : pertama, wacana dominan memberikan arahan bagaimana subyek harus dibaca dan dipahami. Pandangan lebih luas menjadi terhalang karena yang diberikan adalah pilihan yang sudah paten dan siap pakai. Kedua, struktur diskursif yang tercipta atas suatu obyek tidak berarti kebenaran. Batasan yang tercipta tersebut hanya membatasi pandangan kita, tetapi juga menyebabkan wacana lain menjadi tidak domianan dan terpinggirkan. Proses terpingirkannya wacana membawa implikasi: pertama, khalayak tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan informasi yang beragam dan berbagai sudut mengenai suatu peristiwa. Kedua, bisa jadi peminggiran wacana menunjukan praktik ideologi. Acap kali sesorang, kelompok, gagasan, tindakan, kegiatan terpinggirkan menjadi marjinal melalaui penciptaan wacana-wacana tertentu7. Teori wacana kritis yang kemukakan Foucault, secara metodologi analisis banyak di adopsi oleh Sara Mills. Mills menjadikan teori wacana Foucault sebagai ground teori untuk analisis wacana kritis. P endekatan wacana yang mengguanakan teori Foucault sebgai grounded disebut sebagai Analsis Wacana Pendekatan Prancis ( French Discourse Analysis). Sara Mills merupakan salah satu penganut dari teori ini. Walaupun lebih dikenal sebagai seorang feminis, metode anlisisnya sangat cocok untuk menggambarkan realasi kekuasaan dan ideologi yang dibahas dalam penelitian ini. Konsep dasar pemikiran Mills lebih melihat pada bagaimana aktor ditampilkan dalam teks. Posisi –posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subyek penceritaan dan siapa yang menjadi obyek penceritaan akan manentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakuakan dalam teks secara keseluruhan. Selain itu juga diperhatikan bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca mengidentifikasikan dirinya dalam penceritaan teks. Ada dua konsep dasar yang di perhatikan8:Posisi Subyek – Obyek, menempatkan representasi sebagai bagian terpenting. Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan,dan peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana dan mempengaruhi pemaknaan khalayak. Penekananya adalah bagaimana poisisi dari aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks. Posisi pembaca dalam teks, menurut Mills sangat penting dan diperhitungkan karena pemabaca bukan semata-mata pihak yang hanya menerima teks, tetapi juga ikut melaksanakan transaksi sebagaimana akan terlibat dalam teks.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-19989439563504020102010-05-18T10:04:00.000-07:002010-05-18T10:05:20.964-07:00Upaya Merumuskan Definisi Mengenai KomunikasiMemahami Teori Komunikasi<br />Bagian ini membahas mengenai perkembangan studi komunikasi dari dulu hingga sekarang, pemikiran barat dan timur mengenai komunikasi dan perkembangan klasifikasi teori komunikasi termasuk pemikiran terbaru mengenai klasifikasi teori komunikasi berdasarkan pandangan Robert T. Craig yang seringkali disebut sebagai 'tradisi komunikasi' yang mencakup semiotika, fenomenologi, sibernetika, sosiopsikologi, sosiokultural, kritis dan retorika. Juga dibahas mengenai elemen-elemen dalam komunikasi yang mencakup komunikator, enkoding, pesan, saluran, dekoding, penerima pesan (receiver), umpan balik dan gangguan.<br />Komunikator<br />Beberapa pertanyaan penting yang akan dijawab pada bagian ini terkait dengan komunikasi intrapersonal yang berkenaan dengan ‘saya’ : Siapakah saya sebagai komunikator? Kemampuan apa yang saya miliki untuk berkomunikasi? Apa yang membedakan saya dengan komunikator lainnya? Bagaimana orang lain menilai tingkah laku saya? Bagaimana saya harus menyesuaikan diri dari satu situasi kepada situasi lainnya? Dalam bagian ini kita akan membahas bagaimana individu berkomunikasi dengan dirinya sendiri, kegiatan ini disebut dengan komunikasi intrapersonal. Kita akan membahas hal ini melalui beberapa sudut pandang sejumlah teori yang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok teori. Kelompok teori yang paling mengemuka dalam hal ini adalah teori psikologi sosial (socialpsychology) namun kelompok teori lainnya juga membantu memperluas wawasan kita untuk memahami komunikasi intrapersonal termasuk diantaranya kelompok teori sibernetika, sosiokultural dan kritis.<br />P e s a n<br />Pada bagian ini kita akan membahas salah satu elemen penting dalam studi komunikasi yaitu teori mengenai tanda dan simbol, termasuk teori mengenai perilaku non-verbal. Kita juga akan melihat bagaimana pesan tercipta melalui percakapan, hal ini terkait dengan bagaimana orang berpikir sebelum bertindak. Dalam hal ini kita akan meninjau mengenai teori kumpulan tindakan. Teori lain yang tak kalah menariknya pada topik ini adalah mengenai pilihan strategi komunikasi yang mencakup teori mendapatkan kepatuhan, teori konstruktivisme, teori strategi kesopanan dan teori merancang pesan. Terkait dengan pesan ini maka kita perlu membahas teori logika dan interpretasi pesan dan teori makna semantik.<br />Percakapan<br />Apakah anda merasa cemas ketika bertemu dengan seseorang yang belum anda kenal, misalnya dalam suatu wawancara kerja. Rasa cemas dan tidak pasti kerap melanda kita dan orang berupaya untuk mengurangi rasa cemas dan ketidakpastian itu. Dalam hal ini kita akan meninjau pada teori mengelola ketidakpastian-kecemasan. Dalam percakapan, orang juga melakukan akomodasi dan adaptasi terhadap perilakuknya satu sama lain sehingga kita akan melihat pada teori akomodasi, adaptasi interaksi, pelanggaran harapan dan kebohongan. Interaksi adalah dasar percakapan sehingga kita perlu meninjau teori-teori tentang interaksi ini yang mencakup antara lain teori konvergensi simbolik dan teori analisa percakapan.<br />HUBUNGAN<br />Topik yang membahas hubungan atau relationship merupakan salah satu topik dalam ilmu komunikasi yang paling banyak menarik perhatian karena mengandung banyak sekali aspek menarik di dalamnya. Banyak orang tertarik dengan topik hubungan karena setiap hubungan memiliki dimensi yang sangat berbeda. Ada kalanya suatu hubungan terjalin dengan sangat mudah dan menyenangkan namun tidak jarang orang memiliki hubungan yang sulit sehingga hubungan itu tampak aneh dan tidak menarik. Hubungan merupakan topik yang menarik karena hubungan selalu berubah dan berkembang. Perubahan yang terjadi terkadang sangat dramatis sehingga berpengaruh terhadap hubungan anda dengan keluarga, teman atau hubungan romantis anda dengan seseorang. Banyak orang yang memiliki masalah ketika menjalin hubungan dengan orang lain, dan upaya kita mempelajari berbagai permasalahan dalam hubungan merupakan cara kita untuk mencari jawaban terhadap permasalahan itu. Hubungan merupakan topik yang sangat relevan bagi kita semua dan karenanya tidaklah mengherankan bidang ini mampu menyedot begitu banyak waktu dan perhatian para ahli komunikasi.<br />KOMUNIKASI ORGANISASI<br />Organisasi dibentuk melalui komunikasi ketika individu didalamnya saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan individu dan tujuan bersama. Proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi menghasilkan berbagai hal seperti hubungan kewenangan, penciptaan peran dan jaringan komunikasi serta iklim organisasi. Organisasi menciptakan hasil atau keluaran (output) akibat adanya interaksi diantara individu dan kelompok dalam organisasi yang pada gilirannya mempengaruhi interaksi masa depan di dalam organisasi. Terdapat lima karakteristik organisasi yaitu bahwa: 1) organisasi diciptakan melalui komunikasi; 2) kegiatan organisasi berfungsi untuk mencapai tujuan individu dan tujuan bersama; 3) kegiatan komunikasi dalam organisasi menciptakan pola-pola yang mempengaruhi kehidupan organisasi; 4) proses komunikasi menciptakan karakter dan budaya organisasi; 5) pola kekuasaan dan pengawasan dalam komunikasi organisasi menghilangkan dan menciptakan hambatan.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-85453532114077269602010-05-18T10:00:00.000-07:002010-05-18T10:01:44.593-07:00Memahami Teori KomunikasiMemahami Teori Komunikasi<br /><br />Bagian ini membahas mengenai perkembangan studi komunikasi dari dulu hingga sekarang, pemikiran barat dan timur mengenai komunikasi dan perkembangan klasifikasi teori komunikasi termasuk pemikiran terbaru mengenai klasifikasi teori komunikasi berdasarkan pandangan Robert T. Craig yang seringkali disebut sebagai 'tradisi komunikasi' yang mencakup semiotika, fenomenologi, sibernetika, sosiopsikologi, sosiokultural, kritis dan retorika. Juga dibahas mengenai elemen-elemen dalam komunikasi yang mencakup komunikator, enkoding, pesan, saluran, dekoding, penerima pesan (receiver), umpan balik dan gangguan.<br />Komunikator<br />Beberapa pertanyaan penting yang akan dijawab pada bagian ini terkait dengan komunikasi intrapersonal yang berkenaan dengan ‘saya’ : Siapakah saya sebagai komunikator? Kemampuan apa yang saya miliki untuk berkomunikasi? Apa yang membedakan saya dengan komunikator lainnya? Bagaimana orang lain menilai tingkah laku saya? Bagaimana saya harus menyesuaikan diri dari satu situasi kepada situasi lainnya? Dalam bagian ini kita akan membahas bagaimana individu berkomunikasi dengan dirinya sendiri, kegiatan ini disebut dengan komunikasi intrapersonal. Kita akan membahas hal ini melalui beberapa sudut pandang sejumlah teori yang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok teori. Kelompok teori yang paling mengemuka dalam hal ini adalah teori psikologi sosial (socialpsychology) namun kelompok teori lainnya juga membantu memperluas wawasan kita untuk memahami komunikasi intrapersonal termasuk diantaranya kelompok teori sibernetika, sosiokultural dan kritis.<br /><br />P e s a n<br /><br />Pada bagian ini kita akan membahas salah satu elemen penting dalam studi komunikasi yaitu teori mengenai tanda dan simbol, termasuk teori mengenai perilaku non-verbal. Kita juga akan melihat bagaimana pesan tercipta melalui percakapan, hal ini terkait dengan bagaimana orang berpikir sebelum bertindak. Dalam hal ini kita akan meninjau mengenai teori kumpulan tindakan. Teori lain yang tak kalah menariknya pada topik ini adalah mengenai pilihan strategi komunikasi yang mencakup teori mendapatkan kepatuhan, teori konstruktivisme, teori strategi kesopanan dan teori merancang pesan. Terkait dengan pesan ini maka kita perlu membahas teori logika dan interpretasi pesan dan teori makna semantik.<br /><br />Percakapan<br /><br />Apakah anda merasa cemas ketika bertemu dengan seseorang yang belum anda kenal, misalnya dalam suatu wawancara kerja. Rasa cemas dan tidak pasti kerap melanda kita dan orang berupaya untuk mengurangi rasa cemas dan ketidakpastian itu. Dalam hal ini kita akan meninjau pada teori mengelola ketidakpastian-kecemasan. Dalam percakapan, orang juga melakukan akomodasi dan adaptasi terhadap perilakuknya satu sama lain sehingga kita akan melihat pada teori akomodasi, adaptasi interaksi, pelanggaran harapan dan kebohongan. Interaksi adalah dasar percakapan sehingga kita perlu meninjau teori-teori tentang interaksi ini yang mencakup antara lain teori konvergensi simbolik dan teori analisa percakapan.<br /><br />HUBUNGAN<br /><br />Topik yang membahas hubungan atau relationship merupakan salah satu topik dalam ilmu komunikasi yang paling banyak menarik perhatian karena mengandung banyak sekali aspek menarik di dalamnya. Banyak orang tertarik dengan topik hubungan karena setiap hubungan memiliki dimensi yang sangat berbeda. Ada kalanya suatu hubungan terjalin dengan sangat mudah dan menyenangkan namun tidak jarang orang memiliki hubungan yang sulit sehingga hubungan itu tampak aneh dan tidak menarik. Hubungan merupakan topik yang menarik karena hubungan selalu berubah dan berkembang. Perubahan yang terjadi terkadang sangat dramatis sehingga berpengaruh terhadap hubungan anda dengan keluarga, teman atau hubungan romantis anda dengan seseorang. Banyak orang yang memiliki masalah ketika menjalin hubungan dengan orang lain, dan upaya kita mempelajari berbagai permasalahan dalam hubungan merupakan cara kita untuk mencari jawaban terhadap permasalahan itu. Hubungan merupakan topik yang sangat relevan bagi kita semua dan karenanya tidaklah mengherankan bidang ini mampu menyedot begitu banyak waktu dan perhatian para ahli komunikasi.<br /><br />KOMUNIKASI ORGANISASI<br /><br />Organisasi dibentuk melalui komunikasi ketika individu didalamnya saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan individu dan tujuan bersama. Proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi menghasilkan berbagai hal seperti hubungan kewenangan, penciptaan peran dan jaringan komunikasi serta iklim organisasi. Organisasi menciptakan hasil atau keluaran (output) akibat adanya interaksi diantara individu dan kelompok dalam organisasi yang pada gilirannya mempengaruhi interaksi masa depan di dalam organisasi. Terdapat lima karakteristik organisasi yaitu bahwa: 1) organisasi diciptakan melalui komunikasi; 2) kegiatan organisasi berfungsi untuk mencapai tujuan individu dan tujuan bersama; 3) kegiatan komunikasi dalam organisasi menciptakan pola-pola yang mempengaruhi kehidupan organisasi; 4) proses komunikasi menciptakan karakter dan budaya organisasi; 5) pola kekuasaan dan pengawasan dalam komunikasi organisasi menghilangkan dan menciptakan hambatan.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-25390975727377964672010-05-11T06:56:00.000-07:002010-05-11T06:57:40.341-07:00BE POSITIVE THINKING IN YOUR LIFEPernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "TTIDAK PEDE" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin anda pernah dan hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. hilangnya rasa pede tentu menjadi sesuatu yg sangat mengganggu,tlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Ada yang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!? <br /><br />Berikut hal yang dapat kamu "pikirkan" tentang perbedaan orang yang percaya diri dan tidak percaya diri... tapi ingat men jangan sampai percaya dirinya berlebihan... bisa-bisa anda mencintai diri anda dengan sangat teramat berlebihan (narsisme) dampaknya ya ga begitu berat paling-paling gila.... hehe....<br /><br />Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri<br />Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :<br />? Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain<br />? Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok <br />? Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain ? berani menjadi diri sendiri<br />? Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)<br />? Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)<br />? Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya<br />Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.<br /><br />Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri<br />Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:<br /><br />? Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok<br />? Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan<br />? Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri ? namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri<br />? Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif<br />? Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil<br />? Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)<br />? Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu<br />Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)<br /><br /><br />Pola Pikir Negatif<br />Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:<br />? Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri (?saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu?). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur. <br />? Cara berpikir totalitas dan dualisme : ?kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek?<br />? Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.<br />? Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik. <br />? Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti ?saya memang bodoh?...?saya ditakdirkan untuk jadi orang susah?, dsb....<br />? Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.<br />Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.<br /><br />Ciri orang yang berpikir positif (Pola pikir Positif)<br />? Melihat masalah sebagai tantangan<br />? Menikmati hidupnya<br />? Pikiran terbuka untuk menerima saran ?n ide<br />? Menghilangkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas dalam benak<br />? Mensyukuri yang di miliki<br />? Tidak mendengarkan gossip yang tak menentu<br />? Tidak bikin ALASAN tapi langsung bikin TINDAKAN<br />? Menggunakan bahasa yang positif<br />? Menggunakan bahasa tubuh yang positif<br />? Peduli pada citra diri.NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-27905236282068251192010-04-29T18:04:00.000-07:002010-04-29T18:07:16.479-07:00kerangka proses,menurut Ryan dan Peterson<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CCROSSS%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CCROSSS%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CCROSSS%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-size: 18pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br /></span></b><b><span style="font-size: 16pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: normal;" align="center"><a name="521455270585190665"></a><b><span style="font-size: 16pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><a href="http://iyeckajjah.blogspot.com/2010/04/kerangka-prosesmenurut-ryan-dan.html"><span style="color: blue;"></span></a><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">LIMA KERANGKA PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM SENI MEDIA
<br />(PUSAT PERHATIAN,TERUTAMA PADA INDUSTRI MUSIK)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />
<br />Menurut Ryan dan Peterson (1982) : <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />1. Model lini perakitan (assembly line)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />Dalam model ini proses yang digunakan sama dengan cara pembuatan produk industri,beserta segenap keterampilan dan keputusan yang terkait dalam mekanisme proses tersebut.Semua itu tercangkup dalam aturan prosedur yang jelas.Karena produk budaya media,tentu saja berbeda dengan material,harus berbeda antara satu sama lainnya secara marjinal,maka hal ini mengakibatkan timbulnya produksi berlebihan (over production) pada setiap tahap.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />2. Model keterampilan dan kewiraswastaan (craft and entrepreneurship)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />Pada model ini beberapa orang yang kuat,yang memiliki reputasi mapan dalam menilai kemampuan dan menangani masalah,mengelolah segenap masukan para seniman,musikus,ahli teknik dan lainnya secara inovatif.Model seperti ini berlaku terutama diperusahaan film,tetapi juga cocok untuk perusahaan penerbitan yang para penyuntingnya merupakan tokoh kuat dan memiliki kewibawaan (Kharisma).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />3. Model konvensi dan formula (convention and formula)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />Dalam model ini para anggota ‘dunia seni’ tertentu menyepakati suatu ‘resep’,yakni seperangkat prinsip yang berlaku luas dan mengandung pengarahan bagi para pekerja tentang cara menyatukan berbagai unsur untuk memproduksi karya dalam gaya tertentu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />4. Model citra khalayak dan konflik (audience image and conflict)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />Kerangka pandangan model ini menilai proses produksi kreatif sebagai upaya menyelaraskan produksi dengan citra yang akan disenangi khalayak.Keputusan menyangkut citra itulah yang sangat penting dan dapat menimbulkan konflik dikalangan wiraswastawan kuat yang saling bersaing.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />5. Model citra produk (produk image)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />Penciptaan citra produk adalah pembuatan karya yang memiliki kemungkinan terbesar untuk diterima oleh para pengambil keputusan pada tahap selanjutnya.Cara yang paling sering ditempuh ialah memproduksi karya yang sangat mirip dengan karya yang baru saja lolos dari penilaian para pengambil keputusan pada setiap tahap proses.Produk seperti itu secara komersial dianggap berhasil. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">
<br />Konsep dasar diatas tidaklah harus disepakati oleh segenap unsur yang terlibat,atau harus disesuaikan dengan selera wirawastawan dan citra khalayak.Model ini merupakan model yang memberi tuntutan kepada para penerbit mapan dan BBC,menurut Ryan dan Peterson.Model tersebut juga merupakan model yang paling sesuai dengan konsep profesionalisme dalam pengertian pengetahuan khusus tentang karya yang baik’televisi yang baik’ atau ‘jurnalisme yang baik’,bukannya pengetahuan khusus tentang karya yang berhasil secara komersial.<o:p></o:p></span></p> NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-61115775844989686452010-04-26T05:23:00.000-07:002010-04-26T05:25:58.649-07:00Makalah PTIK blogBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />I.1 Latar Belakang<br /> Perkembangan teknologi yang sedang dan terus berlangsung telah mengahasilkan begitu banyak kemudahan dan kenyamanan bagi setiap individu yang merasaknya. Begitu pula halnya dengan akses internet yang telah menjadi suatu hal yang sulit dipisahkan dari kepentingan manusia, sayangnya semua kepentingan manusia dalam penggunaan intenet itu tidak diimbangi dengan pengetahuan yang baik dan benar seputar manfaat dan kegunaan dari situs-situs yang disediakan dalam internet itu sendiri.<br /> Blog adalah salah satu situs di internet yang cukup banyak dipakai oleh idividu di dunia, dan banyak orang yang memanfaatkan blog dengan cara pemanfaatan yang berbeda sesuai dengan kebutuhanya masing-masing.<br /> <br />I.2. Identifikasi Masalah<br /> Blog merupakan salah satu situs yang tersedia di internet, dan tidak banyak orang yang mengetahui manfaat serta kegunaan yang tepat dari Blog itu sendiri.<br /> Apakah manfaat dan kegunaan blog itu adalah tunggal atau bervariasi, dan apakah blog itu sesuatu yang perlu atau malah tidak sama sekali?<br /><br />I.3. Maksud dan Tujuan<br /> Pembahasan ini dilakukan dengan maksud agar para pengguna internet khususnya pengguna situs blog dapat lebih memahami kegunaan dari situs yang mereka pakai tersebut, dan tentunya agar dapat mengurangi penyalahgunaan dari Blog yang mereka buat.<br /> Dan juga untuk membuat individu diluar pengguna blog menjadi tahu banyak hal dari blog yang mungkin belum pernah mereka akses sama sekali selama mengunakan internet.<br /><br />I.4. Manfaat Pembahasan<br /> Manfaat dari pembahasan ini diharapkan dapat<br />1.4.1 Membuka sedikit wawasan dan detail-detail tentang blog<br />1.4.2 Dapat mengispirasi para pennguna Bog untuk membuat Blognya menjadi sesuai dengan kepentingannya.<br /><br />I.5. Teknik Pengumpulan Data<br /> Dalam proyek tugas makalah ini penyusun melakukan beberapa cara dan teknik dalam mengumpulkan dan menyusun bahan mentah ( data dan informasi kasar ) yang ada menjadi pembahasan yang baik dan matang.<br />Adapun langkah-langkah pengumpulan data dan informasinya adalah:<br />1.Studi Kepustakaan<br />Penyusun mencari banyak informasi secara teori, definisi, sejarah, dan landasan. Yang dibutuhkan dan akan dikembangkan dari berbagai sumber yang banyak mengetahui dan informasinya bisa dipertanggungajawabkan.<br /><br />2.Studi Lapangan<br />Penyusun mengimplementasikan sendiri pembuatan Blog , dan mengakses serta memperbaharui isi blog itu secara rutin.<br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />II.1. Sejarah Blog<br /> Pada tahun-tahun awal internet, sebenarnya beberapa orang sudah mulai membuat situs pribadi. Situs-situs pribadi ini dapat dikatakan sebuah blog, walaupun tampilan dan halaman utamanya masih sangat jauh berbeda dengan blog-blog yang ada sekarang. Orang-orang yang mempunyai situs pribadi / blog pada saat itu hanyalah para webmaster / web developer, karena mereka wajib menguasai HTML dan teknik-teknik lain.<br /> Internet tiba-tiba menjadi sebuah bisnis yang sangat menguntungkan, karena jumlah pengguna internet yang besar di Amerika dan Eropa. Kecepatan prosesor, kualitas kabel optik, dan kapasitas hard disk berkembang pesat; makin lama harga sebuah web server makin murah, dengan kualitas yang makin baik. Belum lagi ditambah gerakan open source yang mengurangi sampai nol biaya yang diperlukan untuk membeli software web server (software yang digunakan banyak orang untuk web server adalah Linux + Apache + MySQL + PHP (LAMP stack).<br /> Karena server yang murah, beberapa orang mencoba membuat jasa membuat situs pribadi dengan mudah – tanpa HTML, tanpa uang, tanpa belajar. Sebagai gantinya biasanya mereka menaruh iklan di situs yang mereka berikan gratis. Praktik ini langsung heboh, dan berlanjut sampai sekarang. Mereka selalu meningkatkan kualitas jasa mereka, sehingga makin lama produk mereka makin interaktif dan makin mudah digunakan. Akhirnya semua orang bisa membuat situs pribadi sendiri tanpa belajar menjadi sebuah webmaster – inilah era blog.<br /> Sekarang para blogger sudah bukan hanya webmaster lagi – mereka adalah pelajar, pengusaha, ibu rumah tangga, artis, bahkan petinggi agama. Para blogger juga bukan lagi eksklusif datang dari Amerika dan Eropa. Hampir semua negara memiliki pasukan blogger; kadang-kadang kita perlu berempati kepada mereka, sebab banyak dari mereka yang “tidak bebas mengeluarkan pendapat” karena negaranya sensitif dan sentimental dalam politik (seperti blogger di Irak, Iran, Israel, Cina).<br /> <br />II.2. Manfaat Blog<br />Manfaat Blog adalah:<br />1.Menampung/menuangkan apa yang ada di dalam pikiran kita, sesuai dengan keinginan kita. Lalu, apa bedanya dengan buku? Bedanya adalah "features"nya, begitu banyak dengan berbagai macam fungsi-nya.<br />2.Kalau kita hendaki, bisa langsung dipublikasikan di Internet atau Dunia Maya.<br />3.Kekuatan blog dalam dunia dalam dunia pendidikan<br /> * Isinya bisa luas menyangkut banyak hal pengajaran<br /> * Bisa dijadikan ajang belajar menulis untuk menuangkan ide<br /> * Bukti portofolio seorang guru terkait profesionalitasnya<br /> * Relatif lebih hemat biaya<br /> * Menembus ruang<br /> * Bebas aturan alias suka-suka yg nulis (yg ada hanya etika atau aturan tidak tertulis)<br /> * Melepaskan kebiasaan formalitas untuk menghambur uang rakyat<br /> * Pengembangan proses pembelajaran yang bervariatif<br /><br />4.Blog sangat mudah pengelolaannya dibandingkan website. Bahkan untuk di wordpress.com jika belum berpengalaman dapat membaca cara nge-blog. Ini mudah untuk diikuti. Dengan adanya software blog editor yang bisa dipakai secara offline maka waktu koneksi bisa dipersempit dan hemat biaya jika harus membayar rekening telepon. Dibutuhkan koneksi internet tidak lebih dari 1 jam jika tulisan sudah dipersiapkan secara offline.<br /><br />5.Blog sebagai media informasi dan promosi sebuah institusi<br />Dengan semakin berkembangnya zaman maka media komunikasi juga semakin berkembang salah satunya yaitu blog. Jika dahulu mengiklankan sebuah produk perusahaan dengan mengguakan media cetak atau pamflet dan poster yang mengelurkan biaya banyak, maka sekarang promosi sebuah produk dapat menggunakan sebuah blog yang murah meriah dan gratis. Blog juga dapat di jadikan sebagai media promosi seorang penulis untuk memasarkan bukunya. Dengan blog seorang penulis buku dapat memberikan tulisan singkat atau resensi buku ang ditulisnya, sehingga para pembaca dapat tertarik untuk membeli buku tersebut J.<br /><br />6.Blog dapat disimpulkan sebagai media informasi baik yang bersifat formal<br />(sebuah institusi) atau informal (ajang tulis menulis kegiatan sehari-hari seorang blogger) yang bersifat murah meriah dan tidak memerlukan keahlian khusus untuk membuatnya misalnya keahlian HTML. Blog sangat mudah dibuat oleh seorang awan dalam dunia website. Blog dapat dihias sesuai dengan keinginan pembuatnya misalnya dipercantik dengan hitcounter, lokasi dan IP address pengakses dan merubah background sesuai keinginan.<br /> <br />II.3. Langkah-langkah membuat Blog<br />1.Ada banyak situs atau web blog yang bisa kita akses di internet, sebagi contoh salah satunya adalah blogger.com. Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah membuka www.blog.com, dan kemudian akan muncul tampilan seperti dibawah ini.<br /><br /><br />2.Dalam keadaan tampilan seperti di atas ini, kita cukup mengklik tanda panah besar berwarna orange dengan tulisan “CIPTAKAN BLOG ANDA”, dan kemudian akan muncul tampilan dibawah ini.<br /><br /><br />3.Halaman seperti di atas meminta kita mengisi beberapa informasi tentang diri kita yang diperlukan untuk bisa mengakses blog nantinya. Hanya dengan mengisi dengan lengkap dan sesuai, lalu kita bisa mengklik tanda panah berwarna orange dengan tulisan “ LANJUTKAN “, dan kemudian akan muncul tampilan dibawah ini.<br /><br />4.Halaman seperti di atas ini tidak jauh berbeda dengan halaman sebelumnya, kita akan diminta untuk mengisi judul blog beserta nama blog yang akan kita buat. Setelah selesai, klik lagi tanda panah berwarna orange dengan tulisan “ LANJUTKAN “, dan kemudian akan muncul tampilan dibawah ini.<br /><br />5.Halaman ini meminta kita untuk memilih salah satu dari tampilan background, yang akan tampil dalam tampilan blog kita nantinya. Setelah memilih salah satu, klik lagi tanda panah berwarna orange dengan tulisan “ LANJUTKAN “, dan kemudian akan muncul tampilan dibawah ini.<br /><br />6.Halaman ini memberi tahu kita bahwa proses daftar ke blog telah selesai, yang perlu kita lakukan hanya mengklik tanda panah orange dengan tulisan “ MULAI BLOGGING “. Selanjutnya halaman yang akan keluar adalah halaman dari blog milik kita, pada halaman tersebut kita bisa memulai memasukan tulisan, iklan, gambar, promosi, dan lain sebagainya sesuai dengan kepentingan kita dalam membuat blog tersebut.<br />II.4. Jenis-jenis Blog<br /> II.4.1. Berdasarkan Jenisnya<br />1.Online Diary / Online Journal / Personal blog. Blog yang berisi hal – hal seperti pengalaman, opini, atau pendapat pribadi dari blogger yang mempublish-nya. Poin penting dari personal blog adalah jenis blog ini mengandalkan spontanitas dari blogger itu sendiri. Update dilakukan bisa dengan update teratur atau tidak.<br />2.Corporate Blog. Blog yang di publish oleh korporasi. Poin pentingnya adalah, blog ini merupakan online representative atau “wajah dari perusahaan” tersebut di ranah internet. Biasanya berkontenkan langkah – langkah yang diambil oleh perusahaan, press realease, konfirmasi terhadap suatu isu tertentu, budaya perusahaan, ulasan mendalam tentang suatu isu yang berkaitan dengan perusahaan, dsb.<br />3.Project / Product Blog. Blog yang berisi tentang perkembangan suatu project / product. Baik project / produk tersebut berupa aplikasi web , varian baru dari suatu produk, dsb . konten dari blog jenis ini menampilkan perkembangan atau kabar terbaru dari project / produk tersebut.<br />4.Niche Blog. Blog yang kontennya berfokus pada suatu niche atau topik tertentu. Pada umumnya, blog jenis ini membuat ‘blog’ nya menjadi subjek dari post yang dibuat, alias tidak menunjukan karakter dari penulis konten melainkan karakter dari blog itu sendiri. Blog jenis ini merupakan jenis blog yang mudah untuk di monetisasi ( monetisasi = menghasilkan uang ) karena memiliki target pembaca tertentu.<br />II.4.2. Berdasarkan Tujuannya<br />1.Blog untuk berorientasi personal. Poin – poin yang mencirikan blog jenis ini : niche nya seringkali beragam, dan bahasa yang digunakan subjektif atau berorientasi pada penulis post ( blogger oriented<br />2.Blog untuk Personal Branding. Blog yang dibuat untuk mempromosikan “kapasitas” atau kemampuan dari si pembuat blog / blogger. Ciri – ciri umumnya : membahas niche tertentu, banyak berisi ulasan mendalam, penggunaan bahasa yang formal atau semi formal, dan blog menunjukan karakter si blogger.<br />3.Blog untuk Monetisasi. Sering juga disebut, build for adsense, meskipun selain PPC ( Adsense ) ada juga sumber income lainya. Blog yang berorientasi pada pengunjung. informasi yang ditampilkan berorientasi pada pengunjung karena diharapkan blog memiliki banyak pengunjung. banyak pengunjung = high traffic = high clicks = high income. Blog jenis ini pada umumnya sangat memperhatikan aspek – aspek yang menunjang supply traffic untuk blog, seperti aspek SEO, widget social bookmark, dsb.<br />4.Blog untuk portofolio. Blog yang menampilkan hasil karya dari blogger. pada umumnya blog jenis ini dibuat untuk menampilkan karya desain, fotografi ( photoblog ), dan komik ( comicblog ).<br />5.Blog untuk katalog. Blog yang kontennya berisikan daftar hal – hal yang menarik untuk blogger. Pada umumnya katalog design, kumpulan link – link, dsb.<br /><br />II.4.3. Berdasarkan Kontennya (Tipe media yang digunakan)<br />1.Vlog - singkatan dari Video Blog. Blog yang kontennya berisikan video.<br />2.LinkLog - Blog yang kontennya berisikan kumpulan link.<br />3.Sketchblog - Blog yang berkontenkan kumpulan sketsa portofolio pemiliknya.<br />4.Photoblog / Phlog – Blog yang berkontenkan foto.<br />5.Tumbleblogs - blog berisikan entri text pendek dan kombinasi berbacai media.<br />6.Typecasting Blog – Blog yang kontennya merupakan tulisan yang diketik menggunakan mesin tik / tulisan tangan / notes yang lalu di scan dan dipublikasikan melalui blog.<br />7.Splog - singkatan dari spam blog. Blog berisikan hanya iklan dan tidak ada yang lain.<br />8.Blog iklan baris – Blog berisi iklan baris.<br />9.Blog Copy Paste - Blog yang kontennya copy paste dari blog lain.<br />II.4.4. Berdasarkan Genrenya<br />1.Personal Blog – Blog pribadi, tentang seseorang<br />2.Political Blog – Blog bertopik Politik<br />3.Travel Blog – Blog berkategorikan travelling, atau panduan travelling<br />4.Fashion Blog – Blog tentang fashion<br />5.Music Blog – Blog tentang musik<br />6.Education Blog – Blog tentang pendidikan<br /><br /><br /><br /><br />II.5 Kelebihan dan Kekurangan dari Blog<br />Blog merupakan wabah baru didunia internet saat ini, jadi sebelum ada melakukan blogging tidak ada salahnya kalau anda melihat beberapa pertimbangan kelebihan dan kekurangan blog.<br /><br />a. Kelebihan blog<br /><br />Selain karena sifatnya yang ada dalam jaringan internet, beberapa kelebihan dari blog lainya adalah sifatnya berdiri sendiri sebagai media, selain itu blog juga cenderung non-formal dalam penggunaan bahasa yang dipakainya.<br /><br />Blog memungkinkan terjadinya iteraktifitas atara sember dengan penerima informasi. Informasi yang disampaikan akan langsung direspon, ditambahi, dikoreksi dan diperkaya oleh orang lain. Oleh karena itu, suatu topic mungkin bisa menjadi lebih menarik dengan adanya diskusi antara blooger dengan pengunjung weblognya. (Nurist Surayya dalam jurnalisme Weblog merupakan Pola Baru Jurnalisme Media Massa, hal 1, 2005) http://nurriest.blogdrive.com/archive/10.html.<br /><br />Weblog adalah media yang digunakan secara personal, baik individual maupun institusional. Tidak ada persyaratan personal yang diberikan dari pihak manapun untuk bisa memiliki dan mengelola weblog sendiri. Formatnya yang mudah diaplikasikan dan pengelolaannya yang tidak rumit membuat media ini bisa diopersikan oleh siapapun. Tidak diperlukan kemampuan teknis atau kemampuan dasar jurnalisme untuk mempublikasikan informasi dalam weblog.<br /><br /><br />b. Kekurangan blog<br /><br />beberapa kekuranga blog diantaranya adalah rentan terkena virus, hacker atau spywere. Selain itu, blog juga kurang sentuhan manusiawi, mudah disalahgunakan fungsinya, dan tulisan yang ada di dalam blog kurang dapat dipertanggung jawabkan.<br /><br />Untuk itu, ada beberapa upaya agar kekurangan ini dapat diminimalisir. Diantaranya yakni dengan menggunakan bahasa pemograman yang aman, manggunakan desein menarik, dan memiliki control penulisan artikel yang benar. Untuk selengkapnya bisa mengunjungi blog saya di http://www.nadigaoh.blogspot.com<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN<br /><br />III.1. KESIMPULAN<br />Blog merupakan singkatan dari "web log" adalah bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah halaman web umum. Posting-posting tersebut seringkali dimuat dalam urutan secara terbalik, meskipun tidak selamanya demikian. Situs web semacam itu biasanya dapat diakses oleh semua pengguna internet sesuai dengan topik dan tujuan dari si pengguna blog tersebut.<br />merubah budaya lisan menjadi tulisan. Ini TERAMAT SANGAT PENTING SEKALI. Dalam upaya mengubah budaya lisan menjadi tulisan, sebenarnya terkandung makna merubah budaya nonton menjadi budaya baca.<br />Blog mempunyai fungsi yang sangat beragam, dari sebuah catatan harian, media publikasi dalam sebuah kampanye politik, sampai dengan program-program media dan perusahaan-perusahaan. Sebagian blog dipelihara oleh seorang penulis tunggal, sementara sebagian lainnya oleh beberapa penulis. Banyak juga weblog yang memiliki fasilitas interaksi dengan para pengunjungnya, yang dapat memperkenankan para pengunjungnya untuk meninggalkan komentar atas isi dari tulisan yang dipublikasikan, namun demikian ada juga yang yang sebaliknya atau yang bersifat non-interaktif.<br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />http://ridwanaz.com<br />http://nadigaoh.blogspot.comNADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2192827646484134149.post-63934856324721785792010-04-26T05:04:00.001-07:002010-04-26T05:13:09.113-07:00Kelebihan dan kekurangan Twitter<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjP9BOZtZRKd3g8ieHjiJvmoHfDlRdanfAPWKDeSxXuBXW_EpQRXn6dVDVyggbZAVbPt3mylZPSu21dY4dGYO14VAuDJ5mofAnWqpKoHjufK85wfFIfRfpUe6QPT8gFLtDkwPdNubnhP-ya/s1600/tw.jpeg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 111px; height: 111px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjP9BOZtZRKd3g8ieHjiJvmoHfDlRdanfAPWKDeSxXuBXW_EpQRXn6dVDVyggbZAVbPt3mylZPSu21dY4dGYO14VAuDJ5mofAnWqpKoHjufK85wfFIfRfpUe6QPT8gFLtDkwPdNubnhP-ya/s320/tw.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5464418081242816978" border="0" /></a>
<br /><meta equiv="CONTENT-TYPE" content="text/html; charset=utf-8"><title></title><meta name="GENERATOR" content="OpenOffice.org 3.0 (Win32)"><style type="text/css"> <!-- @page { margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } --></style>
<br />Twitter merupakan salah satu layanan jejaring sosial yaitu sebuah layanan microblogging yang anggotanya dapat mengirimkan pesan singkat terbatas hanya sampai 140 karakter. <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">
<br /></p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">Berikut kelebihan dan kekurangan Twitter dibandingkan jejaring sosial lainnya,</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">Kelebihan :</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Mudah dinavigasi dan memperbarui, “link to” dan mempromosikan apapun.</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Menjangkau lebih luas tidak hanya antara teman</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Satu feed untuk semua pengguna dan siapa pun dapat mengikuti orang lain kecuali diblokir</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Alat komunikasi yang murni dan cepat tanggap</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Kamu tidak harus log in untuk mendapatkan update. Kamu bisa menggunakan aplikasi RSS reader</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Sangat interaktif, extensible messaging platform dengan API terbuka</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Banyak aplikasi lain yang sedang dikembangkan (Twitterific, Summize, Twhirl, dll)</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Pesan teks SMS berpotensi untuk memberi pendapatan dari jaringan nirkabel</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Potensi periklanan di masa mendatang atau perusahaan berbasis langganan</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Twitter mungkin lebih terukur dari Facebook dan memberikan keuntungan biaya</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">Kelemahan :</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Kemampuan terbatas: menemukan orang-orang, mengirim pesan singkat, balasan langsung</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Dibatasi sampai 140 karakter per update</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Tidak semua orang menemukan manfaat langsungnya</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Lebih menekankan pada penghitungan follower</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Mudah disalahgunakan untuk spam dan meningkatkan tingkat kebisingan</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Relatif lebih kecil basis pengguna diinstal</p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="justify">¦ Belum ada strategi keuangan yang mudah dan jelas</p> <p style="margin-bottom: 0in;">
<br /></p> NADI ALFAN FIKOM SHAKANAhttp://www.blogger.com/profile/06237925308282459911noreply@blogger.com0