Selasa, 25 Mei 2010

KAJIAN KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF MARXISME

Salah satu perspektif yang momotret perkembangan masyarakat dan budaya modern secara kritis adalah kajian komunikasi yang bersumber dari ajaran Karl Marx (1818-1883), yang kemudian disebut Marxisme.Dalam perkembangannya, Marxisme diadopsi oleh beberapa kelompok intelektual untuk menganalis masyararakat kapitalis modern. Maka muncullah beberapa perspektif kritis dalam kajian komunikasi, diantaranya; teori ekonomi politik media, mazhab Frankfurt, hegemoni, dan cultural studies. Perspektif tersebut ada yang berada dalam tradisi marxis-materialis yang menekankan faktor ekonomi dan ada juga yang berusaha menjelaskan selubung ideologi (superstruktur) dalam komunikasi.Marxisme –kata ini dipopulerkan Friedrich Engels (1820-1895) rekan Karl Marx– sebenarnya mengandung interpretasi yang sangat luas. Hal ini disebabkan karena Marxisme selain merujuk langsung kepada pemikiran Karl Marx sendiri, juga karena Marxisme pada perkembangannya telah menjadi payung sekaligus identitas bagi sederet dinamika pemikiran kritis yang berada di bawah pengaruh Karl Marx. Menurut Franz Magnis Suseso Marxisme adalah ideologi atau teori tentang ekonomi dan masyarakat yang memuat apa yang dalam perlbagai aliran yang bernaung di bawahnya dianggap sebagai ajaran resmi dan definitif Marx. Maka Marxisme lebih sempit dari ajaran Marx. Dalam catatan Everet M. Rogers, sebagaimana dikutip Stephen W. Littlejohn dalam Theories of Human Communication, pada abad ke-20 ajaran Karl Marx telah memengaruhi hampir semua cabang ilmu sosial, meliputi sosiologi, pilitik, ekonomi, sejarah, filsafat dan termasuk di dalamnya ilmu komunikasi. Pengaruh Marx dalam kajian komunikasi terutama bersumber dari analisisnya mengenai industri kapitalis dimana terjadi pertentangan antara kaum proletar dan buruh. (Littlejohn, 2001:210)Secara teoritits salah satu ajaran Karl Marx menjelaskan relasi antara basis dan superstruktur (base-superstructure) dalam masyarakat. Basis material dari kegiatan manusia menurut Karl Marx yaitu ekonomi atau kerja. Sementara superstruktur kesadarannya berupa ideologi, ilmu, filsafat, hukum, filsafat, plitik, dan seni. Di antara dua entitas tersebut yang dominan dan menentukan adalah basisnya. Maka basislah yang menentukan superstruktur. Dalam bahasa lain, basis sebagai sebuah realitas menentukan kesadaran manusia. Dengan demikian perbedaan cara produksi niscaya menghasilkan perbedaan kesadaran. (Budi Hardiman, 2004: 241).Karl Marx melihat dalam masyarakat kapitalis dimana hak milik atas alat-alat produksi dikuasai oleh beberapa gelintir orang saja (kaum borjuis) terjadi dominasi kaum borjuis atas kaum proletar. Dalam kondisi inilah terjadi penghisapan manusia atas manusia lainnya. Individu-individu yang tertindas itu akhirnya merasakan keterasingan karena tidak memiliki hak milik atas barang. Bahkan menurut Marx individu bukan saja terasing dari lingkungannnya tapi juga dari barang yang diciptakannya. (McLelland, 1977: 78).Mengikuti alur pemikiran di atas, maka jika diandaikan dalam komunikasi dapat digambarkan bahwa media massa sebagai industri informasi yang hanya dikuasai oleh segelintir orang (pengusaha media massa) yang memiliki kepentingan ideologis, mengeksploitasi para pekerja media untuk menghasilkan informasi sesuai dengan ideologi pemiliknya. Maka para pekerja media kemudian akan terasing karena ia tidak memiliki atau hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari industri tersebut. Selanjutnya masyarakat atau komunikan mau tidak mau mengkonsumsi media massa dan mereka hanya menjadi pembaca, pendengar atau penonton yang pasif sehingga ideologi yang dibawa oleh media merasuki masyarakat, dan masyarakat bertindak sesuai dengan apa yang digambarkan atau dicontohkan oleh media massa. Pada titik ini media sebagai realitas menentukan kesadaran masyarakat. Dan kesadaran yang dihasilkan oleh media massa adalah kesadaran palsu (false conciousness).Terkait dengan kajian komunikasi, khususnya kajian media, secara historis, pada zamannya, sebenarnya Marx belum menyaksikan media massa yang pengaruh dan dominasinya begitu kuat seperti yang terjadi pada masyarakat modern. Meski demikian bukanlah mustahil jika melalui teorinya dapat dilakukan penelitian secara kritis terhadap media massa. Dalam perspektif Marxian media massa dipandang sebagai alat produksi yang disesuaikan dengan tipe umum industri kapitalis beserta faktor produksi dan hubungan produksinya. (McQuail, 1987: 63).Media sebagaimana telah dijelaskan di atas, cenderung dimonopoli oleh oleh kelas kapitalis untuk memenuhi kepentingan dan ideologi mereka. Mereka melakukan eksploitasi pekerja budaya dan konsumen secara material demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mempertahankan kedudukannya, mereka melarang adanya ideologi lain yang akan mengganggu kepentingannya. Contoh yang mudah adalah keluar/dikeluarkannya Sandrina Malakiano dari Metro TV karena mengenakan jilbab. Mobilisasi kesadaran semacam itu dihindari oleh kaum kapitalis, karena itu mereka menerapkan kebijakan yang ketat dan terorganisir secara rapi. Dalam kerangka pikir ini, media massa sebagai alat dari kelas yang dominan untuk mempertahankan status quo yang dipegangnya dan sebagai sarana kelas pemilik modal berusaha melipatgandakan modalnya. Media yang cenderung menyebarkan ideologi dari kelas yang berkuasa akan menekan kelas-kelas tertentu. Sebagaimana dikatakan oleh Marx dan Engels :The ideas of the ruling class are in every epoch the ruling ideas, i.e. the class which is the ruling material force of society, is at the same time its ruling intellectual force. The class which has the means of material production at its disposal, has control at the same time over the means of mental production, so that thereby, generally speaking, the ideas who lack the means of mental production aresubject of it (Marx and Engels dalam Storey [ed],1995 : 196).Pandangan yang dijelaskan di atas terkesan mereduksi segala sebab persoalan kepada masalah ekonomi. Pandangan ini sering disebut ekonomisme. Ekonomisme sendiri memang kata kunci yang penting untuk memahami Marxisme ortodoks. Dalam ekonomisme basis ekonomi masyarakatlah yang menentukan segala hal dalam superstruktur kesadaran masyarakat seperti sosial, politik dan kesadaran itelektual. Ekonomisme terkait dengan determinisme teknologi. Marx sering menginterpretasikan bahwa penguasaan terhadap teknologi berarti menguasai ekonomi dan karena itu bisa mendeterminasi kesadaran masyarakat.(DanielChandler, http://www.aber.ac.uk, 1994)Pada perkembangannya pandangan ini mendapat kritik dari Lois Althusser. Marxis Althusserian memandang praktek ideologi dalam media massa relatif otonom dari determinasi ekonomi (lih. Stevenson 1995: 15-16). Menurutnya yang lebih dominant adalah ideologi itu sendiri, bentuk ekspresi, cara penerapan dan mekanisme dijalankannya untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para korban dan membentuk alam pikiran mereka. (McQuail, 1987: 63).Tradisi pemikiran itulah yang akhirnya diambil oleh Struart Hall dan kawan-kawannya dalam kajian kultural studies. Mereka menolak formulasi basis dan superstruktur karena ada dialektika antara realitas sosial dengan kesadaran sosial. (DanielChandler, http://www.aber.ac.uk, 1994) Demikianlah segelintir gagasan tentang perspektif Marxisme dalam kajian komunikasi.

Daftar Pustaka

Buku :Hardiman, Budi, Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Noetzsche, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004

Hardiman, Budi, Menuju Masyarakat Komunikatif, Kanisius, Yogyakarta, 1993

Magnis Suseno, Franz, Pemikiran Karl Marx; dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.McLelland,

David, Karl Marx Selected Writings, Oxford University Press, Oxfrod, 1977.

Yusuf Lubis, Akhyar, Dekonstruksi Epistemologi Modern; Dari Postmodernisme, Teori Kritis, Poskolonialisme hingga Cultural Studies, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2006.

Adorno, T.W dan Max Hokheimer, Dialectic of Enlightment, Allen, Lane, London, 1973.

Mc Quail, Dennis, Teori Komunikasi Massa (terj), Penerbit Airlangga, Jakarta, 1986

Littlejohn, Stephen W, Theories of Human Communication, 7th Edition. Wadsworth Publising Company, Belmont, 2001.
Posted by adi sulhardi at 11:17
Senin, 19 Mei 2008
IKLAN POLITIK VS MONEY POLITIK

indonesia telah berada di era pemilihan langsung yang sangat mengandalkan politik citra dari para kandidat. Pengalaman selama ini menunjukkan dalam arena pertarungan Pilkada ataupun pilpres kalah menangnya seorang kandidat semua bergantung pada pencitraan dirinya di mata publik. Hal serupa dtiunjukkan oleh para kandidat presiden pada Pemilu 2004 yang mana mereka menciptakan budaya politik baru di Indonesia yakni Budaya Politik Populis. Terlihat dari gencarnya iklan politik dari para kandidat di media cetak maupun elektronik. Sehingga jargon-jargon seperti “bersama kita bisa”, menjadi sesuatu yang lazim di tengah masyarakat. Pemasangan Iklan politik di media massa banyak memiliki kelemahan dan kekurangan. Selain tidak banyak mengandung unsur pendidikan politik bagi masyarakat, iklan politik kurang memperhatikan fungsi iklan dalam setiap kegiatan politik. Parahnya lagi Iklan politik kita mengalami consumerisme akibatnya politik citra dalam pemilu 2004 lebih ditentukan oleh (kombinasi, akumulatif): seberapa banyak dana kampanye yang dimiliki & seberapa hebat sebuah tim sukses menyusun pesan-pesan yang emosional yang menjadikannya sebagai selebritas politik (sementara kehebatan mesin-mesin politik/ political machine sudah diprediksi akan tergerus pesona citra individu) akibatnya iklan, poster, lagu dan lain-lain terpasang di mana mana dan relatif (baru) merupakan communication without substance or image over substance mereka lebih merupakan political marketing daripada political communication bahayanya: suka cita janji besar-besar tanpa detail, membuat semua perasaan bergejolak (semua ada, apa pun bisa), ekspektasi menjadi melambung jauh begitu tinggi di tengah politik citra, apalagi dengan jarak yang terasa begitu jauh antara janji-janji nan indah dengan kenyataan kerasnya kehidupan rakyat.
Nah jika dilihat dari segi etika komunikasi maka seharusnya sebuah Perhatian utama iklan politik adalah memberi pemilih suatu sudut pandang yang disampaikan oleh partai politik atau seorang kandidat. Namun yang sering terjadi adalah komersialisasi politik tanpa mengindahkan etika politik. Seperti pemanfaatan teknologi untuk memanipulasi diri demi tampilan palsu atau teknik editing (penyuntingan, berupa penambahan atau pengaturan naskah atau pengubahan dan penyusunan kembali suatu adegan untuk menciptakan impresi palsu, dramatisasi visual, penampilan, make-up, warna rambut, kilauan senyum manipulasi teknologis tersebut menghalangi kemampuan informed electorate untuk membuat pilihan rasional.

Demokrasi sebagai The Market Places of Idea tereduksi oleh adanya komersialisasi politik berwujud iklan. Bagaimana tidak kesempatan untuk mengemukakan gagasan di dominasi oleh mereka yang memiliki dana yang cukup besar, tak heran pada Pemilu 2004 baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden, hanya mereka yang memiliki dana yang cukup besar untuk membeli durasi iklan di Tv yang dapat muncul sesering mungkin, Sementara mereka yang bermodal cekak hanya bisa gigit jari. Jika melihat penjabaran di atas pertanyaan yang kemudian muncul adalah : apa yang membedakan antara money Politik dan Iklan Politik ? tentu yang membedakannya adalah legalitas di bidang hukum, namun pada tingkat esensi Money politik dan Iklan politik sama saja, yakni penyampaian gagasan ditentukan oleh berapa banyak rupiah di dalam tas koper kita. Survei Nielsen Media Research seperti dikutip pada buku Iklan dan Politik (2008) menunjukkan, selama masa kampanye Pemilu 2004, PDI-P dan Partai Golkar paling banyak beriklan. PDI-P mengeluarkan dana Rp 39,25 miliar untuk satu bulan kampanye, sedangkan Partai Golkar membelanjakan Rp 21,75 miliar. belum lagi dana pembuatan iklan belum termasuk iklan di radio, pemasangan baliho, spanduk, poster dan lain lain. Maka bisa kita bayangkan berapa banyak dana yang harus disiapkan oleh kandidat atau parpol demi memenangkan Pemilu. kebutuhan akan biaya iklan politik yang tidak sedikit ini mau tidak mau memaksa bagi setiap parpol maupun kandidat untuk melakukan upaya ekstra keras untuk memenuhi pundi-pundi mereka demi mendapatkan durasi ataupun ruang pada media elektronik maupun cetak. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan mereka melakukan kolusi dengan para cukong. Maka dengan demikian amat sangat sulit bagi parpol maupun kandidat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang selalu didengungkannya pada saat berkampanye, melainkan yang paling utama adalah dia harus membela kepentingan para cukong tersebut.

Pada pemilu 2009 yang tinggal beberapa saat lagi belanja untuk iklan politik diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan belanja iklan politik menjelang Pemilu 2004. Belanja iklan politik ini sudah mulai terlihat dengan munculnya para tokoh untuk memaparkan visi dan misinya, terlepas dari apa pesan yang disampaikannya, namun biaya yang harus dikeluarkannya untuk iklan tersebut tidaklah sedikit . taruhlah dana yang digunakan untuk beriklan tersebut dibelanjakan untuk memperbaiki bangunan sekolah SD, yang kini banyak yang rusak di seluruh Indonesia, dan menewaskan murid-muridnya akibat kejatuhan atap, atau dana tersebut digunakan untuk membeli susu bagi para Balita di Nusa Tenggara Timur maka tak akan ada cerita Balita yang mengalami gizi buruk, atau dana tersebut digunakan untuk memberi bea siswa kepada murid yang tidak mampu maka tak akan ada cerita di mana seorang murid sekolah dasar melakukan bunuh diri karena malu tidak mampu membayar biaya SPP.

Sungguh ironis di tengah kondisi kesulitan ekonomi yang dialami oleh sebagian masyarakat kita, di satu sisi ada pihak yang mengatas namakan pembela rakyat miskin, pengayom rakyat miskin, menggunakan uangnya yang nota bene jika penghasilan seluruh orang miskin selama sebulan di Indonesia dikumpulkan, tak akan mampu menandingi biaya yang dikeluarkan untuk politik pencitraan tersebut, maka rakyat mana yang dibelanya ? Meski beriklan di televisi bukanlah sebuah tindakan kriminal. Apalagi uang yang dibelanjakan adalah dana yang legal, Bahkan bagi kalangan pelaku bisnis media akan menjadi rahmat menggembirakan, namun secara etika hal tersebut sangat sulit dibenarkan.

penulis adalah :
Sekretaris BAPILU Partai Karya Perjuangan
Dan saat ini sedang menempuh pendidikan pasca Sarjana
di Program Magister Komunikasi Politik Universitas Indonesia



Posted by adi sulhardi at 14:17
CHAPTER ३ Little John Edisi 8 TRADISI DALAM TEORI ILMU KOMUNIKASI


Sebagaimana yang telah dibahas pada chapter 1 little John Edisi 7 bahwa Craig telah membagi bidang kajian dalam tradisi Ilmu komunikasi menjadi tujuh bagian yaitu : (1) Tradisi Semiotika (2) Tradisi Fenomonologi (3) Cybernetic (4)sosialpsicholigical (5) Budaya Sosial (6) aliran kritis dan (7) retorika.


Dari semua bidang kajian dari ilmu komunikasi yang disebutkan di atas saling terpaut antara satu dengan yang lainnya । untuk itu ada baiknya penulis mebahas satu persatu dari 7 tradisi dalam bidang kajian ilmu komunikasi yang tersebut di atas :
1. TRADISI SEMIOTIKA
A. Apa Itu Semiotika
Semiotika adalah ilmu tentang tanda। Gambar atau simbol adalah bahasa
rupa yang bisa memiliki banyak makna. Suatu gambar bisa memiliki makna tertentu bagi sekelompok orang tertentu, namun bisa juga
tidak berarti apa-apa bagi kelompok yang lain. language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini “tanda” memegang peranan sangat penting dalam kehidupan umat manusia Tandatanda yang bersifat verbal adalah obyek-obyek yang dilukiskan, seperti obyek manusia binatang, alam, imajinasi atau hal-hal lain yang bersifat abstrak lainnya टांडा terdapat dimana-mana : ‘kata’ adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya। Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. Charles Sanders Peirce menegaskan bahwa manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda. Tanpa tanda manusia tidak dapat berkomunikasi.

बीDasar Pemikiran Tradisi Semiotika
Jadi terdapat banyak teori komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi.Simbol merupakan produk budaya suatu masyarakat untuk mengungkapkan ide-ide, makna, dan nilai-nilai yang ada pada diri mereka. Mengkaji aspek ini merupakan aspek yang penting dalam memahami komunikasi.
Diantara sekian banyak pakar tentang semiotika ada dua orang yaitu Charles Sanders Peirce dan Ferdinand de Saussure yang dapat dianggap sebagai pemuka-pemuka semiotika modern Kedua tokoh inilah yang memunculkan dua aliran utama semiotika modern

C.. Varian Dalam Tradisi Semiotika
Semiotika dapat dibagi menajdi 3 area kajian yaitu semantic (bahasa), Sintagmatic dan paradigmatic.
C.a. Semantic (bahasa) merujuk pada bagaimana hubungan antara tanda
dengan objeknya atau tentang keberadaan dari tanda itu sendiri. Semantic terbagi kepada dua hal yaitu hal tentang apa yang dipikirkan dan hal tentang tanda itu sendiri. Dan mengkorelasikan kedua hal tersebut. Kapan saja ketika muncul pertanyaan dari kita untuk apa tanda itu ada ? kita berada adalah bagian dari dunia kata . sebagai contoh dalam kamus dia menginformasikan kita tentang apa arti dari kata itu atau apa yang dimaksud. Teori ini merupakan pendekatan kaum semiotika ini hanya memperhatikan tanda-tanda yang disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh mereka yang mengirimkannya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima). Para ahli semiotika ini tidak berpegang pada makna primer (denotasi) tanda yang disampaikan, melainkan berusaha untuk mendapatkan makna sekunder (konotasi).
C.b. sintagmatic
atau kajian tentang hubungan antar tanda . tanda hampir tidak dapat berdiri sendiri. Dia selalu menjadi bagian dari system yang lebih besar. Tanda seperti itu biasanya lebih dikenal sebagai kode. Sebuah kode di organisir berdasarkan aturan , jadi tanda yang berbeda dapat menghasilkan pemikiran yang berbeda pula dan tanda bisa saja diletakkan hanya pada wilayah tertentu saja. Semiotika pada teori ini menganggap bahwa tanda akan dapat dipahami apabila ada hubungannya dengan tanda yang lain.

C.c. Paradigmatic
pada teori ini tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. mengungkapkan bahwa sebuah komunikasi terjadi apabila terjadi kontak antara adresser (asal) dan adressee (tujuan).Makna yang disampaikan adresser harus berbentuk sebuah kode (code) sehingga adresser harus melakukan encode terhadap makna tersebut agar menjadi kode. Kemudian kode ini akan diterima adresse dengan melakukan decode. Proses coding Konteks budaya menjadi satu acuan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja . Pria berkuda yang memberikan memiliki konotasi kejantanan, kegagahan belum tentu sesuai dengan konteks budaya suatu kelompok masyarakat tertentu.

2. TRADISI FENOMENOLOGI
A. Apa Itu Fenomenologi

Inti tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan tentang khalayak dalam berinteraksi dengan media. Demikian pula bagaimana proses yang berlangsung dalam diri khalayak.. Kajian tentang proses resepti (reception studies) yang berlangsung dalam diri khalayak menjadi penting.Pendekatan etnografi komunikasi menjadi penting diterapkan dalam tradisi ini.

B. Dasar Pemikiran Tradisi Fenomenologi
Ada tiga prisnsip dasar dari fenomenologi menurut Stanley Deetz yang pertama adalah pengetahuan adalah kesengajaan makasudnya pengetahuan bukanlah didapat dari pengalaman akan tetapi didapat dari bagaimana menjadikan pengalaman tersebut menjadi sebuah pelajaran. Yang kedua berisi potensi dari diri. Yang ketiga adalah bahasa adalah kendaraan dari pikirian.

C. Varian dari Tradisi Fenomenologi
kajian fenomenologi terbagi menajdi tiga bagian yaitu : (1) fenomenologi Klasik (2) Fenomenologi Persepsi dan (3) Hermenetik fenomnelogi.

C.a. Fenomonelogi Klasik
dipelopori oleh Edmund Husserl penemu Fenomenologi Modern Husserl percaya kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, tapi kita harus bagaimana pengalaman kita bekerja. Dengan kata lain kesadaran akan pengalaman dari setiap individu adalah jalur yang tepat untuk memahami realitas. Hanya melaui kesadaran dan perhatian maka kebenaran dapat diketahui. Bagaimanapun kita harus mengesampingkan penyimpangan kita. Kita harus mengesampingkan segala pemikiran dan kebiasaan untuk melihat pengalaman lain untuk dapat mengetahui sebuah kenyataan. Pada alur ini dunia hadir dengan sendirinya dalam alam sadar kita. Dalam artian menurut husser kita dapat memaknai suatu pengalaman secara objektif dengan tanpa membawa pemahaman kita sebelumnya terhadap pengalaman itu dalam artian kita harus objektif.

C.b. Fenomenologi
Persepsi berlawanan dengan Husser yang membatasi fenomenologi pada objektivitas marleu ponty menjelaskan manusia adalah kesatuan dari mental dan fisik yang mengartikan atau mempersepsikan dunia. kita mengetahui berbagai hal hanya melalui hubungan kita ke berbagai hal tersebut. Sebagaimana pada umumnya manusia, kita dipengaruhi oleh dunia akan tetapi kita juga mempengaruhi dunia terhadap pengalaman tersebut.
berbagai hal tidak bertahan dan berdiri sendiri terlepas dari bagaimana mereka dikenal. melainkan orang-orang memberi arti kepada berbagai hal di dunia, dan pengalaman fenomenologi adalah suatun hal yang subjective.

C.c. Fenomenologi
Hermeneutik aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan filosofis yang juga biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu “interpretasi untuk menjadi”. Yang paling utama bagi Heidegger adalah pengalaman tak dapat terjadi dengan memperhatikan dunia. Menurut Heidegger pengalaman sesuatu tak dapat diketahui melalui analisa yang mendalam melainkan pengalaman seseorang yang mana diciptakan dengan penggunaan bahasa dalam keseharian. Apa yang nyata dan apa yang yang sekedar pengalaman melalui penggunaan bahasa.

3. TRADISI CYBERNETIC
A. Apa Itu Cybernetic
Tradisi cybernetic berangkat dari teori sistim yang memandang terdapatnya suatu hubungan yang saling menggantungkan dalam unsur atau komponen yang ada dalam sistim. Hal lain yang penting adalah sistim dipahami sebagai suatu sistim yang bersifat terbuka sehingga perkembangan dan dinamika yang terjadi dilingkungan akan diproses didalam internal sistim.
B। Dasar Pemikiran Tradisi Cybernetic

Teori informasi berada dalam kontek ini. Demikian pula konsep feedback menjadi penting dalam hal ini. Perkembangannya dapat pula disebut teori-teori yang dikembangkan dari teori informasi .
teori ini mengagumkan sangat padu dan konsisten, dan mempunyai suatu dampak yang utama pada banyak bidang, yang mencakup tentang komunikasi. pada sistem banyak berkaitan dengan komputer dan mesin, pikiran manusia dan kehidupan sosial manusia dapat dipahami dengan penggunaan system ini secara baik. Seperti hasilnya Tradisi Cybernetic tidak hanya berimplikasi pada perkembangan teknolig informasi akan tetapi juga pada ilmu sosial dan ilmu komunikasi.

C. Varian Tradisi Cybernetic
Kita mengenal ada tiga macam Teorin dalam Tradisi Cybernetic yaitu Basic System Theory, General System Theory dan second order Cybernetic.

C.a. Basic System Theory : ini adalah fromat dasar , pendekatan ini melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Dengan kata lain kita dapat melihat bagian dari system dan bagaimana mereka saling berhubungan. Kita dapat mengamati secara obyektif mengukur antara bagian dari system dan kita dapat mendeteksi input maupun output dari system. Lebih lanjut mengoperasikan atau memanipulasi system dengan mengganti input dan tanpa keahlian karena semua diproses melalui mesin. sebagai alat bantu bagi bagi para professional seperti system analyst, konusltan manajemen, dan system designer telah membangun sebuah system analisa dan mengembangkannya.

C.b. General System Theory teori ini diformulasikan oleh Ludwig Von Bertalanffy seorang biologist. Bertalanffy menggunakan GST sebagai sarana pendekatan multidisiplin kepada ilmu pengetahuan. System ini menggunakan prinsip untuk melihat bagaiaman sesuatu pada banyak bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain. Pembentukan sebuah kosa kata untuk mengkomunikasikan lintas disiplin ilmu.
C.c. Second Order Cybernetic dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak dapat melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya dikarenakan pengamat selalu ditautkann dengan system yang menjadi pengamatannya. Melalui perspektif ini kapanpun kita mengamati system ini maka kita akan saling mempengaruhi. Karena hal ini memperlihatkan bagaimana sebuah pengetahuan sebuah produk menjerat antara yang mengetahui dan yang diketahui.
4. TRADISI PSIKOLOGI SOSIAL
A. Apa Itu Psikologi Sosial
Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran behavioral. Psikologi Sosial memberi perhatian akan pentingnya interaksi yang mempengaruhi proses mental dalam diri individu. Aktivitas komunikasi merupakan salah satu fenomena psikologi sosial seperti pengaruh media massa, propaganda, atau komunikasi antar personal lain.
B. Dasar Pemikiran Tradisi Psikologi Sosial
Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek diri manusia. Proses komunikasi manusia merupakan proses yang berlangsung dalam diri manusia. Selanjutnya dalam komunikasi antar personal juga akan banyak dijelaskan dengan teori-teori dari tradisi psikologi sosial. Misalkan manusia dalam membuat suatu pesan dilatari faktor-faktor tertentu seperti motiv, kebutuhan, dan sebagainya. Demikian pula terlibatnya faktor prasangka, streotip, skema pemikiran, dan sebagainya yang mempengaruhi dalam komunikasi antar personal. Beberapa konsep penting disini dapat disebutkan seperti judgement, prejudice, anxienty, dan sebagainya.

d. Varian Tradisi Psikologi Sosial
Tradisi Psikologi sosial dapat dibedakan menjadi tiga cabang yaitu : (1) Behavioral (2) Koginitif (3) Bilogikal
D.a. Behavioral
pada cabang ini kita dapat melihat bagaimana orang
bertindak dalam sebuah stuasi komunikasi. Tipikal dari teori ini adalah kepada hubungan apa yang kita katakana dan apa yang kita lakukan.

d.b. Koginitif
cabang ini cukp banyak digunakan saat ini berpusat pada pola pemikiran cabang ini berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses informasi dengan cara yang arah tingkah laku yang keluar . dengan kata lain apa yang kamu lakukan dalam berkomunikasi tidak hanya tergantung pada stimulus response tapi juga proses mental untuk memaknai suatu informasi.

C.c. kemudian biological
cabang ini berupaya mempelajari manusia dari sisi Biologikalnya

5. TRADISI SOSIAL BUDAYA
A. Apa Itu Tradisi Sosial Budaya
Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi berlangsung dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan mempengaruhi kebudayaan suatu masyarakat. Konsep kebudayaan yang dirumuskan Clifford Geertz tentu saja menjadi penting. Media massa, atau individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor situasional tertentu.

B. Dasar Pemikiran Tradisi Sosial Budaya
Pendekatan interaksi simbolik, konstruktivisme merupakan hal yang penting disini. Interaksi simbolik menekankan pada bagaimana manusia aktif melakukan terhadap realitas yang dihadapi. Hal ini dapat membantu menjelaskan dalam proses komunikasi antar personal. Sedangkan konstruktivisme menekankan pada proses pembentukan realitas secara simbolik. Maka komunikasi baik bermedia maupun antar pribadi sesungguhnya dapat dilihat sebagai proses pembentukan realitas.

C. Varian Tradisi Sosial Budaya
Seperti halnya semua tradisi tradisi sosial budaya memiliki 3 varian yaitu Interaksi symbolic, kontruksionis, dan sosial lingustik.

C.a. Interaksi symbolic
merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosiologi oleh George Herbert Mead dan ZHerbert Blumer yang menekankan pentingnya pengamatan dalam studi komunikasi sebagai cara untuk dari menyelidiki hubungan sosial. gagasan dasar dari teori ini diadopsi dan ditekuni oleh banyak ilmuwan social dan saat ini disatukan dalam bidang studi kelompok, emosi, diri, politik, dan struktur sosial

C.b. Konstruksi Sosial
pada cabang ini menginvestigasi bagaimana pengetahuan manusia dikosntruksi melalui interaksi sosial. Identitas dari sesuatu dihasilkan dari bagaimana kita membicarakan suatu objek , bahasa yang digunakan untuk menampung konsep kita dengan cara di mana group sosial berorientasi pada pengalaman mereka.

C.c. Sosial Linguistik
Ludwig Wittgenstein seorang filosof Jerman memulai perkerjaan ini dengan mengusulkan bahwa arti dari bahasa tergantung pada penggunaannya. bahasa, yang digunakan dalam hidup sehari hari., bahasa adalah suatu permainan sebab orang-orang mengikuti aturan untuk berbuat berbagai hal dengan bahasa.

6. TRADISI KRITIS
A. Apa Itu Tradisi Kritis
Tradisi ini tampak kental dengan pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Komunikasi diharapkan berperan dalam proses transformasi masyarakat yang lemah.

B. Dasar Pemikiran Tradisi Kritis
Tradisi ini berangkat dari asumi teori-teori kritis yang memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Proses komunikasi dilihat dari sudut kritis.Bahwa komunikasi disatu sisi telah ditandai dengan proses dominasi oleh kelompok yang kuat atas kelompok masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktifitas komunikasi mestinya menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok masyarakat yang lemah. Bahwa paradigma ini disatu sisi tergolong positivistik karena bersifat empiris mengenai realitas yang tersusun atas kelompok berkuasa dan kelompok yang dikuasai. Pada sisi lain, paradigma kritis tidak bersifat objektif sebagaimana prasyarat dalam paradigma positivistik. Paradigma kritis sedari awal melakukan keberpihakan terhadap kalangan yang dikuasai. Ini yang disebut ilmuwan tidak hanya menjadi pengamat tetapi juga terlibat dalam melakukan emansipasi terhadap kalangan yang lemah itu.

C. Varian Tradisi Kritis
Tradisi Kritis diawali oleh friedich engels dan karl marx . marxisme merupakan peletak dasar dari tradisi kritis ini . Marx mengajarkan bahwa ekonomi merupakan dasar dari segala struktur sosial. Dan menganggap kapitalis merupakan penindasan terhadap buruh dan kelas pekerja. Maka dari itu theory marx disebut sebagai kritik dari politik dan ekonomi.

C.a. Kritik Politik ekonomi pandangan ini merupakan revisi terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan realitas kedalam dua kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas berdasarkan kepentingan ekonomi. Sebaliknya, mereka yang mencoba tetap
menggunakan asumsi Marxist namun memandang bahwa dalam realitas sosial yang komplek sesungguhnya terjadi pertarungan ideologi.

C.b. aliran Frankfurt mengarah kepada filosof jerman, sosiologis, dan pakar
ekonomi. Frankfurt school merupakan yang mulai memeprkenalkan tradisi kritis dalam ilmu sosial. Aliran ini memperkenalkan bahwa aliran kritis . dalam rangka mempromosikan suatu filosofi sosial teori kritis mampu menawarkan suatu interkoneksi dan pengujian yang menyeluruh perubahan bentuk dari masyarakat, kultur ekonomi, dan kesadaran.

C.c. Posmodernisme merupakan masa setelah modernisme. Ditandai dengan
sifat relativitas, tidak ada standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral (grand narative). Menghargai hal-hal yang lokal, keunikan, dan semacamnya.

C.d. Cultural studies suatu ideologi yang mendominasi suatu kultur tetapi
memusatkan pada perubahan sosial dari tempat yang menguntungkan dari kultur itu sendiri.

C.e. Post strukturalis yakni pandangan yang memandang realitas merupakan sesuatu yang komplek dan selalu dalam proses sedang menjadi. Realitas tidak sebagaimana pandangan kalangan strukturalis yang melihat sudah bersifat teratur, tertata, dan terstruktur. Realitas merupakan suatu proses pembentukan yang berlangsung terus menerus dengan melibatkan banyak kalangan dengan identitas masing-masing. Yang menonjol adalah terdapatnya proses artikulasi dari masing-masing kalangan.

C.f. Post Colonial mengacu pada semua kultur yang dipengaruhi oleh proses
imperial dari masa penjajahan sampai saat ini.

7. Tradisi Retorika
A. Apa Itu Tradisi Retorika
Tradisi retorika memberi perhatian pada aspek proses pembuatan pesan atau simbol. Prinsip utama disini adalah bagaimana menggunakan simbol yang tepat dalam menyampaikan maksud.

B। Dasar Pemikiran retorika

Tradisi retorika berpusat pada lima pengaturan atau lebih dikenal dengan five canon of rhetoric yang mencakup Penemuan, pengaturan gaya, penyerahan dan memori.
Penemuan yang dimaksud di sini adalah mengacu pada konsepsi pada konsepsiluasisasi sebuah proses melalui pemaknaan pada data melalui interprestasi, pada sebuah pengakuan dari sebuah fakta yang tidak dapat dengan mudah kita hadirkan tapi kita menginterpretasikan sesuai khalayak yang kita hadapi dalam artian kita menyesuaikan apa yang kita bicarakan sesuai dengan khalayak yang kita hadapi.
Pengaturan adalah sebuah proses untuk mengatur symbol-symbol mengatur penyampaian dalam hubungannya dengan orang, dengan melibatkan konteks dan symbol. Gaya sangat diutamakan dalam teori ini.
Penyerahan Tradisi menjadikan symbol sebagai sarana untuk mempengaruhi mencakup pemilihan bahasa nonverbal dalam berbicara, menulis, atau menyampaikan suatu pesan.
Pengingatan tidak lagi pada pengingatan yang sederhana dalam berbicara tetapi pengingatan keseluruhan merupakan cara jitu dalam mempengaruhi dan memproses suatau informasi.

C. Varian Tradisi Semiotika
Retorika diartikan berbeda pada setiap zaman kita mengenal ada tujuh masa perkembangan dari retorika yaitu, klasik, abad pertengahan, masa renaissance, penerangan , kontemporer dan post modern.

C.a. Era Klasik didominasi oleh aliran seni dalam berbicara kaum sophist
sebagai pelopor aliran ini berkeliling mengajarkan retorika tentang bagaimana berargumen dan memenangkan sebuah kasus pada masa awal di mana retorika baru diperkenalkan. Plato sangat tidak menyukai aliran sophist ini dan menjuluki kaum sophis ini karena mereka berorientasi bagaimana menang dalam berdebat karena menurut plato yang nota bene beraliran filosof bahwa retorika digunakan untuk alat berdialog untuk mencapai kebenaran yang absolute.

C.b. Abad Pertengahan study tentang retorika berfokus pada pengaturan
gaya . namun retorika pada abad pertengahan dicela sebab dianggap sebagai ilmu kaum penyembah berhala dan tidak perlu dipelajari sebab agama Kristen dapat memperlihatkan kebenarannya dengan sendiri. Pada abad ini bisa dikata sebagai the end of retorika. Sebelum agustine seorang guru retorika mengatakan dalam buku doktrin Kristen bahwa retorika dibutuhkan bagi seorang pendeta untuk dapat menerangkan retorika dan menyenangkan umatnya.

C.c. Renaissance masa ini dianggap sebagai kelahiran kembali retorika
sebagai suatu seni. Para sarjana humanis member perhatian dan concern pada semua aspek untuk kemanusiaan, penelitian kembali text-text retorika klasik dalam rangka memahami manusia.

C.d. Abad Pencerahan selama masa ini para pemikir seperti Rene Descartes
dalam rangka menentukan apa yang bisa disebut sebagai suatu yang absolute dan objective pada pikiran manusia। Francis Bacon mengatakan retorika menggerakkan imajinasi pada pergerakan yang lebih baik. Logika atau pengetahuan merupakan bagian dari bahasa , dan retorika menjadi sarana untuk mengetahui suatu atau menyampaikan suatu kebenaran. Hal ini menjadikan retorika kembali menjadi citra yang baik seperti saat ini.


C।c. Pada masa Retorika kontemporer diringi dengan tumbuhnya minat retorika seperti jumlah dan macam symbol meningkat. Apalagi dengan kehadiran media massa maka penyampaian pesan disampaiakn secara visual dan verbal.

C.e. Retorika Postmodern tidak lagi berpaku pada gaya retorika yang dikembangkan oleh barat dia menyesuaikan retorika sesuai dengan budaya tempat di mana pesan disampaikan. Aliran ini merupakan alternative yang dimulai dari asumsi yang berbeda, nilai nilai acuan yang berbeda, untuk menghasilkan suatu retorika yang berbeda pula.
Posted by adi sulhardi at 08:32
Jumat, 16 Mei 2008
KERANGKA AKUNTABILITAS MEDIA

Kerangka Akuntabilitas Media merupakan tindakan menangani dugaan-dugaan, mengemukakan tanggung-jawab dan bagaimana tuntutan-tuntutan diekspresikan. Kerangka juga memberikan indikasi untuk menyeleksi klaim-klaim yang layak diselesaikan / ditangani. Banyaknya jenis klaim yang potensial terjadi terhadap publikasi media kemudian mengkondisikan sejumlah alternatif pendekatan dalam menerapkan kerangka akuntabilitas media menurut Dennis Mc. Quail’s:

Law & Regulation

Regulasi formal membangun dan menentukan struktur perusahaan media (elektronik & cetak) yang jelas agar efektif menjalankan fungsinya dengan baik. Keunggulan menggunakan alternatif ini adalah ; Pertama, media mempunyai kekuatan hukum yang jelas dalam menghadapi klaim, karena di ‘back up‘ oleh regulasi, hukum, dan kebijakan yang kuat. Kedua, juga terdapat kontrol yang demokratis melalui sistem politik, yang menyudahi dan menjadi alat memeriksa penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, kejelasan ruang lingkup regulasi yang membatasi dan menghindari penyimpangan kebebasan.

Kendala dari menggunakan alternatif pendekatan Law & Regulation; Pertama, rentan konflik, terutama antara itikad menjaga kebebasan berekspresi dan membuat akuntabilitas media. Kekuatiran terhadap sanksi hukum/regulasi berjalan seiring sensor internal meskipun hal ini tidak dibenarkan. Kedua, lebih mudah diterapkan dalam struktur daripada dalam conten ketika definisi sulit dibentuk dan munculnya kebebasan berekspresi. Ketiga, umumnya menguntungkan pihak berkuasa dan pemodal. Keempat, hukum dan regulasi selalu sulit untuk ditegakkan, sulit memprediksi efek jangka panjangnya serta sulit dirubah jika sudah ‘out of the

The Market Frame

Adalah penjelasan singkat dari sistem Suply dan Demand. Media memberikan publikasi berdasarkan apa yang sedang diminati oleh publik. Publik bebas memilih dan pilihan mereka memberikan ‘sign’ atau pertimbangan-pertimbangan bagi media dengan tujuan efisiensi. Keunggulan dari market frame, Media dituntut untuk kreatif dan peka terhadap kepentingan publik. Kendala dari menggunakan alternatif market frame ; Pertama, media mempunyai otoritas melakukan sistem regulasi sendiri, yang sangat memungkinkan komersialisasi media. Kedua, sangat potensial memunculkan monopoli media, golongan dengan power/finansial yang kuat akan semakin berpeluang menguasai pasar.

The Frame of Public Responsibility

Karena media merupakan sebuah intitusi sosial maka media seharusnya bertugas menjaga hubungan langsung dengan publik. Dalam hal ini media berperan sebagai wadah penyaluran aspirasi masyarakat. Selain itu, Organisasi media juga merupakan intitusi sosial tempat bertemunya banyak komitmen profesional (baik secara sukarela maupun sebaliknya) yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama perusahaan, memperoleh keuntungan dalam bisnis media. Keunggulan dari alternatif ini; Pertama, memberi kesempatan kepada publik untuk menyuarakan aspirasi secara langsung sehingga publikasi akan lebih demokratis dan objektif. Kedua, membuka peluang kerja. Kendalanya adalah, banyak media yang menolak statusnya sebagai ‘wakil’ masyarakat dengan mengatasnamakan kebebasan media.

The Frame of Profesional Responsibility

Akuntabilitas yang muncul dari kebutuhan adanya ‘self-respect’ dan kode etik dikalangan professional media. Yang kemudian kebutuhan pembuatan standar kinerja yang baik diantara kalangan professional tersebut. Standar tersebut termasuk prosedur untuk mendengarkan dan menilai sebuah tuntutan dan keluhan terhadap suatu kegiatan/publikasi media. Umumnya berurusan dengan potensi kerugian/bahaya yang muncul dari aktifitas media terhadap individu/kelompok masyarakat tertentu. Profesionalisme dalam media seringkali didukung oleh pemerintah, lembaga publik lainnya serta pengembangan pendidikan/pelatihan media.

Keunggulannya, akuntabilitas media dapat bekerja dengan baik menginggat pekerja media akan dipandu dan dapat bekerja dengan tanggung-jawab professional. Pendekatan ini mengakomidir unsur kerelaan kaum professional maupun unsur kepentingan perusahaan media. Sehingga tidak bersifat koersif dan menyemangati pengembangan kompetensi / kepribadian individu professional. Kendalanya, profesionalisme sulit berkembang karena pada umumnya pekerja media mempunyai sedikit otonomi dalam manajemen media. Pengambilan kebijakan publikasi media secara signifikan masih belum bisa dipengaruhi oleh profesionalisme, tetapi lebih didominasi oleh pemilik media.
Posted by adi sulhardi at 11:43
JURGEN HABERMAS DAN FRANKFURT SCHOLL


Kemunculan mazhab Frankfurt bisa diteropong dari realitas masa ketika sains mulai menakutkan dalam kehidupan manusia. Bagi mazhab Frankfurt, logos telah mengubah wataknya dari protagonis ke antagonis. Senjata nuklir menjadi mitos baru yang menakutkan. Dengan teori kritiknya, mazhab Frankfurt, melakukan pertautan teori dengan praksis sosial manusia. Pengetahuan manusia dan ekistensinya merupakan hal yang tak terpisah pada realitas eksistensi eksternal. Antara pengetahuan manusia dengan segala motif yang menyertainya merupakan konsekuensi logis yang mustahil terberi. Problem motivasi apa yang ada pada pengetahuan setiap manusia, itulah yang mestinya dicurigai, sebab perdebatan apakah pengetahuan itu bebas nilai atau tidak, merupakan perdebatan yang menghabiskan waktu.

Adalah Jurgen Habermas, salah seorang tokoh terkemuka Mazhab Frankfurt, yang kemudian mencoba meretas kebuntuan teori kritis pendahulunya. Dari sejumlah penelitian dan perhatiannya terhadap komunikasi, ia kemudian menemukan solusi atas kesalahan pendahulunya dalam menggagas teori kritik masyarakat. Karenanya, ia dikenal sebagai pembaharu teori kritis. Sebab ia tidak sekedar merefleksikan kesalahan epistemologis pendahulunya yang mengantarkan mereka ke jalan buntu dalam bentuk penilaian. Malah Habermas, menyuburkan kembali khasanah teori kritis dengan sebuah paradigma baru. Rasio instrumental yang menjadi bagian dari teori kritis mashab Frankfurt, digesernya ke dalam apa yang ia sebut sebagai rasio komunikatif.

Habermas, memusatkan diri pada pengembangan piranti teori komunikasi dengan mengintegrasikan linguistic-analysis dalam teori kritisnya. Teori kritis Habermas kemudian diperkenalkan dengan nama The Theory of Communicative Action. Teori Tindakan Komunikatif yang di gagasnya, menandai usaha brilian untuk mendialogkan teori kritisnya dengan tradisi-tradisi besar ilmu-ilmu sosial modern.Dasarnya adalah distingsi tentang praksis. Praksis tidak hanya dipahami sebagai arbeit melainkan juga sebagai komunikasi. Praksis, dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukkan alam dengan kerja, melainkan juga dalam interaksi intersubjektif dengan bahasa keseharian. Praksis merupakan konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis. Praksis bukanlah tingkah-laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Praksis merupakan hal yang tak terpisahkan dengan teori. Sehingga pembahasan praksis dalam teori Habermas, merupakan upaya untuk mempertautkan teori dengan praktik yang telah dipisahkan oleh bangunan positivistik atas nama pemurnian pengetahuan, paham kebebasan nilai ilmu-ilmu sosial, sebagai efek dari duel peradaban anatar logos dan mitos. Ruh dari teori tindakan komunikatif Habermas, merupakan cita suci pencapaian konsesnsus melalui komunikasi bebas dominatif, di mana pelaku komunikasi berada pada ruang subyek dan memposisikan apa yang dikomunikasikan sebagai obyek. Pelaku komunikasi mesti berada pada titik kesetaraan sebagai hal yang niscaya, sebab makna sebuah teks mesti dipahami tanpa paksaan.

Bagi Habermas, teori Kritis merupakan suatu metodologi yang berdiri pada ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Teori Kritis hendak menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi yang bersifat transendental yang melampaui data empiris. Dengan demikian, Teori Kritis merupakan dialektika antara pengetahuan yang bersifat transendental dan yang bersifat empiris. Ini sekaligus sebagai penegasan tentang negasi ahistoritas ilmu pengetahuan yang dilancarkan saintisme atau positivisme sebagai serangan terhadap teori kritis. Sebab ilmu pengetahuan yang dipahaminya tidak menafikkan data pengalaman empiris. Teori kritis bermaksud membebaskan pengetahuan manuisa, bila terjatuh dan membeku pada salah satu ranah, entah transendental ataukah empirisme. Sebuah refleksi diri, ideologiekritik. Sebuah kritik ideologi.

Meskipun istilah wacana (discourse) sering dianggap sebagai sesuatu yang sederhana namun pada kenyataannya istilah ini cukup kompleks. Wacana (diskursus) merupakan wilayah kajian bahasa namun ia juga berkaitan langsung dengan praktek sosial dan kehidupan sehari-hari. Dalam konteks bahasa, wacana didefenisikan sebagai cara tertentu dalam berbicara, menulis dan berpikir. Wacana adalah cara tertentu dalam menggunakan bahasa. Akan tetapi, wacana tidak hanya merupakan cara berbahasa, namun lebih penting lagi, ia berkaitan secara langsung dengan praktek berbahasa tersebut, dan relasi sosial dibelakang praktek tersebut. Sebagai satu bentuk praktek, wacana berkaitan dengan ‘sejarah’ dan ‘waktu’. Wacana berkaitan dengan penggunaan bahasa di dalam zaman, waktu dan tempat tertentu. Sebagai salah satu konsep penting dalam filsafat ‘post-strukturalisme’, wacana melihat pentingnya kajian tentang ‘sejarah’ dan ‘waktu’ di dalam perbincangan tentang bahasa prakteknya. Ini bertentangan dengan pandangan strukturalisme yang justru menolaknya karena mementingkan ‘struktur’ yang melampaui kawasan sejarah.
Posted by adi sulhardi at 11:32
Jumat, 09 Mei 2008
TRADISI KRITIS DALAM COMMUNICATOR
Review Liitle John Edisi 8

Teori politik identitas memiliki kesamaan dengan cara pandang kritikal tentang identitas dan memiliki implikasi penting bagi komunikator. Teori identitas berawal dari berbagai gerakan sosial yang berkembang di amerika serikat pada tahun 1960-an, seperti, hak-hak sipil, black power/ hak-hak kulit hitam, gerakan perempuan dan gerakan gay dan lebian.

Secara umum gerakan-gerakan ini memiliki beberapa kategori identitas :

1. Para anggota dari kategori identitas membagi analisa yang sama terhadap

tekanan bersama mereka

2. Tekanan bersama menggantikan semua kategori identitas yang lain

3. Anggota-anggota kelompok identitas selalu saling bersekutu.

Hal ini menimbulkan asumsi tentang bagaimana individu-individu yang terlibat dalam gerakan-gerakan ini melakukannya berdasar atas bagaimana mereka membangun identitas mereka. Inti dari asumsi ini adalah konsep identitas itu stabil, utuh, kategori kejelasan diri yang luas berbasis pada penanda seperti : sex, ras dan kelas – dimensi-dimensi tersebut bersifat individual.

Dugaan bahwa identitas itu tetap dan stabil telah membawa teori-teori ini untuk menekankan pada keberbedaan. Tidak ada karakter yang esensial untuk mendefinisikan semua wanita atau semua pria atau semua orang asia atau semua orang latin. Ide tentang keberbedaan baru muncul ketika penanda-penanda identitas dapat mengkarakterisasikan ciri apa yang dibawa oleh seseorang tersebut. Terdapat tiga teori yang memudahkan kita dalam melihat tradisi ini.

Teori Sudut Pandang

Sandra Harding dan Patricia Hill Collins yang merumuskan teori ini dalam ilmu sosial. Julia Wood dan Marsha Stanback Houston yang memasukan teori ini ke dalam disiplin ilmu komunikasi. Teori ini fokus pada bagaimana keadaan kehidupan pribadi seseorang dapat mempengaruhi orang tersebut dalam memahami dan membangun dunia kemasyarakatannya.

Untuk memahami pengalaman-pengaman tersebut bukan dimulai dari kondisi sosial, harapan peran, atau definisi gender tetapi dari perbedaan cara masing-masing orang membangun kondisi-kondisi tersebut dan pengalaman-pengalaman mereka dengan kesemuanya itu.

Yang juga penting dalam teori ini adalah the notion of layered understanding / dugaan terhadap pemahaman berlapis. Maksudnya adalah kita memiliki identitas beragam yang tumpang tindih pada cara pandang kita yang unik, termasuk didalamnya interaksi ras, kelas, gender dan seksualitas dalam berbagai segi identitas. Pakar feminisme, Gloria Anzaldua memberikan contoh tentang identitas berlapis dirinya sendiri : feminis lesbian dunia ketiga dengan kecenderungan marksis dan mistis.

Teori ini juga memperkenalkan tentang element of power to the issue of identity. Keterpinggiran atau keterkuasaan seseorang dilihat dari sudut pandang kekuasaan. Novel dari Nadine Gordimer, July’s People, adalah contoh yang baik menggambarkan keadaan ini. Juli seorang pembantu dari keluarga kulit putih di afrika selatan membawa keluarga majikannya ke kampung halamannya ketika revolusi meletus. Untuk pertama kalinya keluarga itu baru memahami tentang siapa pembantu mereka itu dan bagaimana mereka sangat tergantung kepadanya pada saat-saat seperti itu.

Marsha Houston, mengembangkan sudut pandang epistemology dari perspektif feminis afro-amerika. Dia mengartikulasikan kesulitan-kesulitan dalam dialog diantara wanita kulit hitam dan putih, memberikan perbedaan-perbedaan epistemology dalam pengalaman hidup masing-masing. Dia juga menjelaskan budaya resisten adalah ciri dari kehidupan wanita kulit hitam.

Identitas sesuatu yang terbangun dan tertampilkan

Untuk memahami identitas sebagai sebuah kategori yang berisi identitas-identitas yang berhubungan, teori harus berada dibawah label politik identitas hari ini yang memiliki perhatian pada konstruksi dan tampilan dari kategori identitas.

Berdasar itu tidak ada identitas yang eksis diluar dari konstruksi sosial dari kebudayaan yang lebih besar. Kita mendapatkan identitas kita dalam bagian besar dari konstuksi yang mencakup bentuk identitas dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagiannya, seperti : keluarga, komunitas, kelompok kebudayaan, dan ideologi dominan yang ada.

Jadi isu-isu : gender, kelas, ras dan seksualitas selalu terwujudkan dalam perlawanan mereka terhadap identitas-identias tersebut. Identitas kita selalu dalam proses menjadi, tidak pernah selesai, sebagai tanggapan kita pada konteks dan situasi disekitar kita.

Contohnya Barbara Ponse menjelaskan, tahap-tahap dalam perkembangan identitas lesbian sebagai kerja identitas. Shan Phelan, sebuah proyek bukan sekedar peristiwa. Gender Trouble dari Judith Butler, sebuah contoh yang yang bagus dalam kajian identitas dan sangat berpengaruh.

Teori Queer

Karya Butler tidak hanya berpengaruh pada teori identitas tetapi juga pada teori queer. Teori ini tidak hanya menyangkut gender (maskulin / feminin) tetapi juga sex (male / female). Menurut Butler : Gender ought not to be construed as a stable identity or locus of agency from wich various acts follow. Rather, gender is an identity tenuously constituted in time, instituted in an exterior space through a stylized repetition of acts.

Teori queer tertarik mengkaji kombinasi dari berbagai kemungkinan dari tampilan gender. Kajian Queer adalah tentang proses, yang berfokus pada gerakan yang melampaui ide, ekspresi, hubungan, tempat dan keinginan yang menginovasi berbagai perbedaan cara penjelmaan di dunia. Para pakar Queer melihat implikasi kekuatan sosial dari mengadopsi model queer sebagai kerangka kerja dalam mempelajari isu-isu gender, seksualitas dan politik identitas. Michael Jackson, menjadi ikon menarik untuk dikaji.

Mereka bertujuan merubah cara pandang masyarakat terhadapisu-isu tersebut. Teori Queer selalu memiliki agenda politik untuk melakukan perubahan sosial. Point of resistance menjadi problematika terus menerus yang timbul. Bagi banyak aktivis, istilah Queer adalah label yang dilekatkan bersama untuk lesbian, gay, bisexual dan transgender, dalam politik misalnya penyatuan isu-isu tersebut menjadi penting. Queers menjunjung segala cara yang digunakan dalam mengekspresikan sex dari semua kemungkinan, jarak, tumpang tindih, perselisihan dan resonansi, kehilangan dan kelebihan dari makna itu sendiri. Teori Queer merupakan contoh terbaik dari postmodernisme.
Posted by adi sulhardi at 09:03 Links to this post
7 TRADISI DALAM TEORI ILMU KOMUNIKASI
Robert Craig mencoba menyebut adanya tujuh tradisi dalam kajian komunikasi

yaitu semiotik, fenomenologi cybernetik, psikologi sosial, , sosial budaya, kritis,dan retorika

1. Tradisi Semiotik

Dalam Littlejohn disebut secara lebih rinci landasan teoritis dari kalangan ahli linguistik seperti Ferdinand de Saussure, Charles S. Pearce, Noam Chomsky, Benjamin Whorlf, Roland Barthes, dan lainnya. Mencoba membahas tentang hakekat simbol. Jadi terdapat banyak teori komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi.Simbol merupakan produk budaya suatu masyarakat untuk mengungkapkan ide-ide, makna, dan nilai-nilai yang ada pada diri mereka. Mengkaji aspek ini merupakan aspek yang penting dalam memahami komunikasi.Teori-teori komunikasi yang berangkat dari tradisi semiotik menjadi bagian yang penting untuk menjadi perhatian. Analisis-analisis tentang iklan, novel, sinetron, film, lirik lagu, video klip, fotografi, dan semacamnya menjadi penting.

Tradisi Semiotika itu sendiri terbagi atas tiga Varian yaitu Semantic (bahasa) merujuk pada bagaimana hubungan antara tanda dengan objeknya atau tentang keberadaan dari tanda itu sendiri. sintagmatic atau kajian tentang hubungan antar tanda . tanda hampir tidak dapat berdiri sendiri. Dan yang terakhir paradigmatic yang melihat bagaiman sebuah tanda membedakan antara satu manusia dengan yang lain atau sebuah tanda bisa saja dimaknai berbeda oleh masing masing orang sesuai dengan latar belakang budayanya.

2. Tradisi Fenomenologi

Inti tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan tentang khalayak dalam berinteraksi dengan media. Demikian pula bagaimana proses yang berlangsung dalam diri khalayak. Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Ien Ang, dan sebagainya. Kajian tentang proses resepti (reception studies) yang berlangsung dalam diri

khalayak menjadi penting. Maka proses resepsi sangat ditentukan oleh factor nilai-nilai yang hidup dalam diri khalayak tersebut. Pendekatan etnografi komunikasi menjadi penting diterapkan dalam tradisi ini.

Adapun Varian dari tradisi Fenomonologi ini adalah Fenomonelogi Klasik dipelopori oleh Edmund Husserl penemu Fenomenologi Modern Husserl percaya kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, tapi kita harus bagaimana pengalaman kita bekerja. Dengan kata lain kesadaran akan pengalaman dari setiap individu. kemudian Fenomenologi Persepsi berlawanan dengan Husser yang membatasi fenomenologi pada objektivitas dan yang terakhir adalah Fenomenologi Hermeneutik aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan filosofis yang juga biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu “interpretasi untuk menjadi”.

3. Tradisi Cybernetik

Tradisi ini berkaitan dengan proses pembuatan keputusan. Tradisi cybernetik

berangkat dari teori sistim yang memandang terdapatnya suatu hubungan yang saling menggantungkan dalam unsur atau komponen yang ada dalam sistim. Hal lain yang penting adalah sistim dipahami sebagai suatu sistim yang bersifat terbuka sehingga perkembangan dan dinamika yang terjadi dilingkungan akan diproses didalam internal sistim. proses resepsi terhadap pesan yang berlangsung dalam diri khalayak. Beberapa figur penting disini adalah Wiener, Shannon-Weaver, Charles Berger, Guddykunts, Karl Deutch, dan sebagainya.

Adapun varian dari Tradisi Cybernetic ini adalah : Basic System Theory, ini adalah fromat dasar , pendekatan ini melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Yang kedua adalah General System Theory System ini menggunakan prinsip untuk melihat bagaiaman sesuatu pada banyak bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain. Dan yang ketiga adalah Second Order Cybernetic dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak dapat melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya.

4. Psikologi Sosial

Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran behavioral. perhatian pada perubahan sikap (attitude). Hubungan media dan khalayak tentunya akan

menyebabkan terjadinya perubahan sikap. Media menjadi stimulus dari luar diri khalayak yang akan menyebabkan terjadinya perubahan sikap.

Kasus lain seperti komunikasi persuasi. Pengaruh komunikator terhadap perubahan sikap khalayak.

Teori-teori yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat menjelaskan

tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan. Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan proses yang berlangsung secara internal dalam diri manusia seperti proses berfikir, pembuatan keputusan, sampai dengan proses menggunakan simbol. Demikian pula dalam proses memahami pesan yang diterima, manusia juga menggunakan proses psikologis seperti berfikir, memahami, menggunakan

ingatan jangka pendek dan panjang hingga membuat suatu pemaknaan. Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek diri manusia.

Proses komunikasi manusia merupakan proses yang berlangsung dalam diri manusia. Beberapa konsep penting disini dapat disebutkan seperti judgement, prejudice, anxienty, dan sebagainya.

Adapun Varian dari Tradisi ini adalah : Behavioral Tipikal dari teori ini adalah kepada hubungan apa yang kita katakana dan apa yang kita lakukan. Kemudian Koginitif cabang ini cukp banyak digunakan saat ini berpusat pada

pola pemikiran cabang ini berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses informasi dengan cara yang arah tingkah laku yang keluar . kemudian biological cabang ini berupaya mempelajari manusia dari sisi biologikalnya

5. Tradisi Sosial Budaya

Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi

berlangsung dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan kebudayaan suatu masyarakat. Konsep kebudayaan yang dirumuskan Clifford Geertz tentu saja menjadi penting. Media massa, atau individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor situasional tertentu. Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Geertz, Erving Goffman, George H. Mead, dan sebagainya.

Adapun varian dari Tradisi ini adalah : Interaksi symbolic merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosiologi oleh George Herbert Mead dan ZHerbert Blumer yang menekankan pentingnya pengamatan dalam studi komunikasi sebagai cara untuk dari menyelidiki hubungan sosial. Konstruksi Sosial pada cabang ini menginvestigasi bagaimana

pengetahuan manusia dikosntruksi melalui interaksi sosial. Dan yang terakhir Sosial Linguistik Ludwig Wittgenstein seorang filosof Jerman bahwa arti dari bahasa tergantung pada penggunaannya.

6. Tradisi Kritis

Tradisi ini berangkat dari asumi teori-teori kritis yang memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Proses komunikasi dilihat dari sudut kritis. Bahwa komunikasi disatu sisi telah ditandai dengan proses dominasi oleh kelompok yang kuat atas kelompok masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktifitas komunikasi mestinya menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok masyarakat yang lemah. Tradisi ini dapat menjelaskan baik lingkup komunikasi antar personal maupun komunikasi bermedia. Tradisi ini tampak kental dengan pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Komunikasi diharapkan berperan dalam proses transformasi masyarakat yang lemah.

Beberapa figur penting dapat disebut seperti Noam Chomsky, Herbert Schiller, Ben Bagdikian, C. Wright Mills, dan sebagainya yang pemikiran

mereka menyoroti tentang media sementara Stanley Deetz diantaranya pada komunikasi

adapun Varian dari Tradisi ini adalah : marxisme merupakan peletak dasar dari tradisi kritis ini . Marx mengajarkan bahwa ekonomi merupakan dasar dari segala struktur sosial. Kemudian Kritik Politik ekonomi pandangan ini merupakan revisi terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan realitas kedalam dua kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas berdasarkan kepentingan ekonomi. aliran Frankfurt Aliran ini memperkenalkan bahwa aliran kritis . dalam rangka mempromosikan suatu filosofi sosial teori kritis mampu menawarkan suatu interkoneksi dan pengujian yang menyeluruh perubahan bentuk dari masyarakat, kultur ekonomi, dan kesadaran. Posmodernisme Ditandai dengan sifat relativitas, tidak ada standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral . Cultural studies memusatkan pada perubahan sosial dari tempat yang menguntungkan dari kultur itu sendiri. Post strukturalis yakni pandangan yang memandang realitas merupakan

sesuatu yang komplek dan selalu dalam proses sedang menjadi. Post Colonial mengacu pada semua kultur yang dipengaruhi oleh proses

imperial dari masa penjajahan sampai saat ini.

7. Tradisi Retorika

Tradisi retorika memberi perhatian pada aspek proses pembuatan pesan atau simbol. Prinsip utama disini adalah bagaimana menggunakan simbol yang tepat dalam menyampaikan maksud. yang berkaitan dengan proses pembuatan pesan (message production) Tradisi retorika dapat menjelaskan baik dalam kontek komunikasi antar personal maupun komunikasi massa. Sepanjang memberi perhatian terhadap bagaimana prosesproses merancang isi pesan yang memadai sehingga proses komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Faktor-faktor nilai, ideologi, budaya, dan sebagainya yang hidup dalam suatu organisasi media atau dalam diri individu merupakan faktor yang menentukan dalam proses pembuatan pesan. Bahwa pesan dihasilkan melalui proses yang melibatkan nilai nilai, kepentingan, pandangan hidup tertentu dari manusia yang menghasilkan pesan.

Adapun varian dari tradisi ini dapat dibagi menajdi beberapa era yaitu Era Klasik, Abad Pertengahan, Renaissance, Pencerahan , kontemporer dan postmodernesme: era klasik di mana terjadi pertarungan antara dua aliran yaitu sophis dan filosof yang mana aliran sophis beranggapan bagaimana kita dapat berargumen untuk memenangkan suatu perkara melalui retorika tidak peduli apakh itu benar atau tidak dan berlawanan dengan aliran filosif yang menganggap bahwa Retorika hanya digunakan untuk berdialog untuk mendapatkan kebenran yang absolute. Era Abad pertengahan Abad Pertengahan study tentang retorika berfokus pada pengaturan

gaya . namun retorika pada abad pertengahan dicela sebab dianggap sebagai ilmu kaum penyembah berhala dan tidak perlu dipelajari sebab agama Kristen dapat memperlihatkan kebenarannya dengan sendiri. Era Renaissance Renaissance masa ini dianggap sebagai kelahiran kembali retorika sebagai suatu seni. Masa Pencerahan retorika menjadi sarana untuk mengetahui suatu atau menyampaikan suatu kebenaran. Hal ini menjadikan retorika kembali menjadi citra yang baik seperti saat ini. Era Kontemporer era ini ditandai dengan pemanfaatn media massa untuk menyampaikan suau pesan baik secara verbal maupun visual pada media massa. Postmodernisme Aliran ini merupakan alternative yang dimulai dari asumsi yang berbeda, nilai nilai acuan yang berbeda, untuk menghasilkan suatu retorika yang berbeda pula.

Posted by adi sulhardi at 08:56 Links to this post
THE CONVERSATION CHAPTER 6 Little John Eight Edition
Tradisi Psikologi Sosial
Teori psikologi sosial mengkonsterasikan diri pada hal hal yang mempengaruhi kebiasaan kita dalam berinteraksi. Dua tema besar yang dimunculkan dalam tradisi ini pada literature ini. Litertaruture yang pertama berfokus pada kondisi di mana suatu individu mengatur ketidak tahuan atau ketidakpastiannya pada orang lain yang terdiri atas bagaiamana ia mendapatkan informasi tentang orang lain, bagaimana ketidakpastian dan kecemasan berhubungan antara satu dengan yang lain, dan bagaimana ketidakpastian mengurangi proses hal hal yang berhubungan dengan kebudayaan.

Tema yang kedua adalah kelaziman pada psikologi sosial bekerja pada pembahasan yang melibatkan pengorganisasian, kordinasi dan hal hal yang berhubungan dengan kebiasaan dalam berinteraksi.

Memanajemen Ketidak-pastian dan Kecemasan
Charles berger dan William Gudykunst menjelaskan bahwa pada bagian ini merupakan garis penyambung kita dalam hal memndapatkan informasi tentang orang lain, kenapa kita melakukan hal tersebut , dan hasil apa yang akan kita dapatkan ketika melakukan hal tersebut. Dengan kata lain pada teori ini berfokus pada cara manusia untuk memonitoring lingkungannya dan untuk mengetahui lebih jauh tentang dirinya dan orang lain melalui interaksi. Teory berger ini disebut sebagai Uncertainty Reduction Teory (URT) (teori untuk mengurangi ketidak pastian) dan yang kedua dirumuskan oleh Gudykunst kawan kerja Berger yaitu Anxiety Uncertainty managemen (AUM) ( teori managemen kecemasan dan ketidak-pastian).
URT teori ini lebih banyak membahas tentang proses dasar mengenai bagaimana kita menambah pengetahuan kita tentang rang lain ketiak kita bertemu dengan orang asing, kita mungkin memiliki keinginan yang kuat untuk mengurangi ketidak tahuan kita tentang orang tersebut, seperti pada situasi di mana kita cenderung tidak tahu tentang kemampuan yang dimiliki orang lain dalam mengkomunikasikan target-targetnya , rencananya, bagaimana dia merasakan saat-saat itu, dan apa yang digemarinya.
Berger memberi Tips tentang bagaimana cara mendapatkan informasi dari orang lain. Dengan beberapa strategi di antaranya yaitu : Passive Strategies (Strategi Pasif) adalah pengamatan di area mana suatu kebutuhan dari pengamat untuk melakukan sesuatu dalam rangka mendapatkan informasi. Interactive strategy menisbahkan secara langsung proses komunikasi kepada orang lain.
Baiklah untuk lebih jelasnya saya akan membahsa satu persatu unsure dari Paasive strategy yang pertama kita mengenal adanya reactivity searching di sini individu telah melakukan pengamatan dan benar benar melakukan sesuatu reaksi pada suatu situasi yang sama.
Kemudian ada yang dikenal sebagai Disinhibition Searching ini adalah passive strategy yang lain di mana orang melakukan pengamatan pada situasi informal di mana mereka kurang dapat melakukan self monitoring dan bersikap alami atau tidak dibuat buat.
Sedangkan interaktiv strategi itu sendiri adalah hal yang memuat pemeriksaan dan pembukaan diri. Yang penting dari strategi ini adalah bagi kita bisa menambahkan informasi karena jika kita membuka sesuatu dari diri kita maka orang lain juga akan membuka dirinya juga.


Manajemen Kecemasan Dan Ketidak-Pastian
William Gudykunst menambahkan hasil kerja Berger dalam hal manajemen kecemasan dan ketidak pastian, hal yang terpenting dari teori ini , terutama dalam hal melihat kecemasan dan ketidak-pastian pada situasi komunikasi antar budaya, di telah menemukan bahwa semua kebudayaan mencari cara untuk mengurangi ketidak pastian dalam hal melakukan sebuah hubungan, akan tetapi mereka merupakan suatu entitas yang amat berbeda. Perbedaannya dapat diterangkan dari perbedaan budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah. Budaya konteks tinggi adalah suatu pemahaman yang langsung menginterpretasikan suatu kejadian. Sementara budaya konteks rendah adalah suatu pemahaman yang memandang pada isi pesan verbal secara eksplisit. Budaya yang termasuk konteks tinggi seperti jepang yang menyadarkan diri pada isyarat non verbal dan informasi untuk mengetahuilatar belakang seseorang dalam rangka mengurangi ketidak-pastian atau kesimpang siuran . berbeda dengan Negara inggris yang merupakan termasuk Negara yang memiliki budaya konteks rendah yang mana orang-orangnya mencoba melakukan pertnyaan mendasar seperti pengalaman, kebiasaan, dan kepercayaan.
Proses dari pengurangan ketidak-pastian antara satu orang dengan orang lainnya dari dua kebudayaan yang berbeda beperpengaruh pada masuknya banyak variable dalam teori ini. Ketika kita terkoptasi dengan kebudayaan kita sendiri dan kita berpikir orang lain berasal dari group lain, kita mungkin saja merasakan banyak atau sedikit kekhawatiran dan ketidak-pastian kita akan bertambah.

Accomodation Theory
Teori ini merupakan satu dari teori yang paling berpengaruh darin teori ilmu komunikasi. Dikembangkan oleh Howard Giles. Accommodation theory menjelaskan bagaimana dan kenapa mengatur kebiasaan kita dalam berkomunikasi yang mengacu pada aksi yang dilakukan oleh lawan bicara kita. Giles menjelaskan lebih lanjut biasanya para pelaku komunikasi sering memperhatikan mimic, atau kebiasaan lainnya . ini dinamakan convergance atau hadir secara bersamaan lawannya adalah Divergance atau hadir secara satu persatu atau perbagian. Hal ini terjadi ketika seorang pembicara membesar-besarkan perbedaan mereka.

Interaction Adaption Theory
Pada teori akomodasi menempatkan dasar-dasar teorinya untuk mengidentifikasi varian typedari akomodasi dan yang ada korelasi dengan itu. Tapi pada kejadian in I terdiri dari bagian-bagian yang lebih kompleks lagi dari sebuah proses adaptasi di dalam melakukan interaksi. Topic dari teori adaptasi ini yang dikemukakan oleh Judee Burgoon mencatat bahwa para komunkator memiliki sebuah jenis dari Interaksional sinkroni .
Seperti yang dikatakan Burggon ketika kita mulai melakukan komunikasi dengan orang yang lain, kita memiliki sebuah pemikiran kasar tentang apa yang akan terjadi. Ini disebut sebagai Interaction position tempat di mana kita memulainya. Hal ini ditentukan oleh beberapa factor yang mana teori ini disebut sebagai RED yang merupakan singkatan dari Requirements (kebutuhan) Expectations (pengharapan) dan Desires (hasrat). Requirement (kebutuhan) adalah sesuatu yang membuat kita ingin berinteraksi, dia ibarat system tubuh yang membutuhkan asupan makanan , atau ia seperti terminology sosial dari pemenuhan kebutuhan untuk berafiliasi, menjalin persahabatan, atau sampaim pada hal hal yang lebih menarik dalam sebuah interaksi.
Expectations merupakan acuan kita untuk memprediksikan apa yang bakalan akan terjadi. Seperti contoh jika kita tidak mengenal seseorang dengan begitu baik, maka kita akan memberlakukan norma-norma sosial, aturan aturan umum dalam berinteraksi akan tetapi jika kita telah mengnalnya dengan baik maka apa yang kita lakukan terhadapnya berdasarkan hubungan pengalaman kikta dengannya meski harus melanggar norma –norma sosial yang bersofat normative dalam kasus ini tidak ada masalah selama kita tidak menyenggol persaannya. Sementara Desire adalah terjadinya sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan.

Expetancy Violations Theory
Seperti pada teori adaptasinya Burgoon dan kawan kawan telah menjelajahi jalan di mana orang bereaksi ketika pengharapan kita dihalangi. Melihat dari teori Burgoon ini ketika kita melakukan hubungan dengan orang lain kita memilki pengharapan tentang sifat atau kebiasaan orang dalam berinteraksi didasarkan pada norma sosial. Pengarapan itu bisa saja kebiasaan non verbal yang dapat terlihat seperti , kontak mata, jarak dan posisi tubuh.
Asumsi yang umum adalah ketika pengharapan itu kita dapatkan pada orang lain kebisaan dari orang lain itu akan kita nilai sebagai suatu yang positif , akan tetapi jika tidak sesuai dengan pengharapan kita maka kita menilai sifatnya sebagai seuatu yang negative. Namun menurut Burgoon pernyataan bahwa asumsi di atas tidak selamanya benar, bisa saja hal – hal yang melanggar justru menjadi sesuatu yang disukai, ini dikarenakan kadang kadang suatu pelanggaran memberi gambaran pada perhatian kita tentang sifat orang lain, dan kita dapat mempelajari sesuatu yang positive dari situ.
READ MORE - KAJIAN KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF MARXISME

TEORI-TEORI PRODUKSI PESAN

A. PENDAHULUAN
Dalam proses komunikasi, pesan merupakan sekumpulan lambang komunikasi yang memiliki makna dan kegunaan dalam menyampaikan suatu ide gagasan kepada manusia lain. Pesan dirancang oleh komunikator untuk disampaikan kepada komunikan melalui saluran komunikasi tertentu. Penyandian pesan (encoding) akan disesuaikan dengan karakteristik saluran pesan yang dipilih untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Karena saluran komunikasi menentukan bagaimana suatu pesan dikemas. Pesan yang sampai kepada komunikan akan diterima melalui proses pemaknaan pesan (decoding).
Menurut Ritonga, (2005:20) pesan yang disampaikan kepada komunikan pada dasarnya merupakan refleksi dari persepsi atau perilaku komunikan sendiri. Komunikator dalam merancang pesan berorientasi (berpedoman) pada komunikan agar ditafsirkan sama dan diharapkan dapat mempengaruhi komunikan untuk bersikap dan berperilaku sesuai yang diharapkan komunikator.
Pesan menurut Vardiansyah, (2004:60) adalah segala sesuatu yang disampaikan komunikator pada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. untuk membuatnya konkret manusia dengan akal budinya menciptakan lambang komunikasi: mimik, gerak gerik, suara, bahasa lisan dan bahasa tulisan. Karena itu, lambang komunikasi adalah bentuk atau wujud konkret dari pesan.
Lambang komunikasi diartikan sebagai kode atau simbol, atau tanda yang digunakan komunikator untuk mengubah pesan yang abstrak menjadi konkret. Komunikan tidak akan tahu apa yang kita pikirkan dan rasakan sampai kita mewujudkan pesan dalam salah satu bentuk lambang komunikasi; mimik, gerak-gerik, suara, bahasa lisan, dan atau bahasa tulisan. (Vardiansyah, 2004:61) Sebuah pesan tidak lahir begitu saja, tapi melewati suatu proses tertentu yang -disadari atau tidak disadari oleh pembuatnya—memengaruhi corak pesan tersebut.
Pada pembahasan kali ini kami membahas mengenai teori-teori produksi pesan yang dibahas oleh Stephen W Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication dan Kathrine Miller dalam bukunya ”Communication Theories : Perspectives, Processes, and Contexts” edisi kedua pada bab 7, serta referensi-referensi terkait lainnya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai teori-teori produksi pesan dengan menggunakan tiga tipe penjelasan psikologis: penjelasan sifat, penjelasan keadaan, dan penjelasan proses yang didalamnya terdapat teori-teori berikut ini :
1. Teori Akomodasi
2. Teori Konstruktivis
3. Teori Message Design Logis
4. Teori Action Assembly (Kumpulan Aksi)
5. Teori Perencanaan Dan Tujuan (Plain And Goal)

B. PEMBAHASAN
Komunikasi adalah proses yang berpusat pada pesan bersandar pada informasi. Teori-teori yang dikemukakan pada pembahasan kali ini berpusat pada individual. Teori-teori produksi pesan oleh Littlejohn (2002 : 176) menggunakan tiga tipe penjelasan psikologis: penjelasan sifat, penjelasan keadaan, dan penjelasan proses. Yang secara jelas akan diuraikan berikut ini :
1. Penjelasan sifat
Penjelasan sifat berfokus pada karakteristik individual yang relatif statis dan cara karakteristik ini berasosiasi dengan sifat-sifat dan variabel lain-hubungan antara tipe personalitas tertentu dan jenis-jenis pesan tertentu. Teori-teori ini memprediksikan bahwa ketika anda memiliki sifat personalitas tertentu, anda akan cenderung berkomunikasi dengan cara-cara tertentu. Contohnya, orang dengan personalitas argumentatif menyukai berdebat. dalam bagian ini littlejohn (2005: 177) berkonsentrasi pada beberapa hal yang menonjol.
Ketakutan berkomunikasi
Ketakutan akan komunikasi adalah problema praktis serius bagi banyak orang. Ketakutan komunikasi (Communication Appherension/CA) dapat merupakan sifat atau keadaan. Dalam hal ini terdapat tiga jenis CA. Pertama, Traitlike CA adalah tendensi yang abadi menjadi prihatin mengenai komunikasi dalam berbagai setting, dan individu yang menderita ketakutan jenis ini mungkin menghindari seluruh jenis komunikasi oral. Kedua, generalized-context CA, ketakutan seseorang terhadap beberapa jenis komunikasi tertentu seperti berbicara di depan publik, namun mungkin menampilkan sedikit ketakutan pada jenis komunikasi lainnya. Ketiga, Person-Group CA, takut akan komunikasi dengan orang spesifik atau kelompok tertentu seperti gelandangan.
Sensitivitas retoris
Sensitivitas retoris merupakan -tendensi untuk mengadaptasikan pesan ke audiens- ditemukan oleh Roderick Hart dan kolega-koleganya. Para ahli teori ini menemukan bahwa komunikasi efektif muncul dari sensitivitas dan perduli dalam menyesuaikan apa yang anda katakan terhadap pendengar.
Sensitif retoris mewujudkan kepentingannya sendiri, kepentingan orang lain, dan sikap situasional. Orang-orang yang sensitif retoris menerima kompleksitas personal, memahami bahwa individu merupakan komposit dari banyak diri. Orang harus berhubungan dengan ”diri” yang beroperasi dalam situasi yang ada. Individu adaptis retoris menghindari kekakuan dalam berkomunikasi dengan yang lain, dan mereka berupaya menyeimbangkan kepentingan sendiri denngan kepentingan orang lain. Orang ini mencoba menyesuaikan apa yang mereka katakan pada level, mood, dan keyakinan orang lain.
Idea usulan sensitifitas retoris adalah individu memiliki sifat atau gaya yang menonjol saat mereka berkomunikasi. Gaya komunikasi, diteliti oleh Robert Norton dan kolega-koleganya, berdasarkan pada ide bahwa kita berkomunikasi pada dua level. Kita bukan hanya memberi informasi, namun kita juga menyajikan bahwa inormasi dalam bentuk tertentu yang menyampaikan pada orang lain bagaimana memahami dan menanggapi suatu pesan.

2, Penjelasan situasi
Keadaan pikiran dan perilaku manusia sangat banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, peristiwa persepsi terhadap situasi. Dalam bagian ini terdapat dua teori; teori umum dan teori khusus.
2.a. suatu pendekatan umum
Michael Jody, Margaret Mclaughilin, dan koleganya telah melakukan riset yang sungguh-sungguh untuk mengetahui faktor-faktor situasional umum yang mempengaruhi pilihan pesan.
Suatu situasi komunkasi merupakan peristiwa komunikasi yang menyeluruh termasuk partisipan (siapa), setting (dimana), dan aktivitas yang dilakukan (apa). Individu-individu menggunakan pengetahuan mereka mengenai situasi dengan sejumlah cara, salah satuya adalah mengevaluasi orang lain.
Orang juga menggunakan situasional untuk menetapkan tujuan-tujuan komunikasi mereka. Pengetahuan situasional membantu kita menentukan mengapa kita ada di sana dan apa yang ingin kita selesaikan. Jadi jelaslah, bahwa cara orang berkomunikasi tergantung pada setidaknya tujuan-tujuan yang didefinisikan dalam situasi. Dan perilaku seseorang sering dipengaruhi oleh pengetahuan situasional.
Akhirnya, dan yang mungkin paling penting orang menggunakan pengetahuannya terhadap situasi untuk memandu perilakunya. Bagaimana saya mencoba untuk membujuk orang lain untuk berubah? Bagaimana saya akan melakukannya? Bagaimana saya bicara? Akankah saya tinggal diam? Akankah saya menjadi jenaka dan luwes atau keras dan formal? Anda akan menjawab definisi ini berdasarkan definisi anda terhadap situasi itu.
2.b. suatu pendekatan khusus
Janet Beavin Bavelas dan koleganya telah membatasi penelitiannya khususnya pada komunikasi equivokal atau pesan-pesan dengan sengaja tidak jelas. Pesan-pesan tersebut tidak langsung atau berterus terang dan pendengar harus menduga artinya daripada menangkapnya secara langsung. Kebanyakan orang menggunakan komunikasi equivokal dari waktu ke waktu untuk melindungi perasaan-perasaan orang lain dan lari dari akibat yang tidak menyenangkan dari kejelasan. Contoh, apa yang akan anda katakan bila seorang teman bertanya tentang pendapat anda mengenai pakaiannya yang seram? Anda berbohong dengan sengaja : ”buatannya menarik, saya tak pernah melihatnya sebelumnya”. Menurut ahli teori ini, seluruh komunikasi terdiri dari empat bagian proses yang sederhana :( 1) saya, (2) mengatakan sesuatu, (3) kepada anda, (4) dalam situasi ini.
kerja ini menunjukkan bahwa situasi dapat memiliki efek yang kuat pada perilaku komunikasi, terlepas dari tendensi individual.
3. Penjelasan Proses
Teori proses berupaya menjelaskan mekanisme membuat pesan komunikasi. Dalam hal ini Litllejohn ( 2005: 169) mengemukakan beberapa teori yang drumuskan oleh beberapa ahli komunikasi diantaranya:
3.1 Teori Akomodasi
Teori ini dikemukakan oleh Howard Giles dan koleganya, teori ini berkaitan dengan penyesuaian interpersonal dalam interaksi komunikasi. Hal ini didasarkan pada observasi bahwa komunikator sering kelihatan menirukan perilaku satu sama lain.
Teori akomodasi komunikasi berawal pada tahun 1973, ketika Giles pertama kali memperkenalkan pemikiran mengenai model ”mobilitas aksen” Yang didasarkan pada berbagai aksen yang dapat didengar dalam situaisi wawancara. Teori akomodasi didapatkan dari sebuah penelitian yang awalnya dilakukan dalam bidang ilmu lain, dalam hal ini psikologi sosial. (West dan Lynn Turner, 2007: 217)
Akomodasi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan, memodifikasi atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Kita cenderung memiliki naskah kognitif internal yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain. (West dan Lynn Turner, 2007: 217)
Teori akomodasi menyatakan bahwa dalam percakapan orang memiliki pilihan. Mereka mungkin menciptakan komunitas percakapan yang melibatkan penggunaan bahasa atau sistem nonverbal yang sama, mereka mungkin akan membedakan diri mereka dari orang lain, dan mereka akan berusaha terlalu keras untuk beradaptasi. Pilihan-pilihan ini akan diberi label konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan.
Proses pertama yang dhubungkan dengan teori akomodasi adalah konvergensi. Jesse Delia, Nikolas Coupland, dan Justin Coupland dalam West dan Lynn Turner (2007:222) mendefinisikan konvergensi sebagai ”strategi dimana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”. Orang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku verbal dan nonverbal lainnya. Ketika orang melakukan konvergensi, mereka bergantung pada persepsi mereka mengenai tuturan atau perilaku orang lainnya. Selain persepsi mengenai komunikasi orang lain, konvergensi juga didasarkan pada ketertarikan. Biasanya, ketika para komunikator saling tertarik, mereka akan melakukan konvergensi dalam percakapan.
Proses kedua yang dihubungkan dengan teori akomodasi adalah divergensi yaitu strategi yang digunakan untuk menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal di antara para komunikator. Divergensi terjadi ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan antara para pembicara.
Terdapat beberapa alasan mengapa orang melakukan divergensi, pertama untuk mempertahankan identitas sosial. Contoh, individu mungkin tidak ingin melakukan konvergensi dalam rangka mempertahankan warisan budaya mereka. Contoh, ketika kita sedang bepergian ke Paris, kita tidak mungkin mengharapkan orang Prancis agar melakukan konvergensi terhadap bahasa kita. Alasan kedua mengapa orang lain melakukan divergensi adalah berkaitan dengan kekuasaan dan perbedaan peranan dalam percakapan. Divergensi seringkali terjadi dalam percakapan ketika terdapat perbedaan peranan yang jelas dalam percakapan (dokter-pasien, orangtua-anak, pewawancara-terwawancara, dan seterusnya. Terakhir, divergensi cenderung terjadi karena lawan bicara dalam percakapan dipandang sebagai anggota dari kelompok yang tidak diinginkan, dianggap memiliki sikap-sikap yang tidak menyenangkan, atau menunjukkan penampilan yang jelek.
Proses ketiga yang dapat dihubungkan dengan teori akomodasi adalah Akomodasi Berlebihan : Miskomunikasi dengan tujuan. Jane Zuengler (1991) dan West dan Lynn Turner (2007: 227) mengamati bahwa akomodasi berlebihan adalah ”label yang diberikan kepada pembicara yang dianggap pendengar terlalu berlebihan.” istilah ini diberikan kepada orang yang walaupun bertindak berdasarkan pada niat baik, malah dianggap merendahkan.

3.2. Action Assembly Theory / Teori Kumpulan Aksi (John Greene : 1984)
John Greene dalam teorinya Action Assembly Theory menjelaskan tentang cara seseorang mengorganisasikan pengetahuan dengan pikiran dan menggunakannya untuk membentuk pesan. Teori ini menjelaskan struktur dan proses yang tersebut dalam aksi komunikatif. Teori ini menguji cara pengetahuan diurutkan dan digunakan dalam komunikasi.
Greene menyebut dua komponen pengetahuan yakni pengetahuan isi (content knowledge) dan pengetahuan prosedural (procedural knowledge). You know about things, and you know how to do things (Terjemahan: Anda tahu tentang sesuatu, dan Anda tahu bagaimana melakukan sesuatu itu).
Pengetahuan procedural terdiri dari suatu kesadaran akan konsekuensi dari berbagai aksi dalam situasi-situasi yang berbeda. Seluruh pengetahuan procedural kita terdiri dari sejumlah besar “catatan prosedural”, masing-masing disusun dari pengetahuan mengenai suatu aksi, hasilnya, dan situasi dimana ia sesuai. Karena orang ingat dari hasil aksi, mereka dapat berperilaku dengan efektif pada kesempatan mendatang.
Sebagai contoh, bagaimana kita tahu cara-cara memeperkenalkan diri kepada orang lain pada suatu pesta? Dari pengalaman dan pegamatan terhadap orang lain yang melakukan hal itu, kita memiliki pengetahuan berbagai macam cara.
Dalam Action Assembly Theory, procedural knowledge menjadi pusat perhatian utama. Greene menggambarkan cara kerja procedural knowledge seperti titik-titik (node) yang saling terhubung satu sama lain bagaikan website di internet. Node pengetahuan tersebut terutama yang berkaitan dengan perilaku, konsekuensi dan situasi.

Ket. Gambar: Cara kerja procedural knowledge dengan node pengetahuan yang saling terhubung membentuk jejaring yang akhirnya menghasilkan sebuah pesan
Sumber: http//bambangsukmawijaya.files.wordpress.com/2009/09/john-greene-theory/.jpg

Greene memberi contoh ketika kita berjumpa seseorang, biasanya kita akan tersenyum dan mengucapkan, “Hai, apa kabar?” dan kemudian orang tersebut akan membalasnya dengan berkata, “Baik, bagaimana kabar Anda juga?”. Kita menyimpan ini dalam memori sebagai suatu pengetahuan yang saling berhubungan antara situasi menyapa seseorang, tindakan tersenyum, menggunakan kata-kata tertentu, dan mendapatkan hasil berupa balasan sapaan dari orang lain.
Pada kasus yang lebih kompleks, hal-hal yang saling berkaitan semacam itu, di mana pada prosedur tertentu terdapat hubungan yang paling sering digunakan atau yang terakhir digunakan –sehingga menjadi semakin kuat, maka node pengetahuan itu akan membentuk modul-modul atau pola. Greene menyebut modul-modu tersebut sebagai procedural record, yaitu sekumpulan hubungan yang terbentuk oleh node dalam kegiatan jaringan yang cenderung menguat.
Lebih lanjut, Greene juga menjelaskan bahwa jika hubungan pengetahuan tersebut menjelma menjadi beberapa himpunan kegiatan dalam urutan tindakan tertentu yang secara kuat saling berkelompok dan sering digunakan, maka akan menjadi tindakan yang terprogram. Greene mengistilahkan tindakan terprogram ini sebagai “unitilized assemblies”. Ritual memberikan salam seperti yang dipaparkan di atas merupakan contoh yang bagus mengenai “unitilized assemblies”.
Menurut Greene, tidak ada tindakan tunggal yang dapat berdiri sendiri. Setiap tindakan memengaruhi tindakan yang lain dengan suatu cara tertentu. Untuk memperkenalkan diri misalnya, kita harus menggunakan berbagai tindakan mulai dari tekanan suara dengan kata-kata dan gerakan. Untuk menuliskan paragraf, kita harus menggabungkan berbagai aksi dari pengetahuan yang terkordinasi dalam bahasa untuk menulis atau mengetik.
Tindakan tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam jaringan pengetahuan. Setiap bagian pengetahuan merepresentasikan sesuatu untuk melakukannya. Tujuan yang lebih tinggi (seperti melakukan perkenalan) dan yang lebih rendah (seperti tersenyum) digabungkan dalam sebuah hasil representasi yang mengantarkan kita ke suatu tindakan komunikasi. (Littlejohn, 2005: 193-195).

3.3. Teori Konstruktivist
Teori konstruktivis atau konstruktivisme (Miller, 2005 : 105) adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan–rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Konstruktivist melakukan pendekatan pemahaman produksi pesan dimulai dari system kognitif individu.
George Keely dalam Ardianto (2007 : 158) menegaskan cara pandang pemahaman pribadi seseorang dilakukan dengan pengelompokan peristiwa menurut persamaan dan perbedaannya. Perbedaan ini menjadi dasar penilaian ihwal sistem kognitif individual yang besifat pribadi dan karenanya berbeda dengan konstruksi sosial. Aliran ini meyakini bahwa sistem kognitif individu berkembang kompleks. Individu yang cerdas secara kognitif dapat membuat banyak perbedaan dalam satu situasi dibanding orang yang secara kognitif lemah. Inilah yang disebut differensiasi kognitif. Differensiasi ini mempengaruhi bagaimana pesan menjadi kompleks.
Delia dan koleganya kemudian menegaskan hubungan antara kompleksitas kognitif dengan tujuan dari pesan. Pesan sederhana hanya memiliki satu tujuan sementara pesan kompleks memiliki banyak tujuan. Dalam komunikasi antarpersona pesan-pesan sederhana berupaya mencapai keinginan satu pihak saja tanpa mempertimbangkan keinginan orang lain. Sementara pesan kompleks dirancang memenuhi kebutuhan orang lain. Pada pesan kompleks inilah komunikasi antarpersona dapat tercipta. Konstruksionisme dengan demikian dapat dikategorikan komunikasi yang berpusat pada orang (komunikasi berbasis diri) dan differensiasi kognitif menunjukkan adanya desain pesan.

Komunikasi berbasis ”diri”
Selain kompleksitas kognitif, komponen utama yang lain dari teori constructivist melibatkan pesan yang dihasilkan. Sekali lagi, beberapa teori dasar constructivis propositions menginformasikan tentang fitur komunikasi. Teori Bernstein (1975) menyatakan bahwa individu dalam melakukan sesuatu dikonstruksi oleh orientasi kehidupannya sendiri dan oleh orientasi posisi subjek itu dalam hidupnya. Individu yang berbasis subjek akan menggunakan elaborasi kode yang menghargai kecenderungan, perasaan, dari sudut pandang orang lain. Sebaliknya, individu berbasis posisi akan menggunakan kode-kode terbatas yang mengikuti aturan dan norma-norma situasi kutural tertentu. (MiIler, 2005: 107)
Komunikasi berbasis diri adalah model komunikasi yang memeriksa proses lahirnya pesan berdasarkan orientasi diri. Menurut teori kalangan konstruktivits, pesan- pesan berbasis diri merefleksikan kewaspadaan dan adaptasi subjektif, afektif serta aspek relasional dalam konteks komunikasi. Sebuah pesan berbasis ”diri” merupakan suatu gagasan yang menyokong kebutuhan pendengarnya, perhatian atas situasi yang mungkin dan mengarah pada tujuan yang beragam.
Selanjutnya kaum konstruktivis merumuskan tingkatan bagaimana sebuah pesan bisa berbasis ”diri” melalui pengkodean respons buka-tutup. Dalam menganalisis pesan ini, para peneliti akan menanyakan produksi pesan berbasiskan situasi tertentu (misalnya, bagaimana membuat nyaman seorang teman yang baru mengalami keretakan hubungan dengan kekasihnya, berbicara dengan orang tua hingga terlelap). Pesan-pesan ini kemudian dikodekan dengan menggunakan sistem pengkodean tertentu secara hierarkis yang kemudian dikembangkan untuk pesan dalam situasi spesifik. (Ardianto, 2007: 160)
Asumsi dasar teori ini adalah hubungan yang terbentuk dalam sebuah kelompok sosial akan mempengaruhi jenis pembicaraan yang digunakan oleh kelompok itu. Prinsip dasar konstruktivisme adalah tindakan ditentukan oleh konstruk diri juga sekaligus konstruk lingkungan luar diri. Komunikasi pun demikian, ditentukan oleh diri di tengah pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini dikemukakan teori Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Person adalah diri yang terlibat dalam lingkup publik, pada dirinya terdapat atribut sosial budaya masyarakatnya. Self adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran khasnya di tengah pengaruh sosial budaya masyarakatnya (Ardianto, 2007: 160). Sementara itu Mead (2008:106) mendefinisikan ”diri” /self sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Bagi Mead, diri berkembang dari sebuah jenis pengambilan peran yang khusus- maksudya membayangkan bagaimana kita dilihat orang lain. Dan Mead menyebut hal tersebut sebagai cermin diri atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam pantulan dari pandangan orang lain.
Pembagian konsep diri ini diperlukan untuk memahami konteks komunikasi interaksi. Konsep diri menurut West & lynn H. Turner (2008:101) seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri.
Prinsip konstruksivisme menyatakan bahwa situasi emosi atau alasan merupakan konstruksi dari situasi yang mempengaruhi individu. Misalnya emosi bukanlah reaksi yang muncul begitu saja. Emosi dimaknai dan dikemukakan sesuai dengan aturan yang sudah dipelajari dalam interaksi sosial dengan orang lain. Faktor lain yang mempengaruhi proses komunikasi berbasis diri adalah konsep tentang tujuan. Setiap individu dalam interaksinya selalu berusaha untuk memanajemen tujuan. Tujuan itu bisa bersifat instrumental (seperti mengajak atau memberitahukan seseorang) dan relasional (mendukung penampilan seseorang, menunjukkan pesona diri).
3.4. Model Logika Disain Pesan (B.J.O’Keefe)
Desain pesan didasarkan pada kecenderungan seseorang dalam memanajemen tujuannya untuk kepentingan sampainya tujuan melalui pesan yang dipilihnya. B.J. O’Keefe dan Delia menyatakan bahwa pesan berbasis diri lebih kompleks dalam tindakannya karena mereka menentukan tujuan yang beragam. O’Keefe menggunakan term kompleksitas tindakan untuk merujuk pada bagaimana kebutuhan yang kompleks ini diatur dalam suatu interaksi. Logika Desain Pesan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai alur pikiran berbeda yang digunakan dalam mengurus tujuan-tujuan yang saling bertentangan. O’Keefe menyimpulkan, variasi strategi manajemen tujuan yang diamati merupakan hasil dari variasi dalam sebuah sistem prinsip yang digunakan untuk mendasari makna komunikatif, yang berbeda dalam definisi komunikasi yang dibentuk dan diusahakan seseorang.
Barbara O’Keefe menunjukkan tiga logika dasar desain pesan, yaitu ekspresif, konvensional, dan retoris. Logika ekspresif memperlakukan komunikasi sebagai suatu model ekspresi diri, sifat pesannya terbuka dan reaktif secara alami, sedikit memperhatikan keinginan orang lain. Logika ekspresif misalnya bisa ditemukan pada saat kita sedang marah. Logika konvensional memandang komunikasi sebagai permainan yang dilakukan secara teratur. Komunikasi dilakukan sebagai proses ekspresi berdasarkan aturan dan norma yang diterima bersama, maka komuikasi berlangsung sopan dan tertib. Logika retoris memandang komunkasi sebagai suatu cara mengubah aturan melalui negosiasi. Pesan dirancang cenderung fleksibel, penuh wawasan dan berpusat pada orang. (Ardianto & Bambang Q-Anees, 2007 : 164)

3 Logika Desain Pesan Barbara J. O’keefe

Logika Desain
ekspresif Logika Desain Konvensional Logika Desain
Retoris

Premis Dasar
Bahasa merupakan media
untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan

Komunikasi adalah permainan yang
dilakoni secara kooperatif
oleh aturan sosial

Komunikasi adalah
kreasi negosiasi situasi dan diri sosial

Fungsi utama
pesan

Ekspresi diri
Pengendalian respon keinginan
Negosiasi konsensus
Sosial

Hubungan antara pesan/konteks

Perhatian yang
kecil terhadap konteks

Tindakan dan
makna yng ditentukan
oleh konteks
Proses komunikasi
menciptakan konteks

Metode penanganan
masalah

Editing
Bentuk-bentuk kesopanan
Redefinisi konteks

Evaluasi komunikasi

Penjelasan ekspresif,
terbuka dan jujur, pensinyalan
yang tak terintangi

Aprosiasi (ketepatan), kontrol,
sumber daya, kooperatifitas
Fleksibilitas, sofistikasi
simbolik, kedalaman interpretasi

Sumber : Miller, (2005 : 110)

Dari bagan ini dapat dikemukakan bahwa :
1) logika desain ekspresif merefleksikan pandangan bahwa komunikasi adalah keterusterangan proses pengkodean pikiran dan perasaan. Logika pesan ekspresif bersifat literal dan langsung.
2) logika desain konvensional merefleksikan pandangan bahwa interaksi adalah permainan kooperatif yang dimainkan berdasarkan aturan, kesepakatan, dan prosedur-prosedur tertentu. Tujuan-tujuan yang bertentangan dalam situasi tertentu kadang dibagi dalam logika konvensional namun secara khusus melalui tambahan-tambahan dalam interaksi atau melewati bentuk-bentuk jebakan kesopanan seperti ”tolong, silahkan (please)”.
3) logika desain retoris merefleksikan pandangan bahwa komunikasi mengabdi pada struktur dan membentuk realitas. Dengan demikian, pelaku interaksi retoris menggunakan komunikasi untuk menetapkan situasi dalam cara yang akan memfasilitasi pertemuan beragam instrumen dan tujuan yang dihadapi. (Ardianto & Bambang Q-Anees, 2007:165)
3.5. Plain And Goals Theory
Yang terakhir dari pengembangan teori produksi pesan ini adalah mempertimbangkan perencanaan dan tujuan. teori ini memberikan kerangka pemahaman tentang struktur kognitif dan bagaimana mereka mempengaruhi struktur verbal dan perilaku nonverbal.
Menurut Berger (1995) dalam Miller (2005:116) konsepsi mengenai ”tujuan dan rencana” sering dilakukan untuk menjelaskan bagaimana memahami perilaku orang lain dan tindakan simbolisnya dalam teks naratif.
Dalam hal ini terdapat tiga aspek tentang konsep tujuan terkait area kerja teori ini, yaitu : pertama, individu akan mempunyai beraneka ragam tujuan dalam berbagai interaksi. Dalam hal ini Dillard dkk (1990) memberikan pertimbangan beberapa tujuan dengan membedakannya antara tujuan primer dan tujuan sekunder. Tujuan Pimer ditetapkan pada situasi yang komunikatif untuk menyempurnakan interaksi. Contoh : seseorang yang mungkin mempunyai tujuan untuk mengubah sikap, menghibur, mendapatkan kepatuhan. Tujuan primer ini memberikan dorongan/ motivasi dalam berinteraksi. Sebaliknya tujuan sekunder sering menyediakan kekuatan pada tujuan primer dan biasanya bersangkutan dengan isu terkait. Yang kedua, tujuan meliputi tujuan yang belum jelas yang mempengaruhi interaksi. Dan yang terakhir , menurut Wilson (1990,1995) menyangkut cara dimana tujuan itu dibentuk dan diaktifkan dalam sistem kognitif.
Theori perencanaan Bergers
Teori ini memberikan penjelasan tentang bagaimana rencana dibuat dan dirumuskan. Teori perencanaan dalam bidang komunikasi dibuat oleh Charles Berger untuk menjelaskan proses individu melakukan perencanaan dalam prilaku komunikasi mereka ( Littlejohn, 2008:126)
Perencanaan adalah proses berfikir atas rencana aksi. Karena komunikasi sangat penting untuk mencapai tujuan. Teori yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat menjelaskan tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan. Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan proses yang berlangsung secara internal dalam diri manusia seperti proses berfikir, pembuatan keputusan, sampai dengan proses menggunakan simbol. Demikian pula dalam proses memahami pesan yang diterima, manusia juga menggunakan proses psikologis seperti berfikir, memahami, menggunakan ingatan jangka pendek dan panjang hingga membuat suatu pemaknaan. Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek diri manusia. Proses komunikasi manusia merupakan proses yang berlangsung dalam diri manusia.

C. IMPLIKASI TEORI-TEORI PRODUKSI PESAN TERHADAP ILMU KOMUNIKASI
Implikasi teori produksi pesan -logika desain pesan (B.J. O’keefe)- dapat ditinjau pada teori manajemen makna terkoordinasi (berdasarkan penelitian W. Barnett Pearce dan Vernon Cronen). Teori ini menyatakan bahwa individu membuat interpretasi berdasarkan aturan-aturan sosialnya. Individu dalam situasi sosial pertama-tama didorong oleh keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan-aturan untuk mengetahui segala sesuatu. Pada tahap lanjutan individu bertindak atas dasar pemahaman mereka, dengan menggunakan aturan-aturan untuk memutuskan jenis tindakan yang sesuai. Pada titik inilah desain pesan dioperasikan oleh individu dalam tindak komunikasinya, desain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat menciptakan komunikasi yang interaktif. (Ardianto dan Bambang Q. Anees, 2007:166)

E. KRITIK TERHADAP TEORI-TEORI PRODUKSI PESAN
Kritik kami pada teori-teori ini adalah dimana ruang lingkup dari teori-teori ini hanya berfokus pada sisi psikologis dan sifat individual serta pendekatannya yang hanya pada komunikasi interpersonal. Padahal, unsur pendefinisian komunikasi terjadi di antara manusia sehingga produksi pesan tidak bisa dijelaskan semata-mata dari perspektif pikiran individual serta harus melihat juga mengenai kognisi di luar individu. Selain itu, menurut kami, proses produksi suatu pesan tidak hanya melihat individu sebagai ”person” dalam komunikasi, tetapi juga individu sebagai ”team” dalam proses produksi pesan dalam komunikasi yang menggunakan media massa (komunikasi massa) dimana komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah lembaga/institusi yang terdiri dari beberapa individu yang menyatu dalam sebuah team.
F. PENUTUP
Komunikasi adalah proses yang berpusat pada pesan bersandar pada informasi. Teori yang dibahas dalam makalah ini berpusat pada individual. Kebanyakan dari teori ini menyatakan sifat sosial komunikasi, tetapi tidak menggunakan penjelasan sosial, melainkan hanya melihat produksi pesan sebagai persoalan psikologis, memfokuskan pada sifat-sifat, keadaan –keadaan, dan proses-proses individual.
Akhirnya, kami sebagai penulis menyadari sekali akan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Makalah ini kami sajikan untuk didiskusikan sehingga dapat memberikan masukan-masukan maupun kritikan yang berarti sehingga kami dapat menyempurnakannya dikemudian hari
READ MORE - TEORI-TEORI PRODUKSI PESAN